BAB 37Alfred ikut merecoki perbincangan Zayn dengan para kolega bisnis Lidya. Tujuannya tentu saja hendak mencari muka. Bahkan tetap mengekori begitu Zayn menyudahi bertukar kata dan hendak mencari Althea.“Kudengar, Kara datang lagi ke Jakarta. Paman harap kamu tidak membuat skandal lainnya yang bisa menjatuhkan citra perusahaan. Skandalmu meniduri anak didikmu bisa mudah teredam dengan cara pernikahan. Tetapi perselingkuhan akan menghancurkan segalanya. Sebaiknya hati-hati, mengingat sahamku di perusahaan ibumu cukup banyak. Jangan sampai para pemegang saham merugi karena ulahmu.” Alfred melenggang santai setelah menderaikan peringatan dan menepuk pundak Zayn. Untuk ukuran orang yang takut merugi seharusnya ekspresinya cemas, bukan malah menyeringai puas. Pikiran Zayn carut marut. Kabar burung Althea saja sudah membuatnya sakit kepala. Disusul ucapan pamannya barusan membuat kesemrawutannya lengkap sudah, ditambah lagi disebutnya satu nama yang telah dikuburnya dalam-dalam menjad
BAB 38"Maaf," bisik Zayn tulus. Sudah yang ketiga kalinya dia mengucap kata yang sama.“Se-sebenarnya ada apa? Kenapa kamu mendadak begini?” tanya Althea terbata. Air mata masih setia membasahi.“Maaf.” Lagi-lagi hanya itu yang keluar dari mulut Zayn. Dia kebingungan entah harus menjelaskan dari mana. Rengkuhannya semakin erat merapat.Althea membalikkan tubuh yang asalnya membelakangi Zayn. Mempertemukan netra mereka dalam satu garis lurus.“Aku juga minta maaf. Seharian ini aku ingin minta maaf, tapi kenapa kamu pergi dan mengabaikanku? Kemarin aku pulang larut karena terjebak macet. Ada kebakaran ruko di arah jalan pulang, bateraiku habis jadi gak bisa mengabari,” lirih Althea parau masih terbalut sedu sedan. Hidungnya bahkan sudah memerah sepenuhnya. Zayn menatap dalam tanpa kata. Jemarinya menghapus air mata Althea dan membelai kepalanya lembut. “Benar begitu?” ujarnya pelan, keraguan masih belum sirna.Kepala cantik Althea mengangguk. “Kalau enggak percaya, hubungi saja nomor
BAB 39Di ufuk Timur, langit berangsur terang menembus batas. Merona indah berwarna biru muda bersama semburat keemasan berpadu selaras. Si binar penyemangat hari mulai mengintip dari balik pilar pancang Bumi. Merambat naik menaungi segarnya pagi hari. Embusan hawa sejuk dari pendingin ruangan juga udara pagi menyapu kulit pundak Althea yang terbuka. Mengundang kelopaknya yang memejam rapat untuk membuka. Mata indahnya mengerjap perlahan lalu kembali mengatup, menggapai-gapai selimut yang sedikit turun lantaran tak sempurna menutup daksa. Ia mengernyit. Ada yang berbeda, raganya terasa luar biasa remuk juga pinggangnya seperti dilingkupi bobot beban. Althea berusaha membuka mata beratnya supaya terjaga sempurna. Ia menunduk dan mengintip ke balik selimut, mengamati dirinya yang ternyata tak berbusana, hanya tertutup selimut sebagai pelindung. Lalu ia meraba pinggangnya dan mendapati sebuah lengan kekar melingkar mendekapnya erat. Althea yang berbaring miring menoleh dan terperanja
BAB 40Lidya sedang menata menu sarapan di meja makan dibantu seorang asisten rumah tangga. Di sana hadir Ningrum dan Martha yang semalam ikut menginap. Mereka datang jauh-jauh dari Malang untuk menghadiri pesta keluarga dan baru akan kembali menggunakan penerbangan sore ini. "Hai, tampan. Mana Althea?" tanya Lidya begitu melihat Zayn muncul tanpa istrinya di ruang makan. Sudah segar dengan raut wajah semringah. "Ada di kamar, Bu. Selamat pagi, Tante," Zayn tak lupa menyapa kedua sepupu ibunya yang duduk bersisian di meja makan. "Sudah mau tiga bulan menikah, auranya masih secerah manten baru." Ningrum menimpali menggoda yang dibalas kekehan kecil oleh Zayn. Memang benar dia menikah sudah tiga bulan lamanya. Akan tetapi, menjadi pengantin yang sesungguhnya baru terjadi tadi malam. Kamar lama Zayn menjadi saksi bisu telah bergantinya oli mesin yang berkarat hingga berkerak dengan yang baru. Di mana dia melepas keperjakaan yang amat dijaganya hingga usia sematang ini tak ubahnya ana
