"Apakah masih sakit?"Gadis itu mengangkat wajahnya untuk menatap pria yang kini berdiri di hadapannya. "Maksudmu?"Ganesha menyodorkan sebotol air mineral ke hadapan Geisha. "Apa ...." Pria itu melirik pada kaki Geisha yang tersilang duduk di sofa ruang tamu apartemennya. "... rasanya masih sakit?""Apa yang terasa sakit? Aku tidak mengerti maksudmu." Geisha kesulitan membuka penutup botol mineral yang masih baru tersebut. Membuat Ganesha kembali merebut botol itu, lalu membukanya untuk Geisha."Genitalmu."Geisha yang tengah menenggak air mineral itu pun hampir tersedak mendengar ucapan Ganesha. Gadis itu terbatuk-batuk. Membuat sebagian air yang masih ada di dalam mulutnya tersembur dan membasahi pakaiannya."Dasar ceroboh," komentar Ganesha seraya meraih tisu di meja untuk membantu mengusap dagu, leher, serta pakaian Geisha yang basah. Ia berlutut di hadapan gadis itu."Menyingkir!" Geisha memekik kala tangan Ganesha bergerak mengusap pakaiannya di area dada. Ia bahkan menampik tan
"Siapa gadis ini, Ganesh?" Nyonya Clarissa yang sudah duduk di sofa itu pun kembali bertanya kepada putranya. Ia menatap Ganesha yang kini duduk bersebelahan dengan Geisha."Saya ....""Dia sekretaris baruku di kantor!" sela Ganesha dengan cepat, memotong ucapan Geisha."Oh .... Ibu pikir, dia kekasih barumu." Wanita paruh baya itu menitikkan pandangannya ke arah gadis yang duduk di samping putranya.Geisha menundukkan kepalanya. Ia merasa kurang nyaman dengan tatapan intens yang Nyonya Clarissa layangkan pada dirinya.Ganesha tersenyum sinis tatkala memalingkan wajahnya ke samping."Bagaimana kondisi kantor, Nona ...?" Nyonya Clarissa masih menatap Geisha yang masih enggan terlibat kontak mata dengannya.Geisha tergagap mendengar pertanyaan dari ibunya Ganesha. Gadis itu tak tahu harus menjawab apa, sebab dirinya tidak tahu menahu perihal dunia kerja. Ia hanyalah mahasiswi semester lima sebelum ini. Sebelum dirinya dikeluarkan sebab tak bisa membayar tunggakan biaya."Untuk apa Ibu be
Dua bulan sudah berlalu semenjak Ganesha membawa Geisha berkunjung ke rumahnya. Kini, kondisi gadis itu sudah jauh lebih baik. Ia juga tidak takut lagi pada Ganesha. Mungkin, Geisha sudah sedikit lebih terbiasa dengan hari-hari baru yang kini tengah ia jalani.Sore itu, Ganesha membawa Geisha pergi ke sebuah pusat perbelanjaan. Pria itu hanya berniat menyenangkan hati Geisha saja. Biasanya, perempuan akan senang bila diajak berbelanja, bukan?"Kenapa kau diam saja? Cepat pilih!" desak Ganesha pada gadis yang masih termangu di sampingnya. Mereka tengah berada di salah satu store pakaian bermerek yang cukup ternama. Ganesha berniat membelikan beberapa potong pakaian untuk Geisha. Namun, gadis itu justru tak kunjung memutuskan untuk mengambil pakaian yang akan ia beli.Geisha menggigit bibir bawahnya dengan ragu. Ia sejak tadi hanya membolak-balik jajaran pakaian yang menggantung di gantungan baju. Belum apa-apa, ia dibuat ciut saat melihat label harga yang tergantung pada label merek pak
Geisha menatap pada layar ponselnya yang terus saja berdering sejak sepuluh menit yang lalu. Gadis itu menghela napas dengan gusar. Terhitung sudah tujuh kali ia mendapat panggilan dari nomor yang sama, yaitu Ganesha. Namun, dirinya masih enggan untuk menjawab panggilan pria itu.Entah untuk alasan apa, Geisha sungguh merasa suasana hatinya memburuk sejak terakhir kali ia melihat tuannya bersama dengan wanita lain. Seharusnya, Geisha tak perlu marah ataupun kesal karena hal tersebut. Namun, gadis itu juga tak paham dengan apa yang ia rasakan saat ini. Ia merasa tertipu."Ahh!" Gadis itu kembali mendesah frustrasi seraya menyenderkan punggungnya pada sebuah pohon beringin besar di belakangnya.Beberapa saat setelah mengetahui bahwa Ganesha berjalan mesra bersama wanita lain, ia segera meninggalkan area mall. Gadis itu pergi ke sebuah taman, di mana sebuah danau kecil menjadi ikonnya."Kalau dia punya kekasih, kenapa harus tidur denganku?" gerutu Geisha dengan suara pelan. Ia menatap kos
