Bab 58"Mbak nggak berpikir untuk memberikan Devano papa baru?" usik Lila saat mereka sudah berada di ruang tamu. Lila menutup pintu rapat-rapat, sementara itu pintu depan ruko pun juga sudah tertutup. Mereka memang sengaja tutup lebih awal karena Devano lagi-lagi tantrum merindukan papanya.Riri langsung terkekeh. "Papa yang mana lagi? Aku nggak berpikir untuk menjalin hubungan baru. Sudah cukup semuanya. Aku hanya ingin membesarkan Devano. Aku sanggup kok menjadi Papa dan Mama sekaligus....""Tapi bagaimanapun Mbak butuh sandaran," bantah Lila."Kan ada kamu, La. Bukannya selama ini kamu yang paling bisa kuandalkan, bahkan di saat aku harus menghadapi situasi sulit?" Riri merotasi bola matanya. Dia paham benar arah pembicaraan Lila.Lila mendesah. Sebenarnya ia sudah lelah berdebat dengan Satria di belakang Riri. Satria yang begitu ingin masuk kembali ke dalam kehidupan Riri dan Devano. Namun Lila selalu mencegahnya. Lila tak mau membuat Riri kembali depresi. Sudah cukup perlakuan
Bab 59Peristiwa itu memang sudah berlalu begitu lama, tapi tentu saja sangat membekas di dalam jiwa Riri. Mentalnya terguncang hebat. Beruntung, Riri ditangani orang-orang yang tepat dan peduli padanya. Hal itu yang menjadi alasan kenapa Satria selalu saja memiliki stok kesabaran untuk menunggu Riri. Dia sangat mencintai wanita itu dan ingin membahagiakannya, mengganti semua derita yang selama ini wanita itu terima akibat perlakuan keluarganya sendiri.Kepopuleran keluarga Arnando Richard kini hanya sekedar cerita. Amanah Group sudah dinyatakan failed dan Arnando sendiri sekarang rutin menjalani terapi kejiwaan, sementara Sinta meninggal dunia lantaran bunuh diri karena tak tahan dengan tekanan emosional. Meninggalnya Leo menjadi titik awal kehancuran keluarganya. Ya, mungkin ini karma, karena mereka sudah menindas seseorang secara berlebihan, bahkan ingin menghilangkan nyawa orang lain secara keji."Om mau mengajak kami ke mana?" tanya Riri saat Satria mulai melajukan mobilnya. R
Bab 60Beberapa minggu sudah berlalu dan Riri masih saja bimbang. Lila sudah berkali-kali memberi pendapat. Namun entah kenapa Riri masih saja merasa berat. Padahal Satria tampaknya sudah berhasil mengambil hati Devano, bahkan di hari pertama mereka bertemu."Aku harus bagaimana?" Wanita itu berdiri di balkon rukonya seorang diri. Desir angin malam membelai tubuhnya. Wanita itu mengangkat tangan kiri dan pandangannya tertuju pada cincin yang tersemat di jari manisnya."Aku belum kasih jawaban, tapi sudah mengenakan cincin ini. Bagaimana mungkin aku bisa menolak?""Tapi.... Kenapa terasa begitu berat?" Wajahnya kembali mendongak, memandang langit malam. Kerlip bintang bertaburan memenuhi angkasa."Apa yang membuatmu merasa berat, Sayang?" Sebuah suara tiba-tiba mengejutkan Riri.Perempuan itu menoleh sekilas. Satria tepat berada di sampingnya, begitu dekat, bahkan dia mencium aroma maskulin yang menguar dari tubuh lelaki itu. Penampilan Satria malam ini begitu sederhana, mengenakan ka
Bab 1"Apa?" Riri memekik. Gadis itu terhenyak dari tempat duduknya. "Coba ulangi kata-katamu, Mas. Apa aku tidak salah dengar?""Jadilah kekasih dan nantinya akan menjadi istri pura-puraku. Itu pekerjaan yang cukup mudah, bukan?" Leo kembali mengulang ucapannya. Nada bicaranya terdengar santai dan sangat ringan, seolah tanpa beban."Menikah? Menikah pura-pura?" ulang Riri. Sepasang alisnya naik turun. Kepalanya menggeleng. Sementara matanya menatap sekeliling ruangan. Riri mengamati dengan detail semua bagian apartemen ini.Apartemen ini demikian mewah. Kemewahan yang sungguh tak sebanding dengan penghasilan seseorang yang ia kenal hanya memiliki pekerjaan sebagai pengawal pribadi. Kejanggalan itu semakin terasa saat Leo mengucapkan kalimat yang alih-alih bernada pernyataan cinta, melainkan tawaran pekerjaan paling aneh yang pernah ia dengar.Menjadi kekasih, calon tunangan, kemudian istri pura-pura!Riri benar-benar tak habis pikir. Mengapa Leo memintanya menjadi kekasih pura-purany
