Faza sengaja menunda kepergiannya dari Jakarta hanya untuk suatu alasan yang naif. Dia menyadari hal itu, akan tetapi tekadnya untuk membantu Mira memang tidak tanggung-tanggung. Ia berencana membantu Mira secara totalitas meskipun ia kecewa karena Mira samasekali tak melihatnya sebagai seorang pria.Kali ini rencana besarnya adalah ingin bermain-main dengan Imas. Janda muda yang selalu menjadi duri dalam rumah tangga sahabatnya. "Ya, aku bisa merasakan kalau wanita ini sangat mudah jatuh cinta sama lelaki manapun. Bahkan bertemu denganku beberapa kali saja dia mulai memberikan nomor telepon miliknya. Ah, murahan sekali," gumamnya dengan sangat percaya diri.Faza mematut dirinya di cermin dan merasa bangga dengan wajah tampannya.Pria sepertinya, yang selalu berkutat dengan pekerjaan dan buku-buku penelitian ilmiah, tidak punya waktu untuk bersenang-senang dan bergaul dengan wanita. Sekali saja mendekati seorang wanita dan segera berakhir karena merasa ter
"Sepertinya ayah lupa, kalau aku baru saja keluar dari neraka hidupku. Ronald adalah bukti kegagalan ayah dalam membahagiakan seorang anak perempuan. Kenapa ayah melimpahkan semua kesalahan kepadaku? Tidakkah ayah ingin bertanya, apakah aku...putrimu ini baik-baik saja, Ayah?" lirih Imas dengan menatap tajam ayahnya."Pernahkah ayah membayangkan apa yang kualami selama empat tahun berlalu? Ayah membuatku menderita hari demi hari, dan sekarang ayah mengatakan aku gagal?""Benar Ayah, aku gagal menjadi mimpi ayah, dan aku tidak berharap ayah memiliki mimpi itu lagi. Berhentilah untuk bermimpi menjadikan aku alat ayah!"Plakk!Suara tamparan keras seketika membuat suasana hening membeku. Bahkan Imas hanya menikmati rasa sakit tanpa bergeming.Galih, ayah Imas, meremas tangannya sendiri karena merasa menyesal atas apa yang ia lakukan. Baru kali ini ia menampar putri satu-satunya. Putrinya sangatlah penurut dulu, bahkan saat ia memaksanya menikahi Ronald yang ter
Dengan terpaksa Mira melangkah menuju perusahaan, memenuhi kemauan Denny. Mereka memang bersepakat, dengan begini Mira bisa membawa Denny untuk menemaninya kembali ke kampung halamannya. Sementara Mira juga masih menimbang, bagaimana cara merahasiakan masalah pertambangan emas yang ia dapatkan. Ia belum siap untuk menceritakan kepada Denny tentang kebenaran itu.Terlebih lagi, ia memang sudah diceraikan Denny."Selamat pagi, Pak," sapa Mira pada Denny yang duduk di belakang meja kerjanya."Selamat pagi, oh, kebetulan sekali saya sudah menyiapkan berkas kerja yang harus anda kerjakan," kata Denny berlagak formal.Mira menanggapinya dengan dingin, ia tau, Denny selalu penuh kejutan. Sehingga ia tidak akan bertindak gegabah lagi."Oh ya, diluar itu adalah meja kerja kamu, sebaiknya kamu mengetuk pintu kalau memasuki ruanganku," katanya lagi."Baik, Pak."Mira hanya mengangguk patuh, lalu keluar ruangan dengan tersenyum getir."Apa yang dia piki
"Mas, bagaimana bisa perempuan udik itu bekerja di sini? Bukankah seharusnya dia sudah kamu kembalikan ke desa? Kamu tahu kan berapa banyak uang yang sudah aku investasikan untuk kamu, dan ini balasan kamu?!" serta-merta Imas bersikap emosional, merasa Denny berbuat tidak adil kepadanya."Imas, kamu bilang apa? Masalah perusahaan tentu saja tidak bisa dikaitkan dengan masalah pribadi. Menurutku Mira cukup bagus dalam pekerjaannya. Banyak hal yang tidak bisa dikerjakan orang lain, ternyata dia bisa melakukannya dengan baik.""Oh, kamu mulai memujinya sekarang? Kamu sudah lupa bagaimana aku bertahan sampai saat ini? Kamu bilang kamu tidak pernah mencintainya, tapi kamu juga tidak mau menceraikan dia?"Imas terlihat emosi dan marah. Ia kesal dengan segala hal yang berkaitan dengan Mira, dan sekarang ia bisa melihat dengan jelas bagaimana Denny memberikan tempat untuk Mira di perusahaan."Imas, kecilkan suaramu. Tidak enak didengar karyawan yang lain.""Baik, ka