"Eungh ...." Lenguhan panjang itu mengiringi kedua insan yang baru saja mencapai puncak nirwana."Geisha ...," bisik Ganesha dengan suara beratnya. Sementara, gadis itu masih terengah dengan napas tak beraturan di bawah tubuhnya."Katakan padaku .... Kau milik siapa?" tanya pria itu."M–Master Ganesha," lirih Geisha dengan mata yang terpejam. Pria di atasnya itu tersenyum puas."Good girl." Ganesha mengusap peluh di kening Geisha, kemudian mengecupnya sekilas. Setelahnya, pria itu segera membaringkan dirinya di samping tubuh sang gadis.Ganesha menarik selimut di ujung ranjang dengan menggunakan kakinya untuk menutupi tubuh polos keduanya. "Jangan sampai aku melihatmu menemui pria lain secara diam-diam, atau kau akan tahu akibatnya."***Pagi itu, Ganesha sudah berpakaian rapi, serta bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Ia sudah duduk di kursi meja makan, berhadapan dengan Geisha."Kau mau ikut ke kantor, hari ini?" tanya pria itu seraya menyendok makanannya.Geisha menggeleng sebag
Ganesha menghampiri meja yang ditempati oleh Geisha dan Samuel. Tangannya lantas menggebrak meja tersebut begitu ia sampai di sana. Membuat kedua orang yang duduk tersebut tersentak kaget. Beberapa orang yang berada di sekitar pun sontak memandang ke arah mereka bertiga."Kakak?" Samuel bangkit dari posisinya. Pria itu berhadapan dengan Ganesha.Geisha terkejut kala pria jangkung itu memanggil Ganesha dengan sebutan 'Kakak'. Jika dia benar-benar adik Ganesha, maka tamatlah riwayatnya. Ganesha pasti berpikir bahwa Geisha sudah menggoda adiknya, atau lain sebagainya."Apa yang kau lakukan di kantorku?" desis Ganesha dengan tatapan tajam ke arah Samuel, sementara Geisha mengatupkan mulutnya rapat-rapat, tanpa berani menyela."Aku bertemu dengan gadis ini," tunjuk Samuel pada Geisha.Gadis itu terbelalak."Oh .... Jadi, kau yang menghubunginya kemarin?" Ganesha menatap berang pada Samuel. Kemudian, ia melirik sekitarnya. Orang-orang di sana masih menatap ke arah mereka bertiga.Pria itu me
"Aku mencarimu ke mana-mana," kata Sandra sembari bergelayut manja di lengan Ganesha. Mengabaikan keberadaan Geisha di sana. Ganesha menghembuskan napasnya perlahan. Ia sedikit melirik ke arah Geisha yang sudah bergeser ke belakang, kemudian menekan tombol untuk menutup pintu. "Aku ingin berbelanja," ucap Sandra dengan suara mendayu-dayu. "Bukankah kemarin sudah?" sahut Ganesha. Sandra mengerucutkan bibirnya. "Berbelanja ke luar negeri, maksudku." "Heish ...." Ganesha melangkah keluar begitu pintu lift terbuka di lantai tujuh. Sandra masih menggelayuti lengannya, sementara Geisha berjalan di belakang mereka berdua. Mereka masuk ke ruangan Ganesha bersamaan. "Jangan bersikap seperti ini di area kantor, Sandra." Ganesha menepis pelan wanita yang menempel pada lengannya tersebut. Ia merasa sedikit tak enak hati karena di sini juga ada Geisha. "Biasanya tidak apa-apa," protes Sandra. "Ada sekretarisku. Tolong jaga sikapmu," pinta pria itu. Sandra mendengus. Ia lantas melirik sinis
"Kau tidak pergi ke kantor?" tanya Geisha yang baru saja melihat Ganesha menyusulnya ke dapur dengan pakaian santai. Padahal, jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Tidak biasanya pria itu belum bersiap.Ganesha berdehem pelan, sebelum akhirnya menjawab, "Aku sedang tidak ingin pergi.""Kenapa? Bukankah kau harus menyelesaikan pekerjaan secepatnya, sebelum akhirnya mengambil libur untuk menemani kekasihmu berlibur ke luar negeri?" cecar gadis itu. Suara pisau beradu dengan papan talenan. Geisha tengah memotong sayuran dengan bentuk dadu."Tentang pekerjaan, biarlah menjadi urusanku. Kau tidak perlu ikut campur," sahut Ganesha malas.Geisha tersenyum masam. "Tidak ada yang ikut campur. Aku pun hanya bertanya. Kalau tidak mau menjawab, ya sudah. Lagi pula, aku juga tidak terlalu peduli dengan kegiatanmu."Ganesha meradang. Pria itu mengepalkan tangannya kuat-kuat saat mendengar ucapan Geisha. Setelah pertengkarannya dengan gadis itu semalam, ia langsung saja masuk ke kamarnya, tanpa men