BAB 23“Bu, pesan nasi uduk komplit seporsi.” Althea mengempaskan dirinya di bangku kayu kantin kampus. Menaruh tas serta setumpuk modul yang dibawanya ke atas meja. Kantin tampak lengang mengingat ini masih jam tujuh pagi, baru ada beberapa mahasiswa saja yang datang. Kebanyakan yang sarapan di sini adalah para mahasiswa indekos yang jauh dari orang tua. Lebih memilih kantin kampus sebagai tempat bersantap mengisi perut untuk mengawali hari daripada membeli sarapan di luar area universitas. Menimbang harga yang dibanderol sangat murah, ideal juga ramah untuk kantong para mahasiswa, tetapi citarasanya tak kalah dengan yang ditawarkan di luaran. Sepiring nasi uduk komplit disodorkan ke hadapan Althea. Selain telur iris dan orek tempe, sate telur puyuh juga sate ati ampela ikut memeriahkan isi piringnya.Tanpa basa-basi, Althea melahap sarapannya dengan tak lupa mengucapkan do’a terlebih dahulu. Selalu menerapkan didikan orang tuanya yang mengharuskan berdo’a ketika hendak menyantap
Bab 24“Al, ada apa sih? Dari tadi kayak gelisah melulu? Kurang belaian ya?” Rena berbisik ke telinga Althea, sebab sejak tadi si cantik imut berambut hitam itu terlihat tidak fokus pada mata kuliah yang diikuti. Tidak ada sahutan. Althea malah terlihat gelisah sembari melirik arlojinya berulang kali. Sebelah kakinya bahkan ikut bergoyang tak tenang, amat kentara jika dirinya tengah dilanda keresahan. “Abis ini mata kuliah siapa sih?” Althea bukannya menjawab pertanyaan Rena, malah merespons dengan pertanyaan lain. “Ye, ni anak ditanya malah balik nanya,” gerutu Rena sebal. “Abis ini bagian jamnya Bu Caroline, kira-kira tiga puluh menitan lagi.” Serbuan cemas mengaburkan fokusnya. Didera rasa bersalah akibat ulah jahilnya, Althea tak bisa lagi menyerap penjelasan dosen yang sedang cuap-cuap di depan sana, terus teringat pada Zayn yang sakit diare dan sudah pasti buah dari keisengannya menabur seabrek bubuk cabai ke dalam omelet yang dibuatnya tadi pagi. Kalimat penutup dari dose
BAB 25Penguasa kelam berangsur merayapi langit. Mengusir bola api raksasa tanpa mampu berkelit. Waktunya ksatria malam bertahta di singgasana. Gagah tak terbantahkan merasuki netra. Seorang gadis terlelap dalam kubangan gelisah. Bergerak tak tenang dalam tidurnya. Mungkin saja karena ia tertidur dengan posisi duduk hanya berbantalkan kedua lengan yang bersedekap, atau mungkin juga akibat mimpinya menariknya ke sisi kelam alam tidur. Althea bermimpi. Kondisi intoleran Zayn memburuk hingga berujung kematian. Zayn meninggal dunia dan sebagai istrinya ia menjadi tersangka utama dengan tuduhan pembunuhan berencana. Motif tuduhannya adalah karena Althea serakah ingin menguasai harta kekayaan Zayn di usia muda. Dalam mimpinya ia memakai baju oranye, digiring polisi menuju mobil tahanan, dihujani cacian juga hujatan khalayak. Kiana juga ada di sana, menyumpahi dan mengejeknya tanpa ampun.Althea tersentak kaget dan langsung terbangun. Dadanya bertalu kencang, napasnya tersengal disertai ke
BAB 26Tiga hari tiga malam Zayn dirawat inap dan selama itu pula Althea membolos kuliah demi menunggui di rumah sakit. Althea ingin Zayn berada dalam jangkauan dekatnya, khawatir pengobatan tak sesuai harapan. Ia merasa perlu bertanggung jawab penuh atas ulah yang telah diperbuatnya hingga membuat korban keusilannya terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Althea merasa amat ketakutan kala melihat Zayn tak berdaya akibat menelan omelet buatannya. Bayangan jeruji besi berlalu lalang tak henti, menghantuinya tak mau pergi. Juga ada sesuatu yang baru-baru ini membuatnya enggan beranjak jauh, hal lain yang belum mampu diartikannya, menggelitiki hati juga ngilu tak terperi. Menolak niatan Mbok Sari dan Pak Tarno yang menawarkan diri untuk ikut menjaga Zayn.Ajeng dan Mahendra juga ikut menjenguk. Sedangkan Lidya sengaja tidak diberitahu berhubung sedang melakukan perjalanan bisnis ke Manado. Zayn cemas hipertensi juga penyakit jantung Lidya kumat jika mengetahui dirinya sakit. Kedua oran