BAB 41Sudah dua minggu berlalu semenjak pesta di rumah Lidya. Tak ada lagi perseteruan di antara dua sejoli itu. Interaksi keduanya bertambah akrab juga akur. Setiap malam Zayn membantu Althea mengerjakan tugas kuliah supaya cepat rampung dengan maksud terselubung reward penuh gelora setelahnya, tentu saja sesudah mengamankan Sultan sebelumnya. Setiap kali Zayn dan Althea berdekatan. Sultan selalu berusaha merecoki dan menyela di tengah. Mengeong manja mencari perhatian pada Althea yang kini fokusnya terbagi. Entah itu di saat sedang menonton televisi, saat di meja makan, bahkan sering kali menerobos masuk ke kamar utama. Seolah ingin memberi jarak dan kerap mengaum galak jika Zayn mengecup mesra sang majikan di hadapannya. Seperti saat ini, Sultan merecoki di bawah meja makan. Zayn yang pulang terlambat langsung duduk merapatkan kursi di samping Althea. Sultan mengitari kaki Zayn juga Althea supaya saling menjauh. Dua sejoli itu tak peduli, di bawah sana si bola bulu tengah mondar
BAB 42Di pagi buta akhir pekan ini, Zayn sudah bersiap untuk berolahraga. Suasana senang di hatinya berimbas pada jiwa juga raganya yang akhir-akhir ini menjadi lebih bersemangat. Ratapan menyiksa juga perih dari pengkhianatan yang tak tertebuskan di masa lalu perlahan memudar. Diliputi senandung debaran indah yang berdendang merdu di kalbu usangnya. Zayn bermaksud joging pagi guna menjaga stamina juga memelihara kesehatan. Terlebih lagi sekarang dia memiliki kegiatan rutin tambahan setiap malam. Setelah mencicipi pertautan raga untuk yang pertama kali di rumah ibunya, hingga saat ini dia tak mampu membentengi diri setiap kali berdekatan dengan Althea.Segala sesuatu yang ada dalam diri istri imutnya itu selalu berhasil membangkitkan sisi liarnya. Althea terasa begitu pas dalam kungkungannya. Aroma tubuh bahkan desahan Althea kala mengerang tergulung kenikmatan cumbuannya membuat Zayn ketagihan hingga hampir gila rasanya.Seorang Zayn yang selalu menjaga image di luaran, akan beruba
Bab 43Di garasi rumah besar bercat abu-abu putih itu terjadi drama di pagi buta. Althea tiba-tiba saja menempeli Zayn dan menangis tak mau ditinggal pergi, sama sekali bukan seperti dirinya yang biasanya. Beberapa hari belakangan Althea kerap bersikap di luar kebiasaan. Setelah terpapar racun dahsyat anaconda spesial yang disemburkan padanya, Althea jadi ketergantungan. Dirinya tak mampu lagi berjauhan dengan penawarnya.“Aku cuma pergi beberapa hari. Kita masih bisa video call 'kan?” Zayn berusaha memberi pengertian seraya mengusap wajah basah Althea. Melihat netra indah di hadapannya menggenang, Zayn dirundung dilema. Akan tetapi, dia juga harus bertanggung jawab atas tugas yang sudah dipercayakan padanya.“Maaf, aku juga enggak tahu kenapa pengen nangis terus. Padahal kamu cuma pergi ke Puncak, bukan ke Mars.” Althea membesit hidungnya yang memerah.Tawa renyah Zayn berderai. Dia merangkul lalu mengecup puncak kepala Althea juga keningnya."Baik-baik di rumah. Kalau mau pergi ke
BAB 44Peserta juga pemateri datang memadati aula Novus Giri, berasal dari berbagai universitas ternama di tanah air dan Menteri Pendidikan pun turut hadir. Zayn sebagai salah satu narasumber yang menjadi buah bibir terus disoroti. Media yang mengantongi izin meliput seminar begitu bersemangat mengarahkan kamera juga mencatat poin-poin penting materi yang disampaikan si dosen tampan untuk dijadikan artikel utama mereka esok hari. Acara berlangsung lancar dan kondusif, diselingi break makan siang juga ramah-tamah dan menjelang senja seminar untuk hari pertama selesai. Dua sahabat karib itu mengunjungi area restoran setelah menyegarkan diri di bawah kucuran air. Keduanya memesan masing-masing satu gelas kopi latte sambil menikmati indahnya panorama malam puncak dari area balkon restoran selepas menyantap makan malam.Dinginnya cuaca puncak segar menerpa menenangkan, merontokkan kepenatan dari aktivitas padat seharian. Zayn meraih cangkir dan menyesap kopinya yang masih mengepulkan ua