BAB 48Bau desinfektan aroma khas rumah sakit menyapa penciuman saat kesadaran menyapa Althea. Mencoba membuka kelopak mata, tetapi kemudian dikatupkannya kembali lantaran cahaya lampu tepat di atasnya amat menyilaukan. Menerjang penglihatan dan membuat kepalanya berdentam sakit. "Al?" Falisha membungkuk mendekat saat melihat kelopak mata Althea bergerak-gerak. "Dokter, Suster, teman saya sudah sadar!" teriak Falisha setelah memastikan Althea siuman. Falisha mendesah lega, akhirnya Althea meraih kesadarannya kembali. Beberapa jam lalu, sejak berpamitan pergi ke toilet hingga waktu pengumuman tiba, Althea masih belum kembali ke aula. Bahkan saat namanya disebut sebagai juara kedua, Althea masih belum terlihat batang hidungnya sehingga Falisha lah yang mewakili naik ke atas panggung. Salah satu kontestan dari sanggar lain berlari ke tengah kerumunan serayal menjerit-jerit histeris. Dia melihat seorang kontestan yang berasal dari tim Falisha tergeletak pingsan di lorong sepi menuju to
BAB 49Althea sedang berbenah di kamar setelah meminta Mbok Sari berbelanja beberapa bahan makanan kesukaan Zayn. Berencana memasak sendiri dan menyajikannya sembari memberitahu kabar kehamilannya pada Zayn sebagai kejutan. Satu orang pun belum ada yang dikabari. Althea mencoba mengendalikan rasa bahagianya dan ingin Zayn lah orang pertama yang mengetahuinya. Hari ini Althea libur ke kampus sesuai saran dokter. Meminta tolong pada si kembar untuk menyampaikan izin pada pihak universitas. Ia juga meminta bantuan Falisha agar alasan bolosnya semakin kuat mengingat Falisha merupakan saksi mata bahwa dirinya memang kurang sehat. Senyumnya merekah indah. Menundukkan pandangan ke perut ratanya dan mengusap sayang di sana. “Pantas saja badanku terasa aneh akhir-akhir ini. Ternyata sudah ada kamu di dalam sana, my baby bump. Gak sabar pingin kasih tahu daddy bulemu,” cicitnya gembira. Sejujurnya Althea was-was akan reaksi Zayn. Apakah Zayn akan sesenang dirinya atau mungkin justru tidak a
BAB 50Riuh tawa puas menggema di sebuah ruangan pribadi di kantor Firma hukum milik Alfred. Empat orang wanita berkumpul di sana dengan gelas-gelas kristal berisi wine memenuhi meja.“Kalian yakin semuanya aman dari pantauan Lidya?”“Tentu saja. Lagi pula kakakku pasti sedang sibuk-sibuknya mengurusi cabang butik baru di Lombok. Tak ada waktu santai mengingat launching akan diselenggarakan beberapa hari lagi,” sahut Kesuma yakin, menjawab pertanyaan si wanita bergaun krem di sebelahnya yang tak lain adalah Martha.“Rencanaku ini pasti berhasil tanpa terendus. Setelah ini kita hanya tinggal mengadu domba Zayn dengan ibunya menggunakan bukti salinan surat cerai yang sudah disiapkan Zayn jauh-jauh hari. Dengan begitu kita mudah membuktikan bahwa pernikahan Zayn dengan si bocah ingusan hanya settingan semata dan Lidya pasti akan kecewa berat,” sambung Kesuma jemawa di sela-sela meneguk isi gelasnya.“Lalu, setelahnya bagaimana?” Martha kembali bertanya.“Mmm, biar aku tebak. Saat ibu dan
BAB 51Matahari mulai tenggelam. Langit berangsur menggelap berbingkai jingga di ufuk Barat. Mengundang bintang gemintang menampakkan kelip indahnya. Suara bel yang berbunyi berulang-ulang membuat Ajeng terpaksa menghentikan kegiatannya yang sedang mencuci piring bekas makan malam. Menaruh spons sabun juga piring kotor yang dipegangnya. Meloloskan celemek melewati kepala, Ajeng mengeringkan tangan sebelum beranjak ke depan. Ajeng terpaku penuh tanya saat membuka pintu depan. Di luar pagar, duduk sesosok gadis membelakangi. Memeluk lutut berdampingan dengan sebuah koper warna pink. Meneruskan langkah, Ajeng bertanya sebelum membuka kunci pagar. Tetap waspada mengingat modus kejahatan di ibukota tengah marak. “Maaf. Apa Adek ini yang tadi memencet bel?” tanyanya pada sosok yang bergeming itu. Yang ditanya tidak menjawab. Tetap terdiam menunduk menenggelamkan wajah di antara kedua lutut yang ditekuk. Semenit dua menit ditunggu, masih juga tak membuka suara. Fokus Ajeng teralih pada k