BAB 27“Kenapa tidak memberitahuku kalau Zayn masuk rumah sakit?” Lidya yang baru saja tiba di rumah putranya langsung mencecar Mbok Sari yang menyambut di depan pintu. Siang ini sesampainya di bandara, Lidya langsung bertolak ke rumah Zayn. Tak mau menunda begitu mendengar kabar yang dikirimkan Adam.“Maaf, Nyonya. Den Zayn sendiri yang melarang. Khawatir hipertensi Nyonya kumat katanya,” sahut Mbok Sari sejujur-jujurnya.“Anak itu kebiasaan! Lagi pula kenapa uji nyali, kudengar dia makan makanan pedas? Sudah tahu intoleran masih saja nekat!” Lidya geram terbungkus cemas.Sebagai seorang ibu, Lidya sudah khatam dengan kondisi anaknya. Tentang Zayn yang mengidap hipersensitif saluran pencernaan pun Lidya masih ingat betul apa penyebabnya. Kala itu, Zayn yang baru beranjak dewasa terpuruk lantaran hatinya terluka teramat dalam. Sejak saat itu dia bersahabat lekat dengan kopi hitam murni. Dalam sehari bisa lebih dari lima kali Zayn meneguk cairan hitam pekat beraroma semerbak khas itu
BAB 28“Dasar bibir jahanam!” Althea menggerutu di depan cermin ruang ganti gedung klub menari. Menilik leher jenjangnya yang kini bernoda merah. Begitu pindah kuliah, Althea langsung mendaftar bergabung dengan klub tari balet sesuai dengan hobinya, begitu antusias ketika mengetahui kampus barunya memfasilitasi kegiatan kegemarannya melalui program ekstrakurikuler. Hari ini, Althea kembali ke kampus setelah membolos beberapa hari sedangkan Zayn masih beristirahat di rumah. Selepas kuliah usai ia mengikuti kegiatan favoritnya ini yang dijadwalkan seminggu dua kali. “Duh, ini gimana cara nutupinnya?” keluh si gadis cantik yang sudah mengganti pakaiannya dengan leotard itu. Raut kesal juga bingungnya mirip ibu-ibu komplek yang sedang dilanda kantong kering di saat tagihan kreditan panci sudah jatuh tempo. Saat rambutnya digelung ke atas seperti sekarang, jejak merah di sisi kanan leher yang ditinggalkan Zayn amat jelas terlihat, begitu kontras dengan kulit kuning langsatnya. Terekspo
BAB 29“Kenapa ke kampus? Dokter kan menyarankan untuk beristirahat?” tanya Althea sembari menaruh tas di meja makan begitu mereka sampai di rumah. Membuka kabinet dapur bagian penyimpanan peralatan makan dan mengambil sebuah gelas dari sana.Sepanjang perjalanan pulang keduanya terdiam kaku. Masih dilanda kecanggungan satu sama lain akibat insiden mesra yang spontan terjadi kemarin siang. Tidak ada perdebatan saling menyalahkan maupun membahas lebih lanjut, memilih bungkam karena keduanya sama-sama terbawa suasana.Kecuali saat di gedung latihan menari tadi. Drama saling mencinta dimainkan dengan apik membuat siapa pun yang melihatnya iri setengah mati. Untuk pertama kalinya Althea mengambil inisiatif terlebih dulu dan Zayn berimprovisasi memainkan perannya dengan sangat baik. Chemistry yang dibangun begitu alami, takkan ada yang mengira bahwa kemesraan mereka hanya pura-pura semata.“Aku secara pribadi meminta Bu Caroline supaya meringankan hukuman membolosmu. Kujelaskan padanya, se
BAB 30Dua buah guling yang ditaruh di tengah ranjang menjadi pemisah area tidur. Mereka sempat berdebat tentang sisi kasur yang diinginkan. Dua-duanya bersikukuh ingin berbaring di sebelah kanan. Padahal kalau dilihat-lihat tidak ada yang istimewa, semua tampak sama, kecuali tempat charger laptop juga ponsel yang memang berada di kanan ranjang. “Aku harus mengerjakan tugas dan sisi ini lebih ideal untukku kalau laptopku mulai kehabisan daya. Aku lebih nyaman dan merasa lebih fokus kalau mengerjakan tugas di kasur, bukan di meja belajar.”Penjelasan panjang lebar berbalut alasan, Althea unjukkan dan itu berhasil. Tentu saja di balik alasannya terselip maksud terselubung berkedok belajar, sebab kegigihannya tak sepenuhnya karena tugas. Althea juga ingin leluasa mencharge ponselnya demi bermain game online Mobile Legend dengan si kembar cempreng setelah tugasnya nanti usai. Zayn sempat menyuruh Althea mengerjakan tugas di ruang belajarnya saja yang bersisian dengan ruang ganti pakaian