Wanita itu segera mencicipi masakan yang dia sajikan atas meja makan, benar saja rasa masakannya sangat asin. "Maafkan saya Tuan." Ketakutan menyeruak masuk, Raymond pasti lapar tapi masakan yang dia buat begitu asin. Para koki memerintahkan pelayan untuk mengganti makanan yang asin, mereka tidak ingin mood sang Tuan jadi buruk. "Apa yang kamu pikirkan sehingga menyajikan makanan yang begitu asin," tanya Raymond dengan tatapan datar. Seharian mengurusi banyak pekerjaan membuatnya penat, pulang ke rumah ingin segera makan tapi makanannya tidak bisa dimakan. Di ruang makan bukan tempat untuk bercerita sehingga Rara hanya menggeleng. Selesai makan Raymond mengajak Rara pergi ke kamar, dia yang ada meeting meminta Rara untuk menyiapkan baju. "Tuan ada yang ingin saya bicarakan." Wanita itu was-was takut jika sang Tuan marah. Pandangan pria itu beralih, dia menatap wanitanya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Bicaralah!" Suaranya dingin sehingga membuat Rara ragu tapi dia harus
Seusai menjenguk pamannya seperti biasa Rara duduk di lobi rumah sakit sambil menunggu jemputan, saat itu dia melihat dua orang yang mungkin sepasang kekasih tengah berbicara. Rara nampak menyimak apa yang dibicarakan si pria pada si wanita. "Andaikan Tuan Raymond bisa romantis seperti pria itu," gumannya sambil tersenyum. Jemputan sudah datang, mau nggak mau Rara harus beranjak dari tempat duduknya meskipun dia masih ingin mendengarkan cara si pria menghibur si wanita. Sepanjang perjalanan pulang, Rara terus memikirkan perkataan pria tadi, bahkan dia ingin mengajak Raymond seperti apa yang pria itu katakan pada wanitanya. 'Jangan menangis, kamu akan sembuh. Nanti kalau kamu sembuh kita akan menonton, jalan -jalan dan menghabiskan waktu bersama di pantai' Begitulah yang Rara dengar dari percakapan mereka. Sekian detik setelah mobilnya parkir di halaman rumah, mobil Raymond masuk dengan diikuti mobil pengawalnya, segera Rara berdiri menyambut kedatangan sang kekasih plus tuannya.
Seusai menonton mereka berdua jalan-jalan menuju pantai, meski jarak yang ditempuh cukup jauh namun Raymond menuruti kemauan kekasihnya. "Dari sekian tempat kenapa pantai?" Pertanyaan Raymond membuat Rara menoleh menatapnya. Dari kecil Rara begitu menyukai pantai, entah mengapa setelah menatap ombak dan hamparan laut luas dia merasa tenang seolah beban dalam hidupnya berkurang. "Suara ombak memberi saya ketenangan Tuan, warna biru laut juga memberikan ketentraman pada jiwa saya," jawab Rara. "Kita berdua sama," sahut Raymond. Pria dingin itu ternyata juga menyukai pantai sama seperti Rara baginya pantai adalah tempat ternyaman ketika ada masalah. Beberapa waktu kemudian mereka telah tiba di pantai, melihat hamparan pasir membuat Rara bergegas turun dan berlari menuju bibir pantai. Akhirnya setelah sekian lama tidak mengunjungi tempat favoritnya. "Ayaaaahhh, iiiiiibuuuuu!" Dia terus memanggil kedua orang tuanya. Tanpa terasa air matanya terjatuh, matanya benar-benar perih meng
"Pak Rey tampan sekali ya Ra." Pujian Ana terhadap Dokter muda itu membuat Rara tersenyum. "Kamu tertarik ya An?" Segera Ana menggeleng tapi pipinya memerah karena malu. "Wajar sih kalau tertarik, wanita mana sih yang nggak tertarik dengan pria tampan." "Tapi Tuan kamu lebih tampan Ra," sahut Ana. "Mereka berdua tampan, satu blesteran Jerman satunya memiliki wajah ke arab-araban." Raymond dan Reyhan adalah pria idaman setiap wanita, bule dan Arab adalah jenis pria yang digandrungi semua kalangan. "Dah ah, ayo kita ke kantin, aku lapar." Wanita itu mengajak temannya pergi ke kantin, daripada terus menghibah pria blesteran Jerman dan blesteran Arab tersebut. Di sana ternyata ada Amanda dan gengnya, ketika pandangan mereka bertemu Amanda nampak kesal sekali dengan adik sepupunya. Wanita jahat itu memiliki ide untuk mengerjai adiknya, dia mengumumkan pada semua orang yang berada di kantin jika makanan serta minuman mereka Rara yang bayar. Mendengar hal itu mereka semua berso
