Rara tersenyum ketir mendengar hinaan Raymond, yang namanya sambal memang seperti itu apalagi tadi saat masak dia menambahkan terasi yang cukup banyak mungkin inilah yang membuat Raymond mencium bau yang tidak enak dari sambalnya.
"Jika menjijikkan jangan dimakan Tuan." Buru-buru Rara mengambil sambalnya. "Siapa yang menyuruhmu mengambil sambal itu!"Segera Rara mengembalikan sambalnya lagi, dia benar-benar dibuat bingung oleh Raymond yang menurutnya plin plan. Tak ingin mendebat Raymond Rara mengambil piring dan bersiap melayani sang Tuan. Siapa sangka Raymond mengambil sambal buatannya dan dengan lahap memakannya.Baik Rara, pelayan maupun David dibuat terheran-heran dengan sikap Raymond, bahkan dalam waktu yang tidak lama nasi yang diambilkan Rara tandas begitun pula dengan sambal yang ada di piringnya.Butiran keringat membanjiri kening Raymond karena rasa pedas dari sambal, "Makanan ini benar-benar tidak enak." Ucapan raymond barusan tentu menyulut emosi Rara, bagaimana tidak, satu piring habis baru bilang tidak enak.'Tidak enak tapi habis' ucap Rara dalam diam sembari berekspresi penuh kekesalan.Tanpa berkata apa-apa lagi, Raymond meninggalkan ruang makan, disusul David karena mereka harus kembali lagi ke kantor.Dari kaca spion dalam David melihat Raymond berkeringat padahal AC dalam mobil sudah cukup dingin. "Anda kenapa Tuan?" tanya David khawatir dengan sang Tuan. "Perutku tiba-tiba sakit." Dia mulai memegangi perutnya yang semakin sakit."Apa perlu kita ke rumah sakit saja Tuan?" Rasa khawatir semakin besar. "Tidak perlu, kita pulang saja," sahut Raymond.David segera memutar mobil, sakit perut yang tak biasa benar-benar membuatnya khawatir hingga dia menawarkan opsi ke rumah sakit kembali."Kita pulang!"Melihat Raymond yang kembali lagi membuat Rara heran, apalagi keadaan Raymond yang terlihat tidak baik-baik saja."Tuan anda kenapa?" Mulai tersirat rasa khawatir. "Tidak apa-apa," jawabnya dingin.Baru saja membaringkan tubuh di tempat tidur, Raymond beranjak menuju kamar mandi, perutnya terasa sangat mulas. Hal ini terjadi tak hanya sekali melainkan berkali-kali hingga Raymond terlihat lemas.Di luar kamar David yang khawatir mencoba mengetuk pintu, dia ingin tahu keadaan Raymond apa sudah baikan atau belum."Tuan Raymond keluar masuk kamar mandi Tuan." Raut wajah David seketika berubah, dia sudah menduga jika ini karena efek makan sambal yang tadi Raymond makan.Tak terhitung berapa kali Raymond keluar masuk kamar mandi, hal ini semakin membuat Rara ketakutan karena penyebabnya sudah pasti sambal tadi."Tuan anda baik-baik saja?" Kesakitan yang dirasakannya membuat Raymond memegangi perutnya dia meminta Rara untuk memanggilkan David.Segera Rara keluar untuk memanggil David, dan kemudian mereka pergi ke kamar bersama.Melihat Sang Tuan yang kesakitan, David pun segera menghubungi Dokter pribadi Raymond.Sambil menunggu Dokter datang, David meminta Rara untuk mengoles minyak atau apa untuk mengurangi rasa sakitnya.Tak selang berapa lama, dokter pribadi Raymond datang, dia buru-buru memeriksa Raymond mengingat Raymond sangat kesakitan."Apa yang anda makan Tuan Raymond?" Pertanyaan Dokter membuat Rara ketakutan, sudah jelas penyebabnya sakit sang Tuan adalah sambal buatannya."Sambal Dok?" Rara mewakili Raymond menjawab pertanyaan sang Dokter.Terlihat kerutan di dahinya, selama bertahun-tahun menjadi Dokter pribadi seorang Raymond, Dokter tidak pernah menyarankan Raymond untuk memakan sambal."Untuk menghindari dehidrasi sebaiknya Tuan Raymond dirawat dirumah sakit, saya takut jika keadaannya dibiarkan seperti ini akan semakin buruk."Tanpa berpikir panjang lagi, David menghubungi rumah sakit milik Raymond agar mengirim ambulance, dia tidak ingin telat bertindak