BAB 52“Al, Althea. Sarapan dulu, Nak.” Ajeng masuk ke kamar Althea dan mengedarkan pandangan. Di atas ranjang hanya ada selimut yang tergulung kusut.Samar-samar dari arah kamar mandi terdengar suara lain. Suara orang yang sedang muntah-muntah. Ajeng mengetuk dan mendorong pintu perlahan, tampaklah Althea membungkuk di sisi kloset. Obat pereda mual beserta setumpuk vitamin milik Althea semuanya tertinggal di kediaman Zayn. Althea hanya bisa pasrah saja saat harus merasakan kembali serangan menyiksa di pagi hari yang kemarin sempat mereda. “Lho, kamu sakit, Al?” Ajeng dibuat panik. Ikut masuk ke kamar mandi. Membantu mengambilkan handuk untuk Althea yang baru selesai membasuh mulut. Mual yang mendera Althea menyiksa luar biasa. Bukan hanya akibat morning sickness, tetapi juga karena hari kemarin perutnya baru terisi di waktu yang amat terlambat. Melewatkan waktu makan siang sedangkan ketika sarapan Althea tak berselera. Hanya segelas air hangat dicampur madu murni yang menjadi sara
BAB 53Satu jam berlalu dari waktu Falisha berpamitan, Zayn masih setia membeku di ruang tamu dan belum beranjak seinci pun dari sana.Mbok Sari dan Pak Tarno saling berbisik mengintip dari balik tembok ruang tengah. Memerhatikan Zayn yang terdiam sembari memaku pandangan ke atas meja. Mereka takut jika tiba-tiba majikanya yang melamun mendalam itu kesambet dedemit lewat.Sultan tiba-tiba saja berlari melintasi Mbok Sari juga Pak Tarno. Menerobos ke ruang tamu dan melompat naik ke pangkuan Zayn membuat lamunan Zayn buyar. Sultan mengeong rendah dan menatap si pria tampan yang kini acak-acakan dengan jambang yang mulai tumbuh panjang di sepanjang rahang. Biasanya Zayn bercukur dua hari sekali, tetapi beberapa hari ini dia melewatkan itu. Sultan merebahkan diri bersandar pada Zayn. Raut si kucing gendut tampak sedih tak bergairah. Mbok Sari bermaksud masuk ke ruang tamu untuk mengambil Sultan, takut Zayn berteriak marah lantaran phobianya terhadap kucing, tetapi Pak Tarno menahan leng
BAB 54Malam ini, di ruang keluarga kediaman orang tua Althea tampak tiga orang sedang berkumpul. Ajeng duduk di sofa bersama Mahendra, sedangkan Lingga bersila di karpet dengan remot televisi di tangan. Suara ribut bel rumah terus berulang memecah ketenangan. Ajeng yang sedang memijat kaki Mahendra sambil mengoleskan minyak urut meminta si bungsu untuk melihat ke depan. “Lingga, coba lihat siapa yang datang,” pinta Ajeng pada si bungsu yang tengah menonton siaran pertandingan sepak bola.“Duh, tanggung, Ma. Gimana kalau pas aku ke depan, bolanya malah gol? Kan gak asik, kehilangan momen paling seru,” sahut Lingga malas, tidak mau menuruti perintah sang Mama. Matanya tak beralih dari benda kotak yang menyajikan acara favoritnya. “Kan bisa nonton siaran ulang! Sekarang cepat lihat dulu ke depan, Atau uang jajanmu Mama potong!” cerocos Ajeng, nada suaranya mulai naik, terbungkus ancaman omelan khas ibu-ibu. “Ih, Mama," protes Lingga. "Lagian siapa sih yang bertamu malam-malam!” ket
BAB 55Fajar belum menyingsing. Hawa dingin berpadu langit gelap masih melingkupi angkasa di pagi buta. Zayn sudah datang kembali ke kediaman orang tua Althea. Memarkirkan mobilnya di halaman dan memaku pandangan ke arah jendela bergorden warna toska favorit si imut pemilik bibir merah delima yang amat dirindukannya.“Aku datang, Al. Aku rindu,” gumamnya pilu.Zayn kembali datang, berharap Ajeng juga Mahendra memberi kesempatan padanya untuk meminta maaf penuh sesal yang memang tulus ingin diungkap dari dalam lubuk hati. Telah lalai dalam perannya sebagai suami, terlalu menghamba pada kenangan kelam yang meruncing menyerupai pisau tajam dan pada akhirnya malah melukai wanita yang begitu berarti baginya. Selain itu, Zayn juga ingin segera memohon ampunan sedalam-dalamnya pada Althea. Ingin lekas berjumpa. Dia sudah rindu sekali, bahkan semalam baru bisa memejam setelah menghirup dan memeluk aroma Althea yang tertinggal di jubah mandi. Di jok penumpang terdapat bungkusan. Kantung beri