keesokan harinya
Keluarga kedua belah pihak telah setuju untuk melangsungkan pesta pernikahan dua bulan ke depan. Persiapan pun dikebut dari mulai sekarang. Mentari dan Rangga sibuk mencari wedding organizer untuk mengurus pesta pernikahan mereka.
Gadis cantik itu tidak ingin acara sekali seumur hidup baginya berlalu begitu saja, Ia ingin meninggalkan kesan yang tidak terlupakan di acaranya tersebut. Walaupun tidak mewah, tapi, tetap berkesan.
Hari itu, rencananya Mentari dan Rangga akan berkunjung ke Wedding organizer terdekat. Mentari telah siap dari pagi buta. Hatinya berbunga-bunga menanti sangat pangeran yang akan menjemput. Gadis berlesung pipit itu melihat ke arah jam dinding beberapa kali.
"Bilang ke Rangga biar Emak sama orang tua Rangga saja yang ngurus persiapan nikahan, lu," ucap emak yang terlihat khawatir.
"Nggak apa, Mak. Biar kami aja yang urus. Biar lebih puas," sahut Mentari sambil tersipu malu.
Entah kapan Rangga akan bangun dari komanya. Yang jelas Mentari masih tetap setia menunggu. Gadis berparas cantik itu hampir setiap hari mengunjungi calon suaminya yang masih terkapar di ranjang rumah sakit.Seperti biasanya hari itu Mentari akan mengunjungi Rangga di rumah sakit. Ia berjalan melewati koridor dengan membawa makanan kesukaan Rangga. Langkah Gadis itu terhenti tepat di depan pintu kamar Rangga. Gadis itu merasakan sesuatu yang tidak enak di hatinya. Seperti ada yang mengganjal.Ia pun membuka pintu perlahan. Netranya membeliak seketika saat melihat seorang pria sedang duduk di sisi Rangga, membelakangi dirinya."Ehm," Mentari berdehem.Pria itu pun menoleh dan tersenyum manis ke arah Mentari."Sudah lama ya? kita nggak ketemu," ucap pria yang familiar di mata Mentari itu sembari tersenyum ramah.Mentari masih mematung. Mencoba mengingat sosok yang ada di depannya. wajahnya tidak asing Namon Iya se
Mendung bergelayut di atas Cakrawala. Mentari tengah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Gadis berambut panjang itu sengaja memakai ojol karena terburu-buru dan ingin cepat sampai di rumah sakit. Pesan telepon dari suster yang menjaga Rangga membuat gadis itu bahagia dan bersemangat.[Halo selamat siang, pasien atas nama Rangga sudah siuman tadi siang.Mohon segera datang ke rumah sakit]Pesan telepon itu seolah terngiang kembali di telinga dan membuat senyumnya merekah"Cepetan bang, udah mau hujan nih," ucap Mentari dari belakang jok motor."Iya Mbak," jawab sang ojol kemudian melaju dengan cepat membelah jalanan Ibukota yang sudah ramai.Pengendara ojol yang berpengalaman dan cekatan berhasil membawa Mentari sampai di rumah sakit tepat pada waktunya. Sebelum hujan turun.Mentari pun berlari menuju kamar kekasih hatinya.Mentari Berhenti sejenak tepat di depan pintu. Dadanya berdebar, diikuti jantung yang berdetak se
Hari itu, Mentari sengaja akan berkunjung ke rumah Rangga. ia membawa beberapa makanan kesukaan Rangga dan beberapa barang kenangan mereka.Mentari sudah bersiap sedari pagi, ia berdandan cantik dan memakai baju yang dibelikan Rangga. Hatinya berbunga-bunga membayangkan akan segera bertemu sang pujaan hati.Mentari pergi setelah berpamitan dengan Emak sebelumnya.***Mentari segera turun dari ojol dan berlari kecil menuju rumah Rangga. Gadis muda itu sepertinya sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan Kekasih hati.Namun, langkahnya terhenti tepat di depan pintu rumah yang sudah terbuka ketika melihat Rangga sedang disuapi oleh Dina. Hati Mentari sakit seketika, dadanya terasa sesak hingga mendesak bulir bening bersarang di pelupuk mata.Mentari mencoba untuk menguatkan hati dan memaklumi keadaan Rangga. Gadis berambut panjang itu pun masuk menyembunyikan luka di dalam hatinya dan melangkah ke dalam dengan se
