Share

Siluet Masa Lalu

"Masa lalu seperti dua mata pisau. Bijaklah menggunakannya. Kadang dia bisa menjadi guru untuk menata masa depan, kadang bisa menjadi momok yang menakutkan dan membuatmu selalu ketakutan"

===================

Lintang meletakkan putrinya yang baru selesai diberi ASI di dalam box bayi yang diletakkan di dalam kamarnya. Sejenak menatap wajah mungil yang tertidur lelap. Begitu damai, tak ada beban akibat carut-marut permasalahan orang dewasa.

'Kita pasti akan baik-baik saja tanpa Ayah, Nak. Mama janji tidak akan pernah membiarkanku terlantar.'

Lintang bergumam seakan sang putri mengerti apa yang dia katakan. Pantas saja banyak orang merindukan masa kanak-kanak mereka, berharap tidak pernah tumbuh menjadi besar, lalu menua. Begitu banyak ragam masalah yang harus dihadapi orang-orang yang telah tumbuh dewasa. Mulai dari cinta monyet, pekerjaan, beban hidup, dan pergolakan dalam rumah tangga.

"Kami berhubungan delapan bulan yang lalu."

"Apa? Kau mengkhianatiku saat aku berjuang hidup dan mati melahirkan anak kita?"

Pengakuan Arsen kembali terngiang di benak Lintang membuat luka di hatinya semakin parah . Perlahan bayangan masa kecilnya melintas di depan mata seperti slide sebuah film. Almarhum sang ayah, tak pernah sekali pun membiarkan senyum hilang dari wajahnya. Apalagi sampai membiarkannya menangis. Begitu juga sang bunda selalu memeluk dan menghibur kala dia merasa sedih.. Pandangan Lintang mulai mengabut, karena air mata yang mulai tergenang di pelupuknya..

Namun, rindu pada sang ayah dia sampaikan melalui lantunan doa. Berharap bisa menjadi pelita di alam kuburnya, sementara sang bunda ... Lintang hanya mampu menekan dada yang kembali terasa ngilu, merayap perlahan melilit jantungnya.. Beberapa bulan setelah kematian sang nakhoda, wanita itu--Ibunda Lintang--berubah menjadi sangat pendiam. Tak peduli dengan orang-orang sekitar, setiap hari hanya melamun sambil menatap ke arah pintu. Sering menggumamkan hal yang tidak dimengerti oleh Lintang, yang saat itu baru saja duduk di kelas empat sekolah dasar.

Sepertinya kematian sang ayah memberi pukulan berat bagi kejiwaan sang bunda, hingga wanita empat puluh tahunan itu seakan memutus hubungan dengan dunia. Dia seolah-olah berada di dunianya sendiri. Puncaknya, suatu sore saat langit sedang mencurahkan hujan ditingkahi petir dan guruh. Lintang mendapati tubuh sang bunda tergantung di plafon rumah.

"Bunda! Bunda!" Lintang kecil histeris, dia menangis meraung-raung hingga warga berdatangan.

"Astagfirulllah! Ya Allah ...." Warga yang berdatangan sangat terkejut, mereka segera menghubungi polisi agar bisa mengevakuasi jenazah wanita malang tersebut. Tak mampu mengendalikan rasa kehilangan, membuat wanita itu lupa ada sang putri yang membutuhkan dirinya. Lintang kecil menjadi korban tindakan gegabah dari seorang yang menyimpan kesedihan terlalu dalam, lupa jika maut, rejeki, dan jodoh hak preogratif Yang Maha Kuasa.

Lintang kecil kemudian diserahkan ke sebuah panti asuhan karena tidak memiliki kerabat terdekat. Dinas sosial yang menangani kasus Lintang sebagai anak negara sengaja menjauhnya dari rumah tersebut, bermaksud agar mendapatkan penanganan atas trauma psikis yang didapat karena kehilangan yang beruntun, apalagi dia adalah saksi dari kenekatan sang bunda.

Hidup di tengah lingkungan baru, membuat Lintang kecil selalu ketakutan. Apalagi bila langit mencurahkan hujan disertai petir, dia akan meringkuk sambil memeluk kedua lutut, dan menutup telinga.. d8a menjerit histeris memanggil nama sang bunda, bila sudah begitu tak seorang pun bisa membujjuk hingga dia tertidur karena kelelahan.

