Aku hadir lebih awal nih kak, hehe Memang ya kalau cinta itu tidak bisa dicegah, apalagi Raymond dan Rara yang dulu pernah hidup bersama. Lalu jika mereka bersama kembali bagaimana nasib Reyhan Ya, huft kasian. Selamat membaca kakak, semoga suka ceritanya dan jangan lupa share di kolom komentar ya, terima kasih.
Mereka berdua saling menatap, hingga perlahan bibir Raymond turun dan menyambar bibir wanita yang kini berada di bawah kungkungannya. Keduanya hanyut dalam cinta membara, suara decakan bibir mereka semakin terdengar jelas membuat keduanya semakin menggila. "Aku sudah tidak bisa menahannya lagi Sayang." Suara Raymond begitu berat, bagian bawahnya juga semakin keras dan membesar membuat celananya penuh sesak. "Tapi Tuan...." Belum melanjutkan kata-katanya Raymond sudah menjatuhkan bibirnya kembali. Kali ini Raymond tidak menerima alasan apapun, mereka saling mencintai jadi apa salahnya bercinta. "Tuan sudah."Pautan mereka terlerai karena Rara mendorong bidang datar Raymond dengan kuat. "Bagaimana dengan Pak Rey Tuan, mengertilah." Emosi Raymond seketika datang, dia paling tidak suka jika Rara terus saja memikirkan Reyhan dan memintanya mengerti. Sudah jelas-jelas dia tidak mencintai Reyhan tapi mengapa selalu saja memikirkan dokter itu. "Reyhan terus, kenapa sih kamu selalu memi
"Sayang besok aku harus segera kembali ke tanah air." Sambil membelai rambut wanitanya Raymond berpamitan. "Secepat itu kah Tuan." Wanita itu nampak tidak rela jika sang pria harus kembali ke negaranya. "Perusahaan memerlukan pemimpinnya, Mama juga datang dari benua putih." Meski tidak rela tidak ada yang bisa wanita itu lakukan, selain merelakan pria yang dia cintai kembali ke negaranya. "Baiklah Tuan, kira-kira kapan anda datang kesini lagi?" Raymond menggeleng, dia tidak tahu kapan harus kembali lagi yang pasti jika ada waktu luang dia akan menemui Rara. Sepulang dari hotel, seperti biasa Rara menyiapkan makanan untuk Reyhan, dia juga membersihkan rumah dan menyiram tanaman. "Capeknya." Wanita ini meregangkan otot-ototnya yang kaku karena full aktivitas. Rara belajar sambil menunggu Reyhan tapi sampai dia selesai wanita itu tidak mendengar tanda-tanda Reyhan pulang. Wanita itu turun ke bawah untuk mengecek dan memang benar Reyhan belum pulang. Hingga larut Reyhan tak kunj
"Apa yang kamu lakukan di Selandia Baru?" Baru saja masuk rumah, Raymond sudah disambut dengan pertanyaan sinis oleh mamanya."Bukan urusan Mama." sahutnya tanpa ekspresi.Tangan wanita paruh baya itu mengepal, kesabarannya benar-benar di uji oleh anak semata wayangnya tersebut."Tapi kamu mengabaikan persiapan pernikahan kamu Raymond!" Nada bicaranya semakin meninggi."Raymond kan sudah bilang jika batalkan saja pernikahannya."Emosi wanita itu semakin memuncak hingga tangannya terangkat ingin menampar pipi anaknya."Kenapa berhenti!" tantang Raymond.Wanita itu menurunkan tangannya, dia menghela nafas dalam-dalam dan mulai bicara halus dengan sang anak."Jika pernikahan ini dibatalkan pikirkan Jessica, pikirkan kedua orang tuamu ini, lagipula apa yang membuat kamu berubah pikiran seperti ini!"Wanita itu masih berpura-pura, dia memang menyembunyikan perihal pertemuannya dengan Rara waktu itu."Raymond tidak mencintai Jessica.""Lantas siapa wanita yang kamu cintai?"Raymond terdiam,
"Jangan pernah lakukan itu Tuan saya mohon." Pria itu menghela nafas dalam-dalam, melihat Rara seperti ini membuatnya tak tega. "Baiklah!" Seperti biasa, Raymond mengajak Rara ke hotel untuk melepas rindu, lama tak bertemu membuat keduanya bercerita banyak hal. "Tuan selama dua tahun ini apa yang anda rasakan?" Pertanyaan Rara membuat Raymond tersenyum, itulah hal terberat dalam hidupnya, dikerumuni penyesalan, digelangi rindu serta digerogoti rasa bersalah membuatnya bak zombie, hidup segan mati tak mau. "Kehilangan dirimu adalah hal terburuk dalam hidupku," jawabnya. "Sama Tuan," sahut Rara. Meski berawal dari seorang budak tapi cinta Raymond terhadap Rara begitu besar dan tulus, memang seorang bule mendeskripsikan cinta dengan hubungan intim, dan memang begitu budaya mereka berbeda dengan budaya timur yang menghargai sebuah pernikahan. Tak terasa hari sudah gelap, sudah waktunya Rara pulang, tapi sebelumnya Raymond mengajak Rara untuk makan malam di restoran terlebih dahul