yang nantinya mengancam kesehatan sang Tuan.Rara turut serta menemani Raymond ke rumah sakit karena bagaimana pun juga semua karena sambal buatan Rara.Sesampainya di rumah sakit, semua dokter berlari menyambut pemilik rumah sakit, pengobatan terbaik diupayakan untuk mengobati Raymond. Melihat itu semua Rara menggelengkan kepala, sungguh berkuasanya pria dingin ini hingga sakit diare saja semua dokter mengupayakan kesembuhannya.Di sebuah bed pasien, Raymond nampak lemah dengan selang infus yang menancap di tangannya."Apa yang anda rasakan Tuan?" Sangat terlihat jika Rara sangat khawatir dengan keadaan sang Tuan."Sakit."Ucapan singkat Raymond semakin membuat Rara merasa bersalah, dia tidak menyangka jika sambal buatannya membuat sang Tuan sakit."Maafkan saya Tuan." Suaranya terdengar lirih. "Tidak." Singkat, padat namun sanggup membuat Rara melemparkan tatapannya ke wajah sang Tuan.Semua ini bukan sepenuhnya kesalahan Rara, Raymond juga ikut andil dalam hal ini, andaikan dia mengikuti ucapan David maka semua ini tidak akan terjadi."Lagian kenapa anda nekat sekali memakan sambal Tuan, padahal kan anda tahu jika anda tidak bisa memakan makanan ekstrem?"Mendapati bantahan dari Rara membuatnya kesal, hingga dengan tajam dia melirik gadisnya yang kini juga menatapnya."Maafkan saya Tuan." Sesegera mungkin Rara menunduk dan tidak berani berkata apa-apa lagi.Untuk menebus kesalahannya, Rara merawat Raymond dengan penuh kesabaran dan kelembutan, meski benci terhadap sang Tuan namun entah mengapa jika tuannya sakit seperti ini Rara juga tidak tega, bukannya bahagia hatinya malah sedih."Bagaimana keadaan Tuan, Nona?"David baru sempat datang karena banyak sekali urusan di kantor yang harus segera diselesaikan."Sudah agak membaik Tuan," jawab Rara.Melihat Rara merawat Raymond dengan penuh kesabaran dan kelembutan membuat David lega, minimal Raymond aman berada di samping gadis kecil itu.Di pagi harinya, ketika Rara membuka mata dia melihat Raymond mencabut selang infusnya, tentu ini membuat Rara terkejut karena banyak darah yang menetes."Tuan apa yang anda lakukan?" Segera Rara mengambil tisu yang mengelap darah Raymond."Aku tidak nyaman diinfus seperti ini." Rara hanya bisa menghela nafas. "Tapi ini juga untuk kesembuhan anda Tuan."Tak ingin terjadi apa-apa dengan Raymond, Rara berjalan keluar ruang perawatan untuk memanggil David, untung saja David belum berangkat ke kantor.Tak hanya Rara, David juga menghela nafas, cairan infus itu membantu sang Tuan agar tidak dehidrasi tapi kenapa Raymond malah melepasnya.Raymond lagi malas berdebat meminta David keluar, dia juga memerintah Rara untuk menyeka tubuhnya.Sesaat setelah David keluar, tiba-tiba ada seorang wanita cantik masuk, dia segera mendekati Raymond dan mendaratkan ciuman di bibir tipis tuannya."Anda kenapa Tuan Raymond?" Kedua bola mata Raymond nampak terbuka lebar, "Lalita?""Aku sangat merindukan anda Tuan, sudah lama sekali anda tidak mengunjungi saya." ujarnya dengan manja.Rara hanya tertegun melihat wanita itu dan Tuannya.Pandangan wanita itu kini beralih ke Rara, dengan sedikit menyelidik dia menatap Rara dari atas sampai ke bawah hingga bibirnya terlihat mencibir."Kamu wanita Tuan Raymond juga?" Raut wajahnya terlihat mengejek Rara.Rara tidak menjawab apa-apa dia hanya diam sembari terus menatap wanita tersebut, dari cara wanita itu bermanja-manja dengan Raymond sudah dapat dipastikan jika mereka pasti memiliki sebuah hubungan, ataukah wanita itu adalah wanita Raymond juga? belum sempat melanjutkan asumsinya, lamunan Rara sudah dibuyarkan ucapan sang Tuan."Pergilah Lalita!" Terpancar rasa tidak senang akan kehadiran Lalita."Enggak mau Tuan, saya ingin merawat anda." Dia bersikeras ingin merawat sang Tuan. Keadaan Raymond yang masih lemah membuatnya malas mendebat Lalita, lagipula hanya merawat saja apa salahnya, toh mungkin selesai merawat wanita itu akan pulang."Apa Tuan Raymond sudah makan?" Tatapan Lalita mengarah pada Rara yang sibuk dengan obat-obatan sang Tuan."Belum Nona," jawab Rara tanpa menatap Lalita."Bagaimana sih kok belum dikasih makan!" Seolah perhatian, Lalita mencaci Rara yang justru dari sinilah dia malu sendiri karena beberapa saat kemudian petugas rumah sakit masuk membawa sarapan."Ini