Saat satu per satu anak-anak panti diadopsi oleh keluarga baru, Lintang hanya memandang dari balik tirai jendela kamar. Bukan tidak ada yang menginginkannya. Sejak awal kedatangannya, Lintang telah menarik perhatian orang tua asuh. Mata besar dan indah, hidung yang bertengger tinggi di wajah ayu, kulit putih pucat, dan rambut panjang berponi membuat dia terlihat seperti boneka Matryosh. Menggemaskan.

"Lintang, apa kamu tidak mau seperti teman-temanmu yang lain?" Ibu Panti bertanya padanya, sebab dia selalu menolak setiap Buk Rima-pemilik panti--menanyakan kesediaannya pindah ke rumah orang tua asuh.

"Aku lebih suka tinggal di sini, Buk," jawabnya pelan.

Lintang terlalu takut beradaptasi dengan lingkungan baru. Selain itu dia juga telanjur nyaman tinggal di panti tersebut. Masa remaja dihabiskan Lintang dengan belajar. Tidak pernah berleha-leha, hingga dia mampu menamatkan strata satu dengan nilai summacumlaude.

Hidup Lintang berjalan mulus tak ubahnya jalan tol. Trauma masa lalu pun perlahan mampu teredam, meski sekali-kali datang menghampiri dalam mimpi. Akan tetapi, bayang-bayang tubuh sang ibu yang tergantung semakin samar, dia tidak lagi berteriak di tengah malam, atau meringkuk di sudut ruangan saat langit memuntahkan air hujan. Lintang bahkan mulai mencintai hujan. Baginya hujan adalah anugerah, air dari langit itu selalu datang membawa kesejukan bagi semesta, dan yang paling dia sukai adalah detik-detik hadirnya pelangi, dan sisa air yang menggantung di ujung daun.

Hujan pula yang mempertemukan dirinya dengan Arsen. Saat itu hari sudah merangkak senja. Awan kelabu bergelayut di langit yang mulai terlihat mendung, Titik hujan mulai jatuh berderai perlahan. Lintang yang saat itu tengah pulang mengendarai motor, melihat seorang pria mengenakan setelan jas berdiri di pinggir jalan dalam keadaan bingung dan berusaha menyetop setiap kendaraan yang lewat dengan wajah kalut, sambil sesekali melirik jam di pergelangan tangan.

Entah angin apa yang membuat Lintang memelankan laju motornya, ketika jarak antara mereka semakin dekat. Benar perkiraan wanita tersebut. Pria berkaca mata minus itu mendekatinya setengah berlari.

"Mbak, tolong Papa saya, dia terkena serangan jantung. Mobil saya tiba-tiba mogok." Laki-laki itu memohon agar Lintang bersedia mengantarkan seorang pria paruh baya yang terlihat terkulai tidak berdaya di bangku depan, persis di sebelah kemudi.

Melihat itu hati Lintang terketuk. "Ayuk, saya antar." Dia sigap membantu dengan mendudukkan Papa Arsen di antara mereka.

"Makasih sebelumnya, Mbak."

"Tidak apa-apa, yang penting kita antar dulu ke rumah sakit." Lintang lalu memacu motornya menembus hujan yang mulai turun dengan deras. Dia juga menemani pria tersebut di rumah sakit sampai mendapat kabar sang ayah telah siuman. Pria itu menawarkan baju ganti kepada Lintang, tetapi wanita itu menolak. Setelah Arsen masuk ke dalam ruang ICU, Lintang ingat jika dia harus segera pulang, tak ingin membuat Buk Rima cemas. Wanita itu gegas pergi tanpa sempat berpamitan pada Arsen.

Satu bulan kemudian. Seorang pria paruh baya dengan setelan jas rapi, turun dari mobil range rover hitam mengkilat. Lintang mengenali pria tersebut sebagai ayah Arsen. Yang lebih mengejutkan pria tersebut adalah donatur utama dari panti asuhan yang dia tempati sekaligus penyandang dana pendidikannya selama ini. Kedatangan pria tersebut membawa lamaran untuk Lintang agar wanita itu mau menikahi Arsen, putranya.

Lintang dilema. Di satu sisi dia sangat menyayangi panti asuhan tempat dia dibesarkan dan tak ingin penolakannya berimbas pada panti. Akan tetapi, di sisi lain dia tidak bisa menikah dengan pria yang tidak dia kenal. Bagaimana keduanya akan menjalani rumah tangga jika mereka adalah orang asing yang baru bertemu dalam hitungan jam. Namun, bayang-bayang kesedihan di raut Buk Rima mengusik hati Lintang. Dia tak ingin dianggap manusia yang tidak membalas budi. Jadi, wanita tersebut memutuskan membalas kebaikan itu. Dia pikir cinta bisa datang dari terbiasa dan dia ingin membuktikannya sendiri.

