Dua minggu berlalu dengan cepat, setiap pagi, sebelum Manda berangkat kuliah, Manda selalu datang mengunjungi kantor Vicky. Sudah dua minggu dia tidak pernah bertemu dengan tunangannya, sudah dua minggu pula Vicky tidak menjawab panggilan teleponnya.Entah sudah berapa ratus pesan yang dia kirimkan kepada Vicky, tak ada satu pun yang mendapatkan balasan.“Vicky...,” lirih Manda dengan raut wajah yang terlihat sangat sedih.Manda masih tidak mengetahui alasan mengapa Vicky memperlakukannya seperti ini. Dalam pikiran Manda, tidak mungkin Vicky mengetahui hubungan terlarangnya bersama Giyan sewaktu berada di Bogor.Devita yang sudah dua minggu ini terus memperhatikan Manda, mulai merasa iba kepada gadis cantik itu, Devita juga mulai sedikit menyalahkan Vicky yang sikapnya tiba-tiba berbalik 180 derajat kepada Manda.Devita meletakkan beberapa dokumen yang berada di tangannya ke meja, kemudian menghampiri Manda yang sedang tertunduk lesu di ruangan Vicky.“Nona Manda,” sapa Devita dengan
Sejak bertemu kembali dengan Vanya, di jam makan siang, Vicky pasti akan menyempatkan waktu agar bisa makan siang bersama Vanya, sesekali Adelia juga ikut makan siang bersama mereka. Seperti siang ini, di mana mereka bertiga makan siang di salah satu restoran ternama di kota Jakarta.Walaupun Vicky dan Vanya sudah terlihat layaknya sepasang kekasih, Vicky sendiri belum pernah secara resmi meminta Vanya untuk menjadi kekasihnya. Hal itu karena dia masih terikat dengan statusnya yang masih bertunangan dengan Manda.Setelah mengantar Vanya dan Adelia kembali ke Showroom Eddy, Vicky mengemudikan mobilnya kembali ke kantor. Ketika dia sedang dalam perjalanan pulang menuju kantornya, dia mendapat telepon dari salah satu orang kepercayaan Efendi. Orang itu mengatakan jika kondisi Efendi semakin memburuk dan ingin segera bertemu dengan Vicky.Mendengar kabar itu, Vicky langsung menghubungi Barry untuk mengantarnya ke kediaman Efendi yang berada di Bogor.Beberapa saat berlalu, kini Vicky sud
Walaupun Eddy sudah memintanya untuk liburan selama sebulan penuh, Vanya tetap saja merasa tidak enak kepada rekan kerjanya yang lain.Dua minggu setelah kejadian yang menggemparkan showroom milik Eddy. Vanya pun memutuskan untuk kembali bekerja. Dia juga meyakinkan Eddy jika Barry tidak akan lagi membuat pesanan tiba-tiba seperti waktu itu.Hari ini, Vanya mengajak Adelia untuk menginap di tempat kostnya. Menghabiskan malam dengan menonton serial film drama kesukaan mereka.“Adelia, kamu jadi kan menginap di tempatku?” tanya Vanya yang sedang bersiap untuk pulang.“Iya Kak, aku juga sudah membeli beberapa amunisi untuk menonton film drama,” jawab Adelia sambil menunjuk bungkusan yang berisi bermacam-macam makanan ringan.“Good job!” Seru Vanya sambil tertawa kecil.Ting!!Bunyi notifikasi pesan masuk terdengar dari ponsel milik Vanya.Dia langsung tersenyum ketika melihat nama Vicky sebagai pengirim pesan, namun senyumannya menghilang setelah membuka pesan yang dikirim Vicky.[Vicky]
Vicky sudah tiba di kediaman orang tua Vanya, rumah tingkat berukuran 8 kali 12 meter, dengan 2 kamar tidur di lantai bawah dan satu kamar tidur lagi di lantai atas. Sangat kecil jika di bandingkan dengan rumah pemberian Kakek Efendi kepadanya, namun entah mengapa ada perasaan nyaman ketika pertama kali Vicky menginjakkan kakinya di rumah itu.Ruang tamu dan ruang keluarga bagaikan museum galery Vanya, semua foto yang menempel di tembok kedua ruangan itu adalah foto Vanya.Vicky tidak berhenti tersenyum ketika melihat foto-foto yang ada di situ, foto dari Vanya masih TK, sampai Vanya wisuda semua berada di tembok itu.Melihat foto Vanya dari masa ke masa membuat Vicky kembali mengagumi kecantikan dari wanita pilihannya itu.Bima ikut bergabung dengan Vicky, berbincang-bincang santai bersama Vicky sambil membahas putri semata wayangnya yang sangat dia banggakan.Setelah puas melihat foto wanita pujaannya, Vicky menghampiri Utari yang terlihat sibuk memasak di dapur. Bunyi peralatan ma
