Luther mengamati Lola dalam diam. Dia sangat tak tega melihat kondisi Lola yang agak kurus setelah lama dia tak melihatnya."Apakah selama ini dia juga makan dengan porsi sedikit? Kulihat badannya bertambah kurus dalam beberapa hari," gumam Luther yang sedang memperhatikan Lola, " ... atau mungkin aku yang kurang memperhatikannya selama ini?"Tiba-tiba Lola bergerak sedikit, mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang. Tubuhnya gemetar. Luther berpikir jika gadis itu mungkin merasa kedinginan. Dia pun bergegas pergi ke kamar Lola lagi sembari menutup hidung untuk mengambilkan selimut."Aku tak tahu bau busuk itu muncul dari mana. Besok setelah semua selesai, aku akan menyuruh kepala pelayan mengecek dari mana asalnya."Luther pun kembali ke ruang keluarga. Dia menyelimuti tubuh Lola secara perlahan, tak ingin membuat gadisnya terbangun. Setelah yakin Lola merasa nyaman dalam tidurnya, dia pun kembali ke kamarnya lagi karena besok dia harus melakukan sidak terhadap para pelayannya.Eso
"Lalu apakah ada lagi yang memiliki bukti lain untuk disampaikan? Aku membutuhkan banyak sekali bukti untuk bisa menentukan keputusan."Sekarang, koki yang bekerja di mansion lah yang angkat bicara. Luther memberi kode pada sang koki untuk bicara."Tuan, saya ingin memberikan kesaksian. Jadi dalam beberapa hari kemarin selain pelayan, kami para koki juga diperintahkan melakukan hal yang aneh oleh Nyonya Barbara.""Hal aneh? Hal aneh apa itu?" tanya Luther."Nyonya Barbara menyuruh kami untuk membedakan menu makanan antara Nyonya Barbara dan Lilian dengan Nyonya Lola. Nyonya Lola bahkan beberapa kali tidak diberikan makanan oleh mereka," jawab sang koki.Luther kini terlihat melotot seakan tak percaya dengan penuturan kokinya tadi. "Apa? Barbara sampai melakukan hal sejauh itu? Lalu menu makanan apa yang kalian berikan pada Lola beberapa hari ke belakang?""Kami memberikan menu ala pedesaan, Tuan. Sepanci besar sup kacang-kacangan, pasta dan sayuran kaleng. Sup kacang itu harus dihabis
Luther merasakan jantungnya hampir terhenti begitu melihat gadisnya terkapar tak sadarkan diri saat dia kembali. Ketakutannya tiba-tiba hadir dan menghantui. Luther mendadak pucat melihat Lola yang masih tak merespon panggilan darinya."Lola! Bangunlah! Hei, apa yang terjadi?" teriak Luther panik.Luther memperhatikan sekelilingnya. Di mansion itu tak dia temui Barbara maupun Lilian. Sementara di sekitar Lola, terdapat banyak alat kebersihan. Rupanya Lola masih memaksakan diri untuk membersihkan mansion dikala kondisi tubuhnya sedang tidak prima.Tanpa banyak berkata lagi, Luther langsung mengangkat tubuh Lola yang terkulai itu, menggendongnya dan membawanya menuju ke kamarnya. Lola dibaringkan di atas tempat tidur Luther yang nyaman. Luther memeriksa suhu tubuh Lola yang ternyata sangat tinggi saat itu."Hampir empat puluh derajat," gumamnya. "Jeremy, tolong ambilkan aku obat demam dan kompres dingin!""Baik, Bos!" Jeremy langsung berlari mencari kotak P3K yang tersedia di mansion.S
Barbara dan Lilian berdiri dengan gugup di depan pintu mansion. Begitu kembali malam itu, mereka mendapati ada mobil Luther yang sudah terparkir rapi di garasi."Bagaimana ini, Lilian? Aku takut sekali menemui Luther," gumam Barbara sambil terus memainkan jemarinya yang saling bertautan."Aku juga bingung, Barbara. Tapi Tuan Luther tidak mungkin mencurigai kita. Lagipula, dia juga tidak memiliki bukti akan perbuatan kita terhadap Lola," timpal Lilian yang sama resahnya seperti Barbara."Benar juga, tapi tetap saja .... " Ucapan Barbara mendadak terpotong."Ini juga sudah sangat malam. Tuan Luther mungkin saja sudah beristirahat di kamarnya. Kita masih memiliki waktu untuk mengarang alasan." Lilian memberikan pendapatnya.Barbara terdiam meskipun dia masih tidak merasa tenang. Sampai Lilian harus kembali meyakinkan Barbara setelahnya."Jadi percaya saja lah! Jangan terlalu takut! Kalau kau takut terus, kita tidak akan pernah bisa masuk ke dalam mansion. Kau mau tidur di sini semalaman?