Seminggu pernikahan keduanya, Lintang mengerti bagaimana sifat Arsen. Dia tipe pria romantis yang tak malu mengumbar kata-kata puitis. Sikapnya sangat manis dan bersahaja, bahkan pria yang menjabat sebagai general manajer di sebuah hotel berbintang lima itu tak sungkan turun tangan membantu pekerjaan rumah. Bahu membahu mereka membangun rumah tangga yang dibangun tanpa pondasi cinta.

Seiring waktu berlalu, Lintang jatuh cinta pada suaminya sendiri. Hanya wanita buta dan tidak peka yang tidak jatuh cinta pada pria seperti Arsen yang memiliki fitur wajah sempurna. Pun Arsen, pria itu telah jatuh cinta kala pertama melihat Lintang di tengah hujan deras itu.

Wanita itu benar-benar jatuh cinta pada sosok Arsen, hingga rasanya seluruh hati hanya tentang pria tersebut. Bersama mengarungi lautan rumah tangga dengan bahtera yang mereka bangun berdua. Tak ada yang mudah. Cobaan segera menerpa di tahun pertama. Arsen kehilangan pekerjaan karena hotel tempat dia bekerja diakuisisi oleh pemilik baru. Menjadi pengangguran membuat pria yang terbiasa parlente itu uring-uringan. Sementara sang ayah mertua tak berniat menerima Arsen di perusahaannya. Sempat bingung dengan keputusan tersebut, barulah setelah beberapa bulan kemudian Lintang mengerti, jika sikap tersebut untuk membentuk karakter Arsen yang manja karena selalu mengharap bantuan sang ayah.

Setelah setahun menjadi pengangguran, Arsen memutuskan ikut membantu usaha percetakan undangan yang dirintis Lintang sejak kuliah. Awalnya sangat sulit, tetapi berkat keyakinan dan semangat dari sang istri, percetakan mereka berkembang. Bahkan menjadi salah satu percetakan terbesar dan terkenal di kota mereka.

*

Lintang terduduk di tepi ranjang sambil menekan dada yang terasa sesak. Semua siluet masa lalu menghantamnya satu per satu tanpa jeda. Berebut keluar dari ruang ingatan yang telah dia kunci rapat. Wanita itu tergugu dalam tangis, hatinya merintih perih atas jalan hidup yang tak pernah mudah. Selalu saja pahit dan getir menjadi rasa utama yang dia cecap, tak sepadan dengan sepercik rasa manis yang hadir. Pernikahan yang dia agungkan harus kandas di tengah jalan. Tragis ... padahal lima hari lagi mereka akan merayakan anniversary pernikahan yang kelima. Lintang kembali tersenyum pahit, mengingat kado yang didapat dari suami tercinta justru sebuah kata talak, penanda runtuhnya mahligai rumah tangga mereka.

Wanita itu bergerak menuju lemari yang diletakkan di tepat di depan ranjang king size miliknya, yang dialasi seprai putih dengan motif bunga tulip berwarna kuning. Memasukkan beberapa potong pakaian yang tersisa ke dalam travel bag yang terbuka di atas ranjang. Air matanya semakin deras saat tumpukan pakaian dari lemari telah berpindah ke dalam tas. Sebentar lagi ... Lintang menghela napas panjang dan dalam, mencoba menetralisir sesak yang semakin menekan dada. Meski bibirnya yang meminta perceraian, bukan berarti dia tidak merasakan sakit. Justru luka hatinya teramat dalam.

Tanpa dia sadari, Arsen mengamati dalam diam di ambang pintu kamar. Pria itu tak berani menghampiri, sebab sadar telah menduakan cinta Lintang, membagi hati dengan wanita yang juga mencuri hatinya. Andai i waktu diputar kembali ke masa lalu, dia lebih memilih mengakui hubungan terlarang itu. Mungkin saja, Lintang tidak berkeberatan dia menikahi Anita, menjadikan wanita tersebut sebagai istri kedua.

'Aku harus mencoba membujuk Lintang sekali lagi agar mau menerima Anita menjadi istri kedua.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status