Bab 2Riri berlari kecil menghampiri Daffa dan Nelly yang berdiri di depan ruang ICU. Di belakangnya nampak Leo mengiringi dengan langkah-langkah panjangnya.Setelah menerima telepon dari Daffa, Leo memutuskan untuk mengantar Riri ke rumah sakit yang disebut oleh Daffa. Leo harus tahu situasi yang sebenarnya agar ia bisa mengambil manfaat dari keadaan tersebut.Daffa sama sekali tidak berbohong. Ibu mereka yang bernama Diana itu memang dirawat di rumah sakit."Bagaimana keadaan Ibu, Mas?" Nafas Riri terengah. Gadis itu berdiri di depan sang kakak. Riri meraih tangan Daffa dan menggenggamnya erat."Ibu masih belum sadar...." Nelly menjawab mendahului Daffa."Ya, tapi kita tidak punya uang untuk membiayai operasi itu, meskipun sudah ada donornya, yaitu Mas sendiri." Suara Daffa terdengar lirih, lalu menghela nafas berat. Dia pun bingung dan pusing. Dia rela berbagi ginjal dengan ibunya, tapi untuk melakukan operasi itu, diperlukan biaya yang tidak sedikit. Pekerjaan Daffa hanya buruh pa
Bab 3Riri berusaha untuk tetap tenang meskipun lima pasang mata tengah memandangnya dengan tatapan menindas. Ya, di ruangan itu ada Arnando, Sinta, Gunadi, Rossi dan Nilam. Gunadi dan Rossi adalah ayah dan ibu Nilam, wanita yang tengah dijodohkan dengan Leo.Setidaknya itu yang Riri ketahui dari cerita pria itu."Siapa gadis ini, Leo?" Meskipun sudah mengenakan pakaian yang bagus, tapi di mata Sinta, Riri tetap saja kampungan. Dia bisa menebak gadis itu sengaja di make over Leo untuk mengelabui pandangan mereka.Cuih!Jangan harap mereka bisa tertipu!"Kenalkan Pa, Ma, ini Riri. Dia kekasihku," ujar Leo lantang. Pernyataannya membuat semua mata tertuju kepadanya.Riri mengulurkan tangan kepada Sinta. Namun wanita tua itu segera menepis kasar. "Jangan sentuh! Jangan harap saya mau bersalaman dengan gadis kampung seperti kamu!""Ma!" pekik Leo spontan."Kenapa Mama bersikap kasar kepada Riri? Dia kekasihku, Ma. Gadis pilihanku! Bukankah Mama dan Papa selama ini ingin agar aku membawa
Bab 4Riri yang membaca situasi sudah tak mengenakkan segera menghindar. Dia berlari kecil menjauhi tempat itu, sehingga luput dari amukan Arnando. Meski tidak hafal dengan lika-liku rumah ini, tetapi tanpa sadar Riri berjalan melewati pintu samping yang terhubung dengan kamar pribadi Leo."Kenapa kamu meninggalkanku sendirian? Memangnya kamu pikir menghadapi orang tuamu itu mudah?" protes Riri. Dia yang dengan segera bisa menemukan kamar Leo, membuka pintunya yang memang sudah tidak terkunci. Riri melangkah masuk dengan wajah masam.Leo yang tengah berbaring segera bangkit, spontan menepuk-nepuk kasur di sisinya. "Duduk dulu, Ri. Aku tahu itu bukan hal yang mudah, tapi kamu baik-baik saja, bukan? Kamu nggak diapa-apain sama mereka, kan?"Gadis itu menggeleng. "Tapi aku harus berdebat habis-habisan dengan mereka. Itu pun aku tidak yakin bisa membuat mereka berpikir dan memberikan restu pada rencana pernikahan kita," ungkapnya."Dengan restu atau tidak, pernikahan kita tetap akan berl
Bab 5Riri terus memejamkan mata sampai aroma tubuh maskulin itu benar-benar lenyap dari indera penciumnya, baru setelah itu ia menutup pintu apartemen, kemudian menghempaskan tubuhnya di sofa.Riri memegang keningnya. Bekas bibir Leo masih begitu terasa, begitu lembut dan hangat. Harus diakui, terkadang sikap Leo begitu manis kepadanya, meski itu tak bisa menyembunyikan sifat aslinya yang dingin dan sedikit arogan "Ah, apa yang aku pikirkan? Kenapa aku malah memikirkan ciuman Mas Leo barusan? Tidak menutup kemungkinan jika itu hanya akting, kan? Bukankah kami hanya teman dan partner sebuah perjanjian? Tidak seharusnya aku terbawa perasaan padanya." Sebuah sisi di hatinya menegur.Namun tak urung, dadanya serasa dipukul. Pukulan bertalu-talu yang membuat gadis itu memegang dadanya."Ada apa denganku? Kenapa dadaku seperti ini?" Gadis itu kembali memejamkan mata seraya mengingat-ingat apa yang sudah mereka lewati hingga berada di titik ini.Berawal dari diberhentikannya dirinya dari