"Kumohon! Maafkan kami, Luther!" Barbara mulai panik dan semakin memohon kemurahan hati Luther. "Tuan Luther, tolong ampuni kami!" Lilian juga berusaha meminta maaf."Pergi kalian semua sekarang dari ruangan ini! Aku tak mau melihat kalian!" perintah Luther dengan sangat keras. "Jangan pernah menggangguku, menyapaku, apalagi menjilatku!""Luther!" Barbara rupanya merasa sangat keberatan dengan ucapan Luther tadi."Apalagi jika kalian kembali berbuat onar dan menyakiti Lola seperti saat ini, aku benar-benar tak akan mau melihat kalian selamanya!" tambah Luther tanpa melihat kedua wanita itu selamanya. "Pergi kalian!"Barbara dan Lilian sudah tidak memiliki alasan lagi untuk menyela. Mereka langsung meninggalkan ruangan kerja Luther menuju ke kamar mereka masing-masing. Sementara Luther terlihat benar-benar kalut saat ini."Sial! Kenapa akhirnya jadi seperti ini?" gerutunya.***Lola mengerang kecil, perlahan membuka mata. Dia mendapati ruangan temaram yang berbeda dengan kamar milikny
"Luther," panggil Barbara. "Aku tahu kau masih tidak ingin menemuiku. Tapi, apakah harus seperti ini?"Luther melirik Barbara dengan tatapan kesal. "Maksudmu?""Ya ... maksudku begini. Kau marah padaku dan Lilian. Kami menerimanya. Meskipun begitu, apakah harus berlarut-larut seperti ini? Hanya karena seorang gadis asing yang baru saja masuk ke dalam mansion ini?" lanjut Barbara dengan cukup berhati-hati."Hanya? Kau pikir, dia itu hanyalah seorang gadis asing dengan asal usul tidak jelas?" Luther terlihat tersinggung oleh perkataan Barbara."Kalau memang dia bukan sembarang gadis, coba katakan padaku. Siapa dia? Dari mana asalnya? Siapa keluarganya? Apakah sebanding denganmu? Lalu apa artinya dia untukmu?" Barbara seolah mempertanyakan kebenaran mengenai Lola.Luther menepuk keningnya sendiri. Padahal beberapa bulan lalu dia sudah menegaskan pada Barbara jika dia tak ingin Barbara mempertanyakan lagi mengenai hal itu. Terlebih Lola itu adalah gadis yang dia beli seharga satu juta dol
Barbara mulai menyusun rencana dari hal terkecil sampai yang terbesar. Hal yang terkecil adalah dia akan tetap menjalin hubungan baik dengan Lilian, karena setidaknya itu bisa sedikit menghindari konflik antara mereka di masa depan. Kemudian, dia akan tetap bersikap patuh dan baik seperti Barbara pada biasanya."Ya. Dengan begitu, bisa saja Luther akan lebih mempercayaiku. Dia akan kembali mempercayakan semuanya ke tanganku."Akibat dari perbuatannya dan Lilian sebelumnya, Luther mulai menghandle semua urusan sendirian. Urusan mansion yang biasanya dihandle oleh Barbara, kini diambil alih semuanya oleh Luther. Itulah yang membuat Luther terlihat sangat sibuk dan tak jarang begitu kelelahan."Sebisa mungkin aku juga harus mengompori Lola, supaya melakukan berbagai kesalahan di hadapan Luther," lanjutnya. "Jika semua sesuai rencana, aku akan bisa melakukan gebrakan terakhir. Cara kotor yang aku rasa ampuh untuk membuat Luther bertekuk lutut."Barbara menghempaskan dirinya di tempat tidu
Barbara menghubungi seorang kenalan lama yang dulu pernah bekerja sama dengannya. Tak lama, orang itu mengangkat telepon dari Barbara. Barbara sangat antusias untuk menghubungi kenalannya itu."Halo, Daniel! Apa kabarmu? Masih ingat denganku?""Barbara? Barbara Thompson? Wah, apa kabar? Tumben sekali menghubungiku lagi. Kupikir hidupmu sudah sangat bahagia karena telah berhasil menjadi Nyonya Quinn," ujar seorang laki-laki dari ujung telepon yang terkesan sarkas.Barbara menjadi merasa serba salah. Dia langsung gugup seketika."Daniel, tolong jangan bahas hal ini lagi. Aku menghubungimu karena ada hal penting yang harus aku katakan. Aku memiliki pekerjaan lagi untukmu.""Pekerjaan? Pekerjaan kotor seperti beberapa puluh tahun yang lalu?" sahut Daniel secara blak-blakan. Barbara dengan cepat langsung memotong pembicaraan itu. Apalagi ada Lilian yang turut mendengarkan percakapan mereka berdua."Daniel! Tolong, aku tidak memiliki waktu untuk berbasa-basi. Aku akan menjelaskan semuanya k