Waktu berjalan dengan cepat tak terasa ujian akhir semester telah datang. Dokter Reyhan yang diminta untuk membimbing anak-anak memberikan pelajaran tambahan."Nanti saat jam istirahat ketujuh anak tadi datang ke aula." Pesannya."Iya Pak." Ketika jam istirahat datang, Rara dan Ana malah melupakan pesan Rey, mereka yang lapar malah pergi ke kantin untuk makan."Tadi pagi aku nggak sempat sarapan Ra, ibu aku dirawat di rumah sakit jadi nggak ada yang masak." Mahasiswi tersebut memesan banyak makanan."Kenapa nggak masak sendiri sih An," sahut Rara."Aku tidak bisa Ra." Mendengar apa yang dikatakan Ana membuat Rara tersenyum kecut, andaikan ibunya masih hidup mungkin sampai saat ini dirinya hanya bisa memasak sambal.Dituntut untuk melayani Raymond membuat Rara harus bisa memasak beraneka ragam jenis masakan.Mereka nampak santai menikmati makanan yang mereka pesan hingga salah satu temannya menegur Rara dan Ana karena tidak ikut kumpul di aula."Astaga kok bisa lupa!" Rara dan Ana se
Selain seorang dokter spesialis, Reyhan memiliki jabatan penting dalam rumah sakit yang hendak di resmikan oleh Raymond, dan tanpa Rara ketahui Reyhan dan Raymond saling mengenal. Tak hanya Rara yang terkejut Reyhan juga sama, samar-samar dia mengingat wanita yang menjatuhkan pandangan terhadapnya. "Wanita itu," gumamnya sembari menyusun kepingan-kepingan ingatan terhadap Rara. Di depan podium Raymond berdiri tegak untuk memberikan sambutan pada Dokter-dokter yang nantinya akan bekerja sama dengannya sedangkan Rara duduk di kursi tak jauh dari deretan kursi para Dokter. Kecakapan berbicara sang Tuan membuat Rara tersenyum, kini di hadapannya berdiri seorang pria penguasa yang setiap ucapannya dijadikan kiblat oleh semua orang. 'Jika melihatnya seperti ini siapa sangka jika dia adalah seorang yang maniak.' Wanita itu senyum-senyum sendiri. Seusai memberikan sambutan, Raymond yang diikuti para dokter keluar meninggalkan wanita kecik itu di kursi tempatnya duduk. Rara segera berja
"Pasti Ra," sahut Ana dengan ekspresi yang sama. Kedua mahasiswi tersebut membalikkan badan dan tersenyum pada orang yang kini berada di belakangnya. "Pak Rey itu kami hanya...." Belum sempat melanjutkan kata-katanya Reyhan sudah menimpali. "Hanya membicarakan saya." Keduanya mengangguk barengan dan meminta maaf tapi Reyhan tidak merespon permintaan maaf mereka. Dokter muda itu pergi melewati mereka tanpa berkata apa-apa. "Haduh Ra gimana ini?" Ana tampak bingung dan takut. "Ya udah An biarin aja," sahut Rara . Pagi ini mereka ada praktek, kebetulan dosen yang mengajar mereka ijin jadi Dokter Reyhan yang akan menggantikan. "Praktek kita kali ini mengenal sistem pencernaan, jadi kalian harus membedah sendiri tubuh yang ada di penyimpanan dan melihat organ apa saja yang termasuk dalam sistem pencernaan." Sebagai mahasiswa kedokteran mereka tak lepas dari praktek-praktek yang melibatkan langsung tubuh manusia, sering melakukan pembedahan dan pengamatan terhadap organ-organ dalam
"Mau kemana?" tanya Raymond ketika melihat Rara bersiap. "Rumah sakit Tuan, saya harus menyelesaikan tugas dari Pak Rey," jawab Rara. "Nggak perlu!" Suara dingin segera menyambar, dia tidak rela jika sang kekasih datang ke rumah sakit. Rara menghela nafas dalam-dalam, dia meletakkan tas ransel kecilnya. "Lalu bagaimana dengan tugas saya?" protesnya. Pria itu hanya diam, dia juga tidak tahu, intinya dia tidak suka jika Rara pergi ke rumah sakit dan menemui Reyhan apalagi ikut Reyhan memeriksa pasien. "Tuan! kenapa anda mempersulit saya!" Tak tau lagi harus bagaimana. Wanita kecil itu berbaring di tempat tidur sambil menyembunyikan wajahnya di bawah bantal. Melihat hal itu Raymond mengusap rambutnya dengan kasar, dan tiba-tiba muncul lah ide. Kini senyuman tersungging di bibir tipisnya. Segera dia menghubungi Reyhan, dan menginformasikan bila dia akan melakukan check up. "Ayo kita berangkat." Sentuhan tangan halus sang Tuan jatuh di rambutnya. "Kemana?" tanya wanita itu dengan