"Untuk apa kamu bertanya seperti itu, Faza? Bukankah Denny itu suamiku, dan mana mungkin aku tidak mencintai suamiku sendiri?" jawab Mira dengan tenang, lalu ia berkata, "Saat ini yang aku butuhkan adalah ketabahan untuk mengahadapi hidupku yang akan datang. Tidak perduli dengan masa sulit ini, aku akan menjalani saja hidupku. Kamu juga tahu kan kalau aku sekarang sangat kaya, yah... anggap saja sekarang aku terhibur dengan uang yang aku miliki."Melihat Mira yang tidak merasa terbebani dengan permasalahannya bersama Denny, ia sedikit tenang meskipun hal itu sangat mengganggunya."Terserah kalau begitu, tapi aku ingatkan ya, kamu jangan menyesal kalau suatu saat Denny terus membuatmu kecewa.""Iya, iya."Untuk beberapa lama mereka terdiam lalu membicarakan masalah pekerjaan. Sesampainya di rumah, Mira melihat Denny juga sudah berada di rumah. Mereka tidak saling bertegur sapa kecuali sebatas salam."Mira, bisakah kamu duduk sebentar?"Mira menoleh,
Mira hanya tersenyum kecil, merasa geli dengan sikap Denny yang antipati. 'Kapan lagi aku menggodamu, Mas,' batin Mira dan memejamkan matanya. Keesokan pagi harinya, Mira tidak mendapati Denny berada di tempat tidurnya padahal masih waktu subuh. Ia sedikit heran, akan tetapi ia mencium aroma sedap dari arah dapur.Karena penasaran, Mira berjalan ke arah dapur untuk mencari tahu. Ternyata ia mendapati Denny sedang memasak sesuatu sambil melihat ke arah ponselnya."Lagi bikin apa, Mas?"Hups! Denny terkejut dengan kedatangan Mira yang tiba-tiba sehingga spatula di tangannya terlempar ke wajahnya. Tak ayal lagi, wajah Denny belepotan cairan tepung."Haish! Bikin kaget aja. Apa kamu hantu, jalan nggak ada suaranya begitu."Mira terkekeh, Denny sangat lucu saat terkejut dan terkena tepung di wajahnya."Maaf, tapi tumben sekali kamu bangun langsung masak di dapur. Ada apa nih yang membuat kamu berubah seketika, Mas?""Loh, apa kamu lupa? Bukankah hari
"Apa tidak enak rasanya?"Wajah Mira berkerut, bingung menjelaskan rasa di lidahnya yang berbaur dengan rasa di hatinya.Maksud hati ingin memuji sang suami, akan tetapi rasa di lidahnya berontak.Melihat ekspresi Mira, Denny langsung memasukkan sepotong kue apem buatannya."Huakhh, ah..rasanya kok begini, ya?" ujarnya saat mendapati rasa asin dan pahit di kue tersebut.Mira melihat ke arah toples bumbu dapur yang terlihat berantakan. Ia bisa melihat ada toples garam halus yang terbuka dan berkurang hampir setengahnya. Sepertinya Denny mengira kalau itu adalah butiran gula."Mas, kayaknya Mas Denny salah memasukkan garam halus, Mas Denny pasti mengira itu adalah gula pasir."Denny melihat ke arah toples yang ditunjukkan Mira. Lalu iapun memicingkan matanya."Apa itu ya garam halusnya?""Iya, Mas. Itu bukan gula, tapi garam halus."Wajah Denny langsung merah, dia terlihat malu dan juga kecewa."Maaf Mir, aku gagal ya, pagi ini."Mi
Denny melihat ke arah Mira. Ah, bagaimanapun ia harus menjaga harga dirinya di hadapan Mira, istri yang tinggal dua hari ini. Ya, ia harus berpura-pura tidak terjadi apa-apa!"Oh, iya Bu. Denny pergi dulu, nanti kita bicara lagi."Lalu Denny menutup pintu mobil, menyalakan stater dan melaju meninggalkan ibunya.Mira melirik Denny. Di wajahnya terlihat kegelisahan, tapi pria itu juga berusaha terlihat tenang.Ia juga mendengar ucapan ibunya tadi, bahwa Nyonya Magdalena sudah meminjam uang dari Imas untuk membeli perhiasan. Mira merasa miris, selama ini Denny selalu jadi bantalan membayar seluruh biaya hidup keluarganya, dan pria ini dijadikan seperti sapi perah!"Mas, kok diem, ngobrol dong, kan tinggal sehari ini kita bisa ngobrol leluasa.""Eh, iya. Kamu mau belanja apa, sayang?" kata Denny kemudian."Uhmm, apa ya...ah..kalau beli baju boleh nggak?"Denny melihatnya sepintas, sebenarnya lebih tepatnya terkejut. Selama ini ia tidak pernah membeli
