BAB 33Pagi ini aura cerah menghiasi rona wajah Althea begitu juga Zayn. Semalam, bahkan mereka tidur berpelukan sampai pagi karena Althea terus-menerus resah sendiri setelah mengalami kejadian luar biasa di kafe. Kembali menangis dan hanya dekapan Zayn yang mampu menenangkannya. Dengan senang hati Zayn membuka kedua lengan lebar-lebar saat Althea datang ke pelukannya. Benteng tinggi yang dibangun di jiwa muramnya serta dipagari mantra luka sebagai penangkal supaya tidak ada wanita yang bisa menembus gerbang kehidupannya, malah dibuka sendiri olehnya sekarang. Mempersilakan secara sukarela untuk disambangi.Membiarkan sosok lain menempati tempat tidurnya saja sudah merupakan perubahan luar biasa untuk Zayn. Mengingat bagaimana Zayn selalu mendorong keras para wanita pemujanya supaya menjauh dari kehidupannya.Sebagai lelaki lajang mapan yang digilai kaum hawa, sudah bukan rahasia lagi banyak yang berbondong-bondong datang menawarkan diri. Ada yang tulus ada juga yang rela walaupun ha
BAB 34Rena, Reni juga Alvin sudah menunggu di ruang konseling begitu Zayn beserta Adam datang. Menyapa singkat dalam upaya menjaga tata krama. Tanpa menambah basa-basi lainya, Zayn menyemburkan tanya langsung pada inti pokoknya. “Ceritakan sejelas-jelasnya tentang insiden kemarin sore!”Ketiganya duduk bersisian. Alvin tampak santai saja sedangkan si kembar kikuk seperti anak ayam kehilangan induknya. Bulu kuduk mereka berdiri ketika menggali lagi momen absurd kemarin sore. Reni si ember bocor lah yang mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk membuka kalimat. Hanya saling menyenggol siku sampai gajah bersayap pun takkan selesai jika tidak ada yang berani memulai.Dengan kepala dingin Zayn mendengarkan begitu teliti. Setiap kalimat demi kalimat si kembar dipindai dan ditelaahnya dan dia bernapas lega setelah memastikan semuanya murni hanya refleks semata. Walaupun terkadang rasa panas menjalar di ulu hati ketika Zayn tidak sengaja melirik resleting celana Alvin, tiba-tiba saja dia m
BAB 35Wajah tampan yang baru keluar dari kamar utama begitu kacau. Berhiaskan lingkaran mata mengerikan kekurangan tidur akibat kekesalan, kemarahan, juga kecurigaan yang menjejali benaknya berjubel menjadi satu. Dini hari Zayn baru bisa memejamkan mata dan sepagi ini sudah terbangun lantaran tidurnya tak nyenyak.Dia baru selesai mandi pagi, rambutnya dibiarkan acak-acakan tanpa disisir. Saat pintu terbuka dia disambut si kucing imut yang mengeong di depan pintu meminta jatah makanannya. “Hei dasar kucing gendut. Ini masih pagi, aku pun belum sarapan tapi kamu sudah meminta jatah makanmu. Seharusnya kamu diet!” Zayn membungkuk, menceramahi Sultan yang mengeong dan menatapnya penuh permohonan. “Miaw… miaw.” Sultan mengeong manja dalam posisi duduk menggemaskan sembari menggoyangkan ekor. “Minta makan sama majikanmu sana!” Zayn berkacak pinggang dan bersungut-sungut. Sultan malah makin mendekat bukannya takut.“Eits… jaga jarak! Kita belum benar-benar saling menerima! Kamu masih da
BAB 36Di kamar utama, aktivitas dilakukan dalam diam. Hanya gemerisik pakaian yang terdengar juga bunyi peralatan make-up yang ditutup buka. Althea menghadap cermin. Memulas bibir dan menyapukan kuas bedak sembari mencuri-curi pandang melalui pantulan di depannya, sedangkan di seberangnya, si pria yang menekuk wajah tengah memakai dasi disusul arloji. Embusan napas Althea tiupkan sepelan mungkin demi mengusir atmosfer mencekik yang menyesaki seantero kamar. Baru kali ini ia mendapati Zayn dalam mode super dingin, karena sikapnya di awal-awal pertemuan cenderung ketus menjengkelkan, bukan mendiamkan.Althea merasa jantungnya seolah diremas kasar saat Zayn mendiamkannya. Ngilu merayap mengganggu di hatinya, sungguh menyiksa. Semarah itukah Zayn padanya lantaran semalam pulang terlambat tanpa bertanya alasannya?Althea tidak tahu, alasan Zayn terbungkus kemarahan membelit bukan hanya karena masalah keterlambatan pulang, tetapi juga karena terhasut ucapan Alvin. Zayn baru saja menemuk