Vicky benar-benar dibuat kewalahan dengan sikap Vanya, dia takut jika dia tidak bisa mengontrol dirinya. Vanya yang tiba-tiba menjadi agresif terus berusaha melumat bibirnya."Astaga... Vanya! Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau saat ini Kita berada di rumahku..!!" batin Vicky, beruntungnya karena sedang berada di rumah orang tua Vanya sehingga dia masih bisa menjaga pikirannya agar tetap waras.Dia tidak ingin mengecewakan kepercayaan yang diberikan oleh orang tua Vanya, akan sangat bodoh jadinya jika kedua orang tua Vanya tiba-tiba melihat mereka beradegan seperti itu.Berkali-kali dia berusaha menghentikan Vanya, namun begitu dia berhasil menjauhkan Vanya darinya, wanita cantik itu akan kembali memeluknya dan mencoba mencium bibirnya. Vicky berpikir sejenak, tiba-tiba sebuah ide muncul dikepalanya.Sambil tetap berada di pelukan Vanya, Vicky balik memeluk dan mengangkat Vanya ke tempat tidur, dia lalu merebahkan tubuh Vanya yang masih terlihat sangat-sangat bersemangat.Vick
Sudah seminggu berlalu sejak Hendro dan Efendi kembali bertemu, Vicky dan Vanya pun sudah kembali ke Jakarta. Setelah kejadian itu, hubungan Raka dan Vicky menjadi sangat dekat layaknya saudara, di mana Raka selalu memberikan update kepada Vicky terkait perkembangan kondisi kesehatan Efendi.Dari informasi yang diberikan oleh Raka, kondisi Efendi sudah sedikit membaik, Raka dan ayahnya setiap hari selalu mengunjungi dan merawat Efendi.Di salah satu mall yang berada di Jakarta, Vanya yang sedang jalan bersama Vicky terus tersenyum sambil memandangi foto yang baru saja mereka ambil di photoboth.“Wow, bukankah kita berdua terlihat seperti pasangan sungguhan!” Vanya berseru sembari menunjukkan foto itu kepada Vicky.Vicky tertawa mendengar ucapan Vanya, “Hahaha, sayang, bukankah kita memang adalah pasangan,” goda Vicky sembari mencubit mesra pipi Vanya.“Oh Iya... lupa,” balas Vanya tertawa pelan.Hari ini mereka berdua terlihat sangat serasi, mereka berdua kompak menggunakan Jaket den
Beberapa karyawan di tempat Vicky mulai merasa aneh dengan sikap Vicky, akhir-akhir ini Vicky terlihat terburu-buru dalam memberikan materi kepada mereka. Devita yang sudah sangat mengenal Vicky pun juga merasakan hal yang sama.Devita merasa jika Vicky mempercepat beberapa langkah dalam memberikan materi dan arahan kepada bawahannya, bagi Devita itu terasa seperti Vicky akan meninggalkan mereka.Apa yang dikhawatirkan Devita memang benar, dua minggu lagi Vicky akan mengundurkan diri dan meninggalkan Prakarsa Wira Kanigara , oleh karena itu Vicky mempercepat progres pembelajaran karyawannya sebagai hadiah kenang-kenangan darinya.Sesaat setelah Vicky mengakhiri meeting, ponsel Vicky berdering, dia melihat nama Raka di layar ponselnya.“Hal-”“Vicky Kakek Efendi...,” sela Raka yang langsung memotong ucapan Vicky di selingi suara isak tangis.Vicky menunduk, matanya berkaca-kaca, dia langsung dapat mengetahui apa yang ingin disampaikan oleh Raka.“Saudaraku... aku mengerti, aku akan lan
Vicky tampak kaget ketika bertemu dengan anak Tono yang ternyata adalah Nina, pegawai kasir yang selalu dia temui ketika mengunjungi Cafe Cool. Selama beberapa bulan ini hubungan Vicky dan Nina sudah sangat dekat, Vicky bahkan sudah menganggap Nina seperti adiknya sendiri, begitu pun sebaliknya, Nina juga sudah menganggap Vicky seperti Kakaknya sendiri.Beberapa bulan ini Nina sering bercerita kepada ayahnya jika dia memiliki teman pria yang sudah dia anggap seperti kakak sendiri.Tono selalu merasa was-was ketika mendengar itu, dia takut jika putrinya diperdaya oleh pria berengsek. Namun, hari ini akhirnya dia mengetahui jika pria yang dimaksud putrinya adalah Vicky.Keceriaan Nina ketika bertemu Vicky langsung sirna dan berubah menjadi tangisan, ketika diberitahu oleh ayahnya jika Efendi, orang yang dulu sering dia panggil kakek ternyata baru saja meninggal.Dalam perjalanan menuju kediaman Efendi, Nina terus menangis ketika mengingat kebaikan dan keramahan Kakek Efendi kepadanya.B