“Tuan muda bilang apa?” Dev bukannya tidak mendengar hanya saja, hal seperti ini sudah lama tidak diminta oleh tuannya ini. Dev tentu harus memastikan pendengarannya. Khrisna melepaskan tangannya dari cekalan kedua ajudannya lalu melangkahkan kaki mendekati Dev. Dia cengkeram kerah jas Dev dengan kedua tangan sambil berucap, “Sekarang juga carikan wanita buatku. Aku ingin bersenang-senang dengannya sampai pagi. Kamu dengar itu Dev.”“Ta-tapi Tuan, Anda sudah lama tidak membeli wanita, kenapa malam ini ….”“Diam!” desis Khrisna yang sukses membungkam mulut Dev. “Lakukan perintahku sekarang atau aku akan memecahkan kepalamu ini,” lanjutnya sambil menunjuk pada dahi Dev dengan jari telunjuknya. Tentu saja itu membuat Dev ketakutan. “Oke, Tuan muda. Aku akan carikan wanita itu. Biar Boy dan Miko yang antar Anda ke hotel, oke?” Seringai senyum terbit di bibir Khrisna, hatinya mendadak berbunga-bunga mendengar Dev bersedia mencarikan wanita untuknya. Khrisna yang hampir satu tahun ini ha
“Selamat pagi, Tuan,” sapa Oscar pada Ibrahim yang baru saja turun dari mobil mewahnya. “Pagi,” jawab pria tampan itu dengan nada dingin pun tanpa menoleh pada asistennya itu. “Saya pikir Anda belum akan ke kantor hari ini, Tuan.”Ucapan itu menghentikan langkah Ibrahim, pria itu pun segera menengok pada sang asisten. “Mau saya ke kantor atau nggak, itu nggak ada hubungannya sama kamu, kan? Jadi, nggak usah bicara hal yang nggak perlu.”Oscar terperangah. Dari cara Ibrahim menjawab, pria bertubuh tinggi itu seakan-akan sedang berhadapan dengan orang lain saja. Bagaimana bisa dalam semalam bisa merubah tabiat seseorang, bukan?“Anda nggak lagi marah sama saya, kan, Tuan?” tanya Oscar hati-hati saat mereka masih di dalam lift. Tanpa melihat kepada Oscar, Ibrahim menjawab, “Kenapa saya harus marah padamu? Apa kamu ada salah sama saya?” Terang saja ungkapan itu langsung mengena pada dir
Seringai senyum tercetak jelas dari bibir seorang pria yang saat ini sedang berada di atas tubuh seorang wanita cantik. Tangan kanannya bergerak menyusuri sisi wajah wanita itu. Pelan, yang mana membuat bulu kuduk si wanita meremang seketika. Sama halnya dengan si pria, wanita cantik berkulit putih itu pun menebar senyum yang menggoda juga gerak tangannya yang melingkar pada leher kokoh pria yang tak lagi muda, tetapi tetap terlihat garis ketampanannya itu seketika mematik hasrat kelaki-lakiannya. “Malam ini kamu harus jadi milikku, Ayya,” bisiknya lirih tepat di telinga sang wanita yang biasa dipanggil Ayya itu. Embusan napas hangat yang menerpa wajahnya seketika membuat sekujur tubuh sang wanita membeku. Pria itu kembali tersenyum, lalu menatap penuh nafsu pada bibir berpemulas merah merona juga seksi itu. Perlahan dia gerakan bibirnya mendekati bibir wanita itu, tetapi sial. Baru saja kulit bibirnya akan menyentuh bibir seksi yang sedari tadi menggodanya itu, ketukan pintu kamar
Satu detikDua detikTatapan tajam dari iris mata sehitam jelaga milik Ibrahim berhasil membungkam mulut Alayya. Wanita cantik berhidung mancung itu pun sampai tidak bisa berkedip karena terpesona oleh ketampanan yang dimiliki pria di hadapannya ini. Jantungnya pun ikut berdentam-dentam seakan tahu siapa yang sedang ada di dekatnya. Refleks tangan kanan Alayya menyentuh dadanya sendiri. Dirinya tidak mengerti kenapa bisa merasa deg-degan seperti ini.“Kenapa diam? Apa jantungmu berbisik memberi tahu siapa saya?” tebak Ibrahim sambil tersenyum sinis kala melihat Alayya meraba dadanya sendiri. Alayya tidak terima, dengan kedua tangannya dia dorong tubuh Ibrahim menjauh. “Jangan asal bicara Anda, Tuan. Saya tidak mengenal Anda apalagi almarhum istri Anda. Lebih baik Anda pergi dari sini dan biarkan saya melanjutkan pekerjaan saya.”Wanita itu kembali membuang muka, sekuat tenaga dia mencoba mengingkari apa yang sudah dirasakan pada jantungnya sendiri. “Alayya Farhana Pramudhita, 24 ta