Berbagai cara telah ditempuh oleh Mentari untuk mengembalikan ingatan Rangga. Namun, seperti belum terlihat perubahan sama sekali. Gadis cantik itu mulai putus asa.Atas saran dari beberapa teman, Mentari pun mengajak Rangga berlibur ke puncak. Udara segar dan suasana sepi, mungkin bisa membantu Rangga untuk mengembalikan ingatannya.Agak sulit bagi Kirana untuk mengajak calon suaminya berlibur. Untunglah Rangga bersedia atas bujukan Nyak dan Babe.Pagi itu, Mentari sudah bersiap untuk berangkat. Rencananya sopir yang di sewa keluarga Rangga akan menjemput pagi sekali agar terhindar dari kemacetan.Selepas shalat subuh, Mentari sudah bersiap. Tidak lama kemudian, sebuah mobil minibus warna hitam pun berhenti tepat di halaman rumah Mentari.Alangkah kagetnya gadis cantik itu, ketika melihat Dina keluar dari mobil."Kak Tari, ayo!" pekiknya seraya melambaikan tangan.Senyum dari bibir gadi
Akhirnya, Jaka dan Rangga kembali ke Villa tanpa hasil. Mentari tidak ditemukan di mana pin. Gadis itu seperti ditelan bumi. Hampir seluruh kebun pinus di kelilingi, tapi nihil.Jaka terlihat cemas memikirkan mentari yang menghilang di kebun pinus. Pria itu takut terjadi sesuatu kepada pujaan hatinya.Di sudut lain, Rangga tampak terdiam sambil memegang kepalanya yang mulai terasa sakit. Bayangan dirinya sedang bermain di hutan pinus, tiba-tiba terlintas di dalam benak.Rangga berlari, kembali ke hutan pinus. Menembus kegelapan malam. Ingatannya menuntun pria itu menemukan Mentari. Rangga masuk melewati batas hutan Larangan. Kemudian berjalan beberapa meter dan berhenti tepat di bawah sebuah pohon besar dan tinggi.Ia mendongak ke atas, tampak sebuah saung kecil di atas pohon itu. Pahatan di sepanjang batang pohon terlihat sama seperti dulu. Ia pun naik dengan bantuan pahatan tersebut.Rangga pun memanjat selangkah dem
Matahari bersinar cerah hari itu, tidak panas pun tidak mendung. Suasana rumah mentari sudah ramai sedari pagi. Sanak keluarga dan para tetangga hilir mudik mempersiapkan acara akad nikah.Pernikahan yang sempat tertunda itu, kini akan dilangsungkan dengan sederhana. Mereka menyulap halaman rumah Mentari menjadi tempat akad yang indah. Nuansa biru putih mendominasi.7Beberapa karangan bunga terlihat di setiap sudut. Menambah indah dan elegan. Kursi dan meja dipasang sedemikian rupa untuk acara akad dan para tetamu.Di sudut lain Mentari tampak cantik dengan gaun pengantin berwarna putih yang dipakai. Polesan make up menambah cantik wajah Mentari.Gadis muda itu menatap pantulan dirinya di dalam cermin, kemudian tersipu malu. Setelah sekian lama, jodoh yang dinanti ternyata berada sangat dekat dengannya.Teman kecil yang selalu ada saat suka maupun duka. Kini, akan menjadi suaminya. Bukankah lebih nyaman menik
Mentari kembali bangun dan duduk di samping Rangga dengan membawa satu nampan berisi makanan. Rangga melihatnya seraya tersenyum tipis."Makan dulu," ucap Mentari sambil mengangkat nampan yang ia pegang.Rangga pun mengangguk perlahan, kemudian mereka makan hidangan yang disediakan Emak. Dua sejoli itu sudah seharian kelaparan. Pasangan pengantin baru itu itu tidak makan dengan benar sedari pagi. Mereka hanya makan beberapa suap untuk mengganjal perut saja.Mereka terlalu sibuk menyalami tamu yang datang tanpa henti. Malam itu adalah pertama kalinya mereka makan bersama sebagai pasangan yang telah halal."Ayo habiskan, Cinta," ucap Rangga kepada istri kesayangannya itu.Mentari tersipu malu mendengar sebutan Cinta untuk dirinya. Ia merasa geli ingin rasanya tertawa terpingkal mendengar kata rayuan untuk pertama kalinya keluar dari mulut Rangga."Udah, udah kenyang," jawab Mentari sambil menahan tawa.
Mentari tampak kesal melihat Rangga sibuk dengan layar benda pipih di tangannya. Entah apa yang sedang dilihat oleh sang suami, hingga tidak bisa mengalihkan mata dari gawai."Kamu lagi ngapain?" tanya Kirana penasaran.Rangga tampak acuh dan fokus dengan gawai, hingga membuat Mentari kesal. Gadis cantik itu pun merebut gawai dari tangan Rangga.laki-laki yang baru saja ia nikahi itu terlihat sedang bermain game online. Namun, ini sudah keterlaluan menurut Mentari, karena Rangga bermain seharian dan lupa waktu.Mentari terdiam di ujung ranjang dengan memanyunkan sebagian bibirnya. Rangga akhirnya mengalah dan menghampiri, untuk membujuk sang istri."Maaf ya, bentar lagi aja. Bentar lagi selesai kok mainnya," ujar Rangga seraya melipatkan kedua tangan memohon agar gawainya dikembalikan."Kamu lebih asik main game dibanding ngobrol sama aku. Terus aku harus ngobrol ama siapa? Sama tembok? kita ini masi