"Aku bilang pergi." Suara lirih namun penuh penekanan membuat Lalita diam dan segera memakai pakaiannya kembali. Sebelum dia pergi, satu kecupan mendarat di pipi Raymond yang tanpa Raymond sadari lipstik tebal Lalita menempel. Di dalam kamarnya, Rara duduk dengan raut wajah yang kesal, kehadiran Lalita mengganggu pikirannya. "Apa yang kamu pikirkan." Suara bariton Raymond membuyarkan lamunan Rara. "Siapa lagi kalau bukan wanita itu," celetuknya, Rara yang sadar jika suara itu adalah milik Raymond segera menutup mulutnya. "Apa kamu cemburu?" Matanya menyelidik sambil tersenyum tipis. Dengan segera Rara menggelengkan kepala, dia menepis tuduhan sang Tuan terhadapnya. "Mana mungkin saya cemburu Tuan, dari segi apapun saya kalah dengan Nona tadi." Raut wajah Raymond kini berubah, entah mengapa ada rasa sakit tersendiri ketika Rara menepis jika ada rasa cemburu. "Oh." Respon singkat penuh rasa kecewa. Sehari sudah cukup untuk pura-pura sakit karena bagaimana pun juga pekerjaan di k
Tubuh Rara bergetar hebat, dia tidak menyangka jika Raymond akan mengecek ponselnya. Tak tahu harus menjawab apa Rara menunduk sambil menetralisir rasa takutnya. "Kenapa!" Suara dingin penuh penekanan dan amarah. "Ma-maafkan saya Tuan." Lagi-lagi kata maaf yang keluar dari mulut Rara. "Aku tak butuh kata maafmu, sekarang bilang kenapa kamu begitu berani meramaiku dengan nama seperti ini?" Tatapannya begitu tajam, membuat tubuh Rara seketika melemas. "Ampuni saya Tuan, saya akan menggantinya. "Dia berusaha mengiba pada Raymond. Melihat Rara yang mengiba membuat amarah Raymond meluruh, lalu dia memberikan ponsel tersebut pada Rara. "Cepat ganti!" Dengan cepat Rara mengganti nama Raymond di ponselnya. 'Tuan Tampan' Rara rasa itulah nama yang pantas untuk Raymond karena memang Raymond sangat tampan. "Kamu namai siapa?" "Tuan Tampan," jawab Rara lirih. "Kurang lengkap," protesnya. Tak tahu harus menambah apa lagi akhirnya Rara bertanya pada Raymond, "Tambah apa lagi Tuan?" "Asta
Pelan-pelan Raymond menutup pintu, dia tidak ingin gadisnya terganggu dengan kedatangannya. Dia duduk sejenak di sofa sambil meregangkan otot-ototnya tak lupa menyulut rokok untuk menghilangkan penat. Sembari merokok, kedua netranya menatap gadis yang tidur terlelap di atas ranjangnya kemudian dia buru-buru mematikan rokoknya yang baru dinikmati separuh Tidur dengan memeluk Rara sudah menjadi kebiasaan bagi Raymond, dia tidak bisa tidur tanpa guling hidupnya tersebut. Keesokan paginya, keduanya sama-sama membuka mata, tau dirinya dipeluk, Rara dengan lembut meminta Raymond untuk menyingkirkan tangannya. Tak ingin harga dirinya jatuh, Raymond segera menyingkirkan tangannya, dia juga membuat statemen yang menunjukkan kebalikannya dengan mengatakan jika Rara yang menggodanya semalam. "Kamu yang memintaku untuk mendekat dan memelukmu." Seketika Raymond gugup. Tuduhan keji Raymond membuat Rara kesal, tidak mungkin jika dia yang meminta hal tersebut, karena setiap malam dia tidur hamp