#ziya_khan21#tugas_revisi_1#CEO_3_terima_ayyaAlayya mendelik tak terima dengan penilaian Mustika. Benar dia memang wanita malam, tetapi dia bukan perempuan murahan yang bersedia tidur dengan sembarang pria.“Bisa jaga mulut Anda, Nyonya!” sentak Alayya dengan wajah geram.“Ayya, bersikaplah sopan pada Tanteku,” kata Ibrahim berang dengan ucapan Alayya.Alayya berdecak sebal, lalu menatap kesal pada pria rupawan itu. “Aku akan bersikap sopan pada orang yang sopan padaku. Jelas-jelas Tante Anda yang mulai duluan.”“Kamu pikir siapa kamu ini, berani bicara seperti itu di rumahku?” Mustika menyela dengan nada naik satu oktaf. Alayya tertawa sumbang. “Oh ya? rumah Anda? Saya nggak tuli ya, Nyonya. Ini rumah Tuan Ibrahim bukan rumah Anda!” Mustika melotot mendapati perlawanan dari orang yang bahkan tidak dia kenal sama sekali. Wanita paruh baya yang selalu dominan di dalam rumah besar ini pun tidak terima dengan sikap Alayya yang dirasa kurang ajar. “Ibrahim cepat katakan sama Tante si
Kalau saja menemukan gunting di dalam kamarnya, Alayya sudah pasti akan memotong gaun tidur panjang berbahan satin ini. Sayangnya, sudah membongkar semua isi laci yang ada di ruang ber-AC ini, wanita itu tidak juga menemukan benda tajam itu. Bagaimana tidak, Alayya tidak pernah tidur dengan baju sepanjang ini. Baju tidur yang biasa dia pakai hanya sebatas paha atasnya, sering kali hanya mengenakan pakaian dalam saja, tapi sekarang lihatlah dirinya. Baju tidur yang Alayya paham pasti harganya mahal ini melekat di tubuhnya. Tidak ingin memakai, tetapi protes yang dia lontarkan pada Christy juga Ibrahim sama sekali tidak di dengar. Apa tadi yang Ibrahim bilang, “Nggak akan ada baju-baju lama kamu di sini.”“Kenapa?” Alayya jelas terperangah saat itu, padahal dia tahu kalau Ibrahim akan menyuruh orang untuk mengambil baju-bajunya di kos-kosan. “Semua pakaian di lemari itu bukan selera saya.” protesnya lagi. “Saya tahu, tapi mulai sekarang kamu harus pakai itu, meski belum bisa seperti
Alayya berjengit kaget, hampir saja dia menjatuhkan hair dryer yang sedang dia pakai untuk mengeringkan rambut panjangnya itu di kursi depan meja riasnya ketika tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dengan paksa. “Apa begitu cara orang masuk ke kamar tamu di rumah ini, Tante?” Alayya menyambut Mustika melalui cermin di depannya dengan tatapan sinis meski tangannya masih mengerakkan mesin pengering rambut itu. “Tutup mulutmu wanita tidak tahu diri, aku bukan Tantemu,’’ salak Mustika tanpa basa basi. Langkahnya pun mantap sekali mendekati wanita yang tengah tersenyum mengejek itu. Alayya berdecih sambil meletakkan hair dryer kembali ke atas meja rias. Masih dengan melihat pantulan bayangan Mustika di cermin Alayya pun berkata, “Oke, Nyonya. sekarang katakan padaku apa keperluan Anda datang ke kamarku.”Wanita berusia 58 tahun itu berdecak tak suka. Wajah judesnya kentara sekali sekarang. “Tolong ya, itu mulut dijaga bicaranya. Ini bukan kamarmu tapi milik keponakanku Ibrahim.” Perkataan M
Alayya kesal bukan main, sambungan teleponnya diputus begitu saja oleh Ibrahim. “Kurang ajar banget sih ini orang!” Alayya menggerutu sambil menatap layar ponsel yang kembali hitam. Sekali lagi dia mencoba menghubungi nomor yang tadi, tetapi hasilnya nihil. Ibrahim sama sekali tidak menggubris dering telepon darinya.“Benar-benar menyebalkan!” Gerak tangan Alayya yang akan melempar ponsel itu menggantung di udara saat terdengar Bembi berseru, “Tunggu Nona! Itu, kan, ponsel saya!” Hampir saja benda pipih itu menyapa lantai kalau saja Bembi terlambat mencegah apa yang akan wanita itu lakukan barusan. Alayya mendelik, sedetik kemudian dia menyadari kesalahannya.“Maaf …,” ucapnya ketus seraya mengulurkan kembali ponsel itu pada sang ajudan. Dia pun kembali masuk ke kamar dengan rasa kesal yang menyesakkan dadanya. “Nggak! Aku nggak mau terkurung di sini! Aku harus bisa keluar dari rumah ini secepatnya!” ujarnya be