"Pak Rey, sepulang dari kampus saya akan mengerjakan tugas di rumah Alice." Reyhan tersenyum, tentu baginya tidak masalah jika Rara mengerjakan tugas di rumah temannya. "Baiklah nanti kamu hubungi aku jika sudah selesai biar aku jemput." Segera Rara menggeleng karena nanti akan dijemput oleh Raymond. "Nggak usah Pak Rey, anda kan harus mengurusi pasien." "Nggak papa, kamu jauh lebih penting dari mereka." Wajah Rara memucat, bagaimana dia menjelaskan pada Raymond jika Reyhan yang akan menjemputnya. "Baiklah Pak Rey." Sepanjang perjalanan ke kampus, Rara begitu was-was, dia takut jika Raymond dan Reyhan menjemputnya bersamaan. "Apa yang kamu pikirkan sayang?" Pertanyaan Reyhan membuat Rara terkejut, buru-buru dia menatap kekasihnya. "Tugas saya Pak Rey," jawabnya sambil tersenyum. "Apa perlu aku datang ke rumah Alice untuk membantu?" Rara tertawa mendengar ucapan Reyhan, mana boleh seperti itu ini adalah tugasnya jadi Reyhan tidak boleh membantu. "Tak boleh!" Setelah
Pertanyaan Reyhan membuat Rara semakin bergetar hebat, dia tidak pernah berbohong sebelumnya jadi ketika berbohong nampak kentara sekali perubahan bahasa tubuhnya. "Sa sa saya dari...." Dia menggantung jawabannya karena tak tahu harus berkata apa. Air matanya meleleh, "Maafkan saya." Akhirnya kata maaf yang terucap. Segera Rara berlari masuk ke dalam kamarnya, hal ini tentu membuat Reyhan curiga dan bertanya-tanya, ada apa? Dokter itu segera menyusul kekasihnya ke kamar, meski curiga tapi dirinya juga khawatir hingga bisa mengontrol segala bentuk emosi. "Sayang ada apa?" Masih bisa bicara dengan lembut. Rara menggeleng, dia berusaha menghapus air matanya. Perlahan Reyhan mendekat, dia duduk di samping Rara yang tak mampu menatapnya. Dengan lembut Reyhan membelai rambut Rara, sebisa mungkin dia menenangkan kekasihnya. "Maafkan saya Pak Rey, maafkan saya." Tak ada kata lain yang bisa Rara ucapkan selain kata maaf. "Maaf untuk apa?" Dia hanya menggelengkan kepala karena tak san
"Tuan kami melihat Nona Amanda."Laporan David membuat Raymond buru-buru memutuskan kembali ke tanah air, dia mencoba menghubungi Rara tapi panggilannya tidak diangkat karena mungkin Rara sedang ada jam kuliah.Benar saja, setelah jam kuliah usai, Rara mengecek ponselnya mengetahui ada beberapa panggilan dari Raymond membuat Rara buru-buru keluar menuju parkiran."Tuan Raymond mana?"Sambil bergumam wanita itu mencoba menghubungi sang pria namun ponsel pria pujaan hatinya tidak aktif.Lizzi dan Alice menyusul Rara di parkiran sekalian mereka akan pulang. Melihat temannya begitu risau membuat mereka khawatir. "Ada apa Rara?"Rara tersenyum dan bilang tidak ada apa-apa, dia juga menyuruh temannya untuk pulang lebih dahulu."Kalian pulang dulu, aku menunggu jemputan."Lizzi dan Alice memutuskan pulang terlebih dahulu meski mereka cukup khawatir melihat sahabat mereka gelisah.Tak jauh dari tempat Rara, Reyhan sedang melihat dari dalam mobilnya, dia benar-benar ingin tahu kemana sebenarny
Begitu pesawat mendarat, Raymond segera berdiri, dia meminta pramugari agar membuka pintu pesawat. "Sebentar Tuan, tangga belum dipasang." Pramugari itu menjelaskan pada sang Tuan. "Lelet sekali!" Gerutunya. "Mohon maaf Tuan, pesawat baru saja mendarat jadi perlu waktu untuk menyiapkan segala sesuatunya. Setelah turun dari pesawat pribadinya, pria itu berjalan dengan langkah panjang, dia tidak sabar untuk menemui sang Mama. Di depan pesawat beberapa orang berpakaian serba hitam sudah menunggu, mereka semua segera membawa Raymond pergi ke rumah sang Mama. Mobil kini sudah masuk ke halaman rumah mewah milik Mamanya, kebetulan di belakang mobil yang membawanya ada iringan empat mobil. Mobil-mobil itu adalah mobil yang membawa kedua orang tuanya beserta pengawal. "Tumben sekali kamu datang Raymond." Suara wanita paruh baya itu terlihat dingin, berbeda sekali dengan Mama pada umumnya yang merasa senang ketika sang anak datang apalagi mereka tinggal beda benua. "Ada yang ingin Raymo