BAB 37Alfred ikut merecoki perbincangan Zayn dengan para kolega bisnis Lidya. Tujuannya tentu saja hendak mencari muka. Bahkan tetap mengekori begitu Zayn menyudahi bertukar kata dan hendak mencari Althea.“Kudengar, Kara datang lagi ke Jakarta. Paman harap kamu tidak membuat skandal lainnya yang bisa menjatuhkan citra perusahaan. Skandalmu meniduri anak didikmu bisa mudah teredam dengan cara pernikahan. Tetapi perselingkuhan akan menghancurkan segalanya. Sebaiknya hati-hati, mengingat sahamku di perusahaan ibumu cukup banyak. Jangan sampai para pemegang saham merugi karena ulahmu.” Alfred melenggang santai setelah menderaikan peringatan dan menepuk pundak Zayn. Untuk ukuran orang yang takut merugi seharusnya ekspresinya cemas, bukan malah menyeringai puas. Pikiran Zayn carut marut. Kabar burung Althea saja sudah membuatnya sakit kepala. Disusul ucapan pamannya barusan membuat kesemrawutannya lengkap sudah, ditambah lagi disebutnya satu nama yang telah dikuburnya dalam-dalam menjad
BAB 38"Maaf," bisik Zayn tulus. Sudah yang ketiga kalinya dia mengucap kata yang sama.“Se-sebenarnya ada apa? Kenapa kamu mendadak begini?” tanya Althea terbata. Air mata masih setia membasahi.“Maaf.” Lagi-lagi hanya itu yang keluar dari mulut Zayn. Dia kebingungan entah harus menjelaskan dari mana. Rengkuhannya semakin erat merapat.Althea membalikkan tubuh yang asalnya membelakangi Zayn. Mempertemukan netra mereka dalam satu garis lurus.“Aku juga minta maaf. Seharian ini aku ingin minta maaf, tapi kenapa kamu pergi dan mengabaikanku? Kemarin aku pulang larut karena terjebak macet. Ada kebakaran ruko di arah jalan pulang, bateraiku habis jadi gak bisa mengabari,” lirih Althea parau masih terbalut sedu sedan. Hidungnya bahkan sudah memerah sepenuhnya. Zayn menatap dalam tanpa kata. Jemarinya menghapus air mata Althea dan membelai kepalanya lembut. “Benar begitu?” ujarnya pelan, keraguan masih belum sirna.Kepala cantik Althea mengangguk. “Kalau enggak percaya, hubungi saja nomor
BAB 39Di ufuk Timur, langit berangsur terang menembus batas. Merona indah berwarna biru muda bersama semburat keemasan berpadu selaras. Si binar penyemangat hari mulai mengintip dari balik pilar pancang Bumi. Merambat naik menaungi segarnya pagi hari. Embusan hawa sejuk dari pendingin ruangan juga udara pagi menyapu kulit pundak Althea yang terbuka. Mengundang kelopaknya yang memejam rapat untuk membuka. Mata indahnya mengerjap perlahan lalu kembali mengatup, menggapai-gapai selimut yang sedikit turun lantaran tak sempurna menutup daksa. Ia mengernyit. Ada yang berbeda, raganya terasa luar biasa remuk juga pinggangnya seperti dilingkupi bobot beban. Althea berusaha membuka mata beratnya supaya terjaga sempurna. Ia menunduk dan mengintip ke balik selimut, mengamati dirinya yang ternyata tak berbusana, hanya tertutup selimut sebagai pelindung. Lalu ia meraba pinggangnya dan mendapati sebuah lengan kekar melingkar mendekapnya erat. Althea yang berbaring miring menoleh dan terperanja
BAB 40Lidya sedang menata menu sarapan di meja makan dibantu seorang asisten rumah tangga. Di sana hadir Ningrum dan Martha yang semalam ikut menginap. Mereka datang jauh-jauh dari Malang untuk menghadiri pesta keluarga dan baru akan kembali menggunakan penerbangan sore ini. "Hai, tampan. Mana Althea?" tanya Lidya begitu melihat Zayn muncul tanpa istrinya di ruang makan. Sudah segar dengan raut wajah semringah. "Ada di kamar, Bu. Selamat pagi, Tante," Zayn tak lupa menyapa kedua sepupu ibunya yang duduk bersisian di meja makan. "Sudah mau tiga bulan menikah, auranya masih secerah manten baru." Ningrum menimpali menggoda yang dibalas kekehan kecil oleh Zayn. Memang benar dia menikah sudah tiga bulan lamanya. Akan tetapi, menjadi pengantin yang sesungguhnya baru terjadi tadi malam. Kamar lama Zayn menjadi saksi bisu telah bergantinya oli mesin yang berkarat hingga berkerak dengan yang baru. Di mana dia melepas keperjakaan yang amat dijaganya hingga usia sematang ini tak ubahnya ana