Menyadari apa yang terjadi, Mira segera menepis tangan Denny sedikit keras."Jangan Mas, jangan membuatku bingung dan tidak nyaman lagi. Ini semua sudah akhir dari perjalanan kita. Oh ya, segera berikan surat cerai kita pada Imas. Kamu yang menginginkan hal ini, untuk apa kamu bersikap plin-plan."Mira melangkah pergi, meninggalkan Denny termangu. Dia tahu, Imas juga mendesaknya semakin gencar, bahkan wanita itu hendak menarik investasi kalau tidak merasa puas dengan sikapnya. Akan tetapi, merelakan Mira ternyata cukup menyiksa batinnya."Maafkan aku," lirihnya sambil menatap kepergian Mira.*Malam hari itu, Imas dan Faza sudah berjanji untuk bertemu menikmati malam bersama. Mereka akan menghabiskan malam di sebuah club dan restoran Eropa untuk bersenang-senang. Begitulah, Imas sedang berharap menghibur dirinya setelah bertengkar dengan ayahnya dan juga merasa kesal dengan Denny.Mematut dirinya di cermin, Imas merapikan penampilannya. Dress berwarna bi
Imas membuka syalnya, meletakkan di atas meja, iapun mengambil segelas jus yang telah disiapkan Faza untuknya.Saat Faza kembali, Faza sangat terkejut karena Imas mengambil minuman yang telah ia siapkan tersebut."Sial! Bagaimana kalau terjadi sesuatu kepadanya?" bisik Faza menyesal. Ia telah menambahkan sesuatu ke dalamnya, untuk membuat Imas bergairah, meskipun porsinya sangat sedikit.Faza dengan cepat berjalan dan mengambil minuman tersebut dari tangan Imas."Ouh, aku lupa, ini terlalu banyak gula. Aku akan memesan yang baru yang rendah gula."Imas sempat terkejut, akan tetapi ia menyetujui karena jus jeruk tersebut memang terlalu manis untuknya.Seorang pramusaji dipanggil, dan Faza meminta segelas jus dengan sedikit gula.Imas sudah meminumnya hampir setengah, membuat Faza sedikit gemetar."Ada apa Faza? Kau terlihat panik?"Faza menatap Imas, sekedar melihat reaksi pada wanita itu. Lalu pandangan matanya terkunci pada potongan baju Ima
Pelukan Imas mengetat, disusul dengan hembusan nafas memburu di ceruk leher Faza. Hal itu membuat Faza meremang dan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Disisi ia terdiam merasakan gesekan kulit halus Imas di rahangnya, hatinya dipenuhi kebimbangan dengan rencana awalnya."Faza...ada apa denganmu? Bukankah kau menginginkannya? Kau ingin semua ini terjadi, Faza?" bisik Imas di telinga Faza.Imas memang tak sepenuhnya lupa, apa yang terjadi padanya pastilah ulah Faza. Akan tetapi ia tak akan mengingkari hal ini karena rasa frustasinya."Aku memang tidak layak mendapatkan cinta yang sesungguhnya, dan kamu ingin bersenang-senang bukan? Ayolah...aku membutuhkanmu, Faza," bisik Imas terus menantang Faza.Faza menatap lembut Imas, wanita itu terlihat menyedihkan di hadapannya. Akan tetapi haruskah ia sejauh ini?Pikirannya seketika terhenti saat bibir Imas telah menempel di bibirnya yang membeku. Pagutan Imas meruntuhkan keraguannya, dan pada akhirnya ia harus membalas
Benar saja, Imas masih terobsesi dengan Denny bukan? Bahkan setelah kejadian semalam, yang ada dalam pikiran Imas adalah Denny!"Iya, aku mau ketemu Denny membahas masalah pekerjaan. Oh ya, bagaimana denganmu, apakah kamu menyukai bekerja sama dengan perusahaan Denny?""Oh, masalah itu...ehmm...""Kamu bilang kalau mau saling terbuka, kamu jujur aja, apa menyenangkan untuk berinvestasi di perusahaan tersebut?"Faza tercekat dalam rahasia yang harus tersimpan rapi, seperti janjinya dengan Mira. Untuk itu, ia harus mengatakan baik-baik saja."Tentu saja, aku cuma investor, berharap perusahaan itu menyenangkan dan menguntungkan. Bagaimana denganmu?""Aku lebih dari suka. Denny dulu adalah kekasihku, aku senang dia semakin sukses. Meskipun aku kesal karena dia ingkar janji.""Ingkar janji?"Imas terdiam, menghempaskan napas berat dan memandang jauh ke lautan. Dia mengira, Denny sama dengannya, menderita di dalam sebuah pernikahan. Sehingga mereka ber