Berbeda dengan hari kemarin, hari ini Raymond nampak bersantai di rumah. Dengan memakai baju kasual dia mengajak Rara untuk bersantai sejenak di taman belakang rumah. "Anda tidak bekerja Tuan?" Sedari tadi dia memendam pertanyaan ini. "Tidak." Jawaban yang sangat singkat, padat dan jelas. Tujuan Raymond mengajak Rara bersantai di taman adalah untuk mempertanyakan keinginan si gadis, apakah dia benar-benar ingin kuliah. "Apa kamu begitu ingin kuliah?" Kedua netra Rara terperangah menatap sang Tuan, kerutan-kerutan turut muncul di dahinya. "Iya Tuan, saya sangat ingin kuliah karena itulah tujuan saya datang ke kota." Raymond tersenyum, tentu setelah mendengar jawaban Rara niatnya untuk menguliahkan gadisnya semakin kuat tapi tentu semua tidak cuma-cuma karena ada balasan atas semua kebaikannya. "Aku akan menguliahkan kamu tapi dengan syarat." Lagi-lagi Rara terperangah sembari bertanya, "Apa Tuan?" Melihat antusias Rara, senyuman licik terukir di kedua bibirnya, yang dia butuhkan
Semalaman Raymond begadang mencari universitas terbaik untuk gadisnya, dia mengantongi beberapa universitas unggul dengan mencetak lulusan terbaiknya. Pukul dua dini hari Raymond menghubungi David, pagi buta asisten itu disuruh datang ke rumahnya guna membahas fakultas kedokteran terbaik di tanah air. "Ada masalah penting kah Tuan sehingga pukul dua dini hari anda meminta saya datang kemari?" tanya David sambil menahan rasa kantuknya. "Sangat penting." jawabnya. Dia menyodorkan berkas beberapa fakultas kedokteran terbaik, dan tugas asistennya adalah mencari fakultas yang terbaik diantara nama-nama kampus itu. Melihat berkas itu, rasanya ingin sekali David berteriak, dia disuruh datang hanya untuk memilih universitas yang menyediakan fakultas terbaik. "Tuan kenapa tidak membicarakan hal ini besok saja." Mulutnya terus menguap. "Tidak bisa," sahut Raymond yang seolah tidak peduli dengan asistennya yang sangat mengantuk. Satu persatu David membaca tulisan yang ada di kertas terseb
Hari yang ditunggu Rara telah tiba, saking senangnya subuh dia sudah bangun untuk menyiapkan segala sesuatunya hingga dia lupa menyiapkan keperluan Tuannya. "Hari pertama, sudah melupakanku." Sindiran Raymond keluar untuk wanitanya. Seketika tubuh Rara mematung, dia benar-benar lupa jika belum menyiapkan air, pakaian dan juga aksesories sang Tuan. "Maafkan saya Tuan, saya lupa." "Kemarilah." Dia mengkode Rara untuk mendekat. Meninggalkan buku-bukunya, Rara mendekat duduk di samping Raymond. "Setiap melakukan kesalahan kamu harus dihukum." Terdengar lembut tapi mencekam. Sontak Rara menggeleng, dia yang sudah siap enggan untuk menerima hukuman nikmatnya. "Maafkan saya Tuan tapi saya sudah siap berangkat ke kampus." Dengan tatapan puppy eyes, Rara berusaha mengiba pada sang Tuan. "Saya janji nanti malam akan membayarnya Tuan." bujuknya. Raymond setuju melepaskan Rara pagi ini tapi nanti malam Rara harus membayar hutangnya. "Bayar dua kali lipat." Tak ingin mendebat Raymond Rara
Di pagi hari Rara sudah berkutat di dapur, rencananya pagi ini dia ingin memasak nasi goreng untuk sang Tuan sekalian bekal untuk dibawa ke kampus."Apa makanan ini aman Nona?" Entah ke berapa kalinya pelayan dan Koki bertanya keamanan makanan yang dia buat."Kenapa kalian selalu bertanya pertanyaan yang sama setiap harinya," protesnya dengan marah. Koki dan pelayan menunduk, mereka hanya memastikan jika makanan buat Rara aman untuk sang tuan."Maafkan kami Nona, tugas kami adalah memastikan jika makanan untuk Tuan Raymond aman."Rara menjelaskan kepada pelayan dan koki jika yang dimasaknya benar-benar aman bahkan gizinya juga sudah Rara perhitungkan."Dia juga Tuanku jadi mana mungkin aku memberikan makanan yang tidak layak." Dengan raut wajah kesal Rara membawa makanannya keluar.Hampir setiap hari Rara memasak untuk Raymond dan selama itu pula Raymond baik-baik saja, Seharusnya juga sudah bisa menjadi pertimbangan untuk Koki maupun pelayan.Selepas menyajikan makanan yang dibuat di