Denny bergerak ke tempat pakaian berwarna putih tulang, pakaian tersebut dipasang di boneka manekin. Terlihat bagus dan anggun, sepertinya cocok untuk Mira."Coba yang ini, kelihatannya bagus banget."Mira tersenyum, lalu meminta pramuniaga untuk mendapatkan pakaian tersebut dalam ukurannya.Setelah itu Mira masuk kamar pas untuk mencobanya."Mas, apa ini cocok untuk aku?"Denny melihatnya, melihat Mira memang sangat cocok memakainya."Bagus, ambil saja.""Tapi, aku juga mau yang ini ya, Mas," kata Mira dan menunjuk pada dua orang pramuniaga dengan beberapa hanger pakaian di kanan kirinya. Mungkin ada sekitar lima hanger di satu genggaman, total keseluruhan adalah dua puluh hanger. "Ini? Semua? Mira...apa kamu serius?""Mas lupa ya?"Denny menghempaskan napas berat, fix, hari ini dia mungkin akan jatuh miskin!"Ya sudah, bungkus semua dan buatkan nota untukku," kata Denny pada pramuniaga yang disambut angguka
Permintaan aneh Mira, lebih cenderung membuatnya prihatin. Ia merasa Mira mengalami depresi karena akan bercerai dengannya. Apakah ini kesalahannya? Membuat wanita ini begitu tertekan? "Mira, kalau memang itu membuat kamu senang, ambil saja. Kita beli semua perlengkapan bayi ini dan membawanya pulang. Kalau kamu menikah dengan orang lain nanti, aku berharap kamu segera memiliki seorang anak yang bisa membuatmu bahagia. Ayo, tidak usah bersedih, oke?"'Ah tidak, bagaimana mungkin aku tidak bersedih, kita bahkan bercerai karena aku tidak bisa hamil dengan cepat.'"Ya, aku akan membelinya." Akhirnya Mira memutuskan secara tegas dan yakin."Hmm, baiklah, kamu memilih mengenang kesalahanmu sendiri. Apa kamu enggak terbebani?""Apa maksudmu dengan kesalahanku sendiri, Mas?""Iya, kesalahan kamu adalah kamu tidak cepat punya anak, sehingga menjadi satu pendorong terbesar kita berpisah.""Sssttt, jangan dibahas. Kita mau bahagia har
"Ada-ada saja," rutuk Denny saat melepaskan pakaiannya untuk menyusul Mira di dalam Bathtub. "Yah, nggak rugi juga sih temani mandi istri sendiri.""Mas, gosok dong punggung aku pakai sabun, nanti aku juga bisa menggosok punggung kamu pakai sabun. Nih, pakai spon ini," pinta Mira dan menyerahkan spon mandi untuk Denny. Denny menerimanya dengan malas, tapi ia tetap melakukannya juga. "Emmh...iya Mas, iya iya di situ. Trus ke bawah dikit Mas, eh iya...gosok sedikit kuat ya Mas." Mira terus memberikan arahan untuk Denny menggosok punggungnya dengan spon.Pria itu menggelengkan kepalanya tapi juga tersenyum geli. "Kamu seperti anak kecil, Mir. Kelewat manja dan cerewet," protes Denny.Tak terasa ia juga tertawa lebar lalu membuat gerakan-gerakan menggelitik Mira. Karenanya, Mira juga mengeliat geli dan membalas perlakuan Denny dengan ikut juga menggelitiknya.Mereka menghabiskan waktu tertawa di dalam Bathub, sehingga terjadi sentuhan-sentuhan yang tidak m
Malam yang berlalu, Mira telah menempuh apa yang ia inginkan. Bahkan melewati malam yang penuh gairah, Mira merasakan hatinya bagaikan diamuk badai. Kacau dan hancur. Ia menatap sendu pria yang terbaring lelah karena apa yang mereka nikmati bersama.Mira mengambil pena, menggoreskan pena itu pada selembar surat cerai yang berada di atas meja. Surat itu telah Denny siapkan untuknya. Tak henti air matanya bergulir di pipinya. Akan tetapi itulah janji yang harus ia tepati hari ini.Mira melangkah menuju mobil yang terparkir di luar rumah. Di sana Faza telah menunggunya.Pagi hari, saat matahari mulai meninggi, Denny tersentak dari mimpinya. Ia melihat ke sekeliling yang sudah bersih dan rapi. Akan tetapi ia mulai mencari-cari sosok Mira yang tidak kelihatan."Mira! Mira!" panggilnya dan melangkah menuju dapur. Akan tetapi ia hanya mendapati sepiring nasi goreng yang hampir dingin yang sepertinya telah disiapkan untuknya."Apa-apaan ini? Apa dia sungguh menyiapk