Bab 43Di garasi rumah besar bercat abu-abu putih itu terjadi drama di pagi buta. Althea tiba-tiba saja menempeli Zayn dan menangis tak mau ditinggal pergi, sama sekali bukan seperti dirinya yang biasanya. Beberapa hari belakangan Althea kerap bersikap di luar kebiasaan. Setelah terpapar racun dahsyat anaconda spesial yang disemburkan padanya, Althea jadi ketergantungan. Dirinya tak mampu lagi berjauhan dengan penawarnya.“Aku cuma pergi beberapa hari. Kita masih bisa video call 'kan?” Zayn berusaha memberi pengertian seraya mengusap wajah basah Althea. Melihat netra indah di hadapannya menggenang, Zayn dirundung dilema. Akan tetapi, dia juga harus bertanggung jawab atas tugas yang sudah dipercayakan padanya.“Maaf, aku juga enggak tahu kenapa pengen nangis terus. Padahal kamu cuma pergi ke Puncak, bukan ke Mars.” Althea membesit hidungnya yang memerah.Tawa renyah Zayn berderai. Dia merangkul lalu mengecup puncak kepala Althea juga keningnya."Baik-baik di rumah. Kalau mau pergi ke
BAB 44Peserta juga pemateri datang memadati aula Novus Giri, berasal dari berbagai universitas ternama di tanah air dan Menteri Pendidikan pun turut hadir. Zayn sebagai salah satu narasumber yang menjadi buah bibir terus disoroti. Media yang mengantongi izin meliput seminar begitu bersemangat mengarahkan kamera juga mencatat poin-poin penting materi yang disampaikan si dosen tampan untuk dijadikan artikel utama mereka esok hari. Acara berlangsung lancar dan kondusif, diselingi break makan siang juga ramah-tamah dan menjelang senja seminar untuk hari pertama selesai. Dua sahabat karib itu mengunjungi area restoran setelah menyegarkan diri di bawah kucuran air. Keduanya memesan masing-masing satu gelas kopi latte sambil menikmati indahnya panorama malam puncak dari area balkon restoran selepas menyantap makan malam.Dinginnya cuaca puncak segar menerpa menenangkan, merontokkan kepenatan dari aktivitas padat seharian. Zayn meraih cangkir dan menyesap kopinya yang masih mengepulkan ua
Bab 45“Kara?” “Zi, syukurlah ini benar-benar kamu. Syukurlah.” Wanita cantik tinggi semampai itu tiba-tiba saja memeluk Zayn tanpa sungkan, bahkan menempelkan tubuh merapat.Zayn membulatkan mata saat sosok wanita yang amat dikenalnya itu menubruknya begitu saja dan menjatuhkan diri ke pelukan. Dia bangkit, berusaha mendorong Kara yang tiba-tiba saja memeluknya. “Lepaskan! Ini tempat umum!” bentak Zayn dengan suara meninggi. “Enggak, enggak! Please help me, Zi.” Wanita cantik bergaun merah hati itu menggeleng kuat-kuat menolak, malah mengeratkan pelukan. Wajah sensualnya dibasahi air mata, terdapat lebam di pipi kiri yang sangat kontras dengan kulit putihnya, sepertinya jejak bekas tamparan. Panggilan Kara padanya masih tetap sama, Zi. Dulu, panggilan itu menggetarkan jiwa, tetapi setelah adegan laknat menyakitkan yang terekam di ingatan juga di hati, panggilan tersebut terdengar menjijikkan. “Kenapa aku harus menolongmu? Aku bukan Tim SAR!” Zayn masih berusaha melepaskan lenga
BAB 46Hawa sejuk menusuk menggoda siapa pun untuk berlama-lama bergelung selimut. Langit menghamparkan warna biru cerah dan matahari mulai bersinar, tetapi udara puncak tetap dingin membelai kulit setiap kali waktu pagi tiba.Althea terusik dari tidur lelapnya sebab lambungnya mulai tak nyaman. Hanya saja masih malas untuk membuka mata dan terbangun, terayu kantuk berpadu udara dingin. Namun, rasa mual merambat naik mendesak pangkal tenggorokkan, seketika matanya membola kala pergolakan itu ingin menyembur keluar. Dengan cepat disingkirkannya selimut yang membungkus tubuh. Berlari ke kamar mandi nyaris bertabrakan dengan Zayn yang baru saja keluar dari sana. Rambut Zayn tampak basah dan tubuhnya segar, hanya terbalut handuk melilit rendah di pinggang.“Minggir!” teriak Althea yang kemudian kembali membekap mulut kuat-kuat sembari merangsek ke kamar mandi.Mual muntah seperti kemarin lagi-lagi terjadi. Althea sampai harus berpegangan pada dinding sisi kloset demi mencari kekuatan unt
BAB 47Zayn bersiap begitu panitia seminar menghubungi ponselnya. Dengan penuh sesal, dia meminta maaf pada Althea karena bahkan tak sempat untuk sekadar mengantarkan sang istri ke tempat parkir. Zayn diburu waktu di saat dirinya masih tergulung rindu berat."Pergilah. Don't worry about me," ucap Althea sembari mengulas senyum, menenangkan Zayn yang sudah rapi dan tampan mengenakan setelan biru tua. Zayn mengangguk walaupun enggan. Mengecup pipi Althea juga mengusap rambutnya penuh sayang. "Kalau sudah sampai, kabari aku."Setelah pintu tertutup, Althea membersihkan diri secepat mungkin lantaran jarum jam terus bergerak maju, berharap tidak terlambat mengikuti kompetisi. Tak lupa sebelumnya menghubungi Mbok Sari supaya mempersiapkan perlengkapan baletnya. Althea berlarian menuju parkiran. Akibat kurang memperhatikan jalan, ia tak sengaja bertabrakan dengan seorang wanita anggun bergaun ungu yang datang tergesa dari arah berlawanan. Wanita yang semalam merengek meminta dikasihani ole
BAB 48Bau desinfektan aroma khas rumah sakit menyapa penciuman saat kesadaran menyapa Althea. Mencoba membuka kelopak mata, tetapi kemudian dikatupkannya kembali lantaran cahaya lampu tepat di atasnya amat menyilaukan. Menerjang penglihatan dan membuat kepalanya berdentam sakit. "Al?" Falisha membungkuk mendekat saat melihat kelopak mata Althea bergerak-gerak. "Dokter, Suster, teman saya sudah sadar!" teriak Falisha setelah memastikan Althea siuman. Falisha mendesah lega, akhirnya Althea meraih kesadarannya kembali. Beberapa jam lalu, sejak berpamitan pergi ke toilet hingga waktu pengumuman tiba, Althea masih belum kembali ke aula. Bahkan saat namanya disebut sebagai juara kedua, Althea masih belum terlihat batang hidungnya sehingga Falisha lah yang mewakili naik ke atas panggung. Salah satu kontestan dari sanggar lain berlari ke tengah kerumunan serayal menjerit-jerit histeris. Dia melihat seorang kontestan yang berasal dari tim Falisha tergeletak pingsan di lorong sepi menuju to
BAB 49Althea sedang berbenah di kamar setelah meminta Mbok Sari berbelanja beberapa bahan makanan kesukaan Zayn. Berencana memasak sendiri dan menyajikannya sembari memberitahu kabar kehamilannya pada Zayn sebagai kejutan. Satu orang pun belum ada yang dikabari. Althea mencoba mengendalikan rasa bahagianya dan ingin Zayn lah orang pertama yang mengetahuinya. Hari ini Althea libur ke kampus sesuai saran dokter. Meminta tolong pada si kembar untuk menyampaikan izin pada pihak universitas. Ia juga meminta bantuan Falisha agar alasan bolosnya semakin kuat mengingat Falisha merupakan saksi mata bahwa dirinya memang kurang sehat. Senyumnya merekah indah. Menundukkan pandangan ke perut ratanya dan mengusap sayang di sana. “Pantas saja badanku terasa aneh akhir-akhir ini. Ternyata sudah ada kamu di dalam sana, my baby bump. Gak sabar pingin kasih tahu daddy bulemu,” cicitnya gembira. Sejujurnya Althea was-was akan reaksi Zayn. Apakah Zayn akan sesenang dirinya atau mungkin justru tidak a
BAB 50Riuh tawa puas menggema di sebuah ruangan pribadi di kantor Firma hukum milik Alfred. Empat orang wanita berkumpul di sana dengan gelas-gelas kristal berisi wine memenuhi meja.“Kalian yakin semuanya aman dari pantauan Lidya?”“Tentu saja. Lagi pula kakakku pasti sedang sibuk-sibuknya mengurusi cabang butik baru di Lombok. Tak ada waktu santai mengingat launching akan diselenggarakan beberapa hari lagi,” sahut Kesuma yakin, menjawab pertanyaan si wanita bergaun krem di sebelahnya yang tak lain adalah Martha.“Rencanaku ini pasti berhasil tanpa terendus. Setelah ini kita hanya tinggal mengadu domba Zayn dengan ibunya menggunakan bukti salinan surat cerai yang sudah disiapkan Zayn jauh-jauh hari. Dengan begitu kita mudah membuktikan bahwa pernikahan Zayn dengan si bocah ingusan hanya settingan semata dan Lidya pasti akan kecewa berat,” sambung Kesuma jemawa di sela-sela meneguk isi gelasnya.“Lalu, setelahnya bagaimana?” Martha kembali bertanya.“Mmm, biar aku tebak. Saat ibu dan