Share

Speechless [3]

Gurauan Levi mencairkan ketegangan yang terentang di udara. Tawa geliku pun pecah. Begitu juga dengan Marco dan Nilla.

“Kurasa, kami semua memang kekurangan gizi, Bang. Bukan cuma aku aja,” gumam Nilla setelah tawanya reda. Suara lirihnya membuatku makin sedih. “Karena tiap hari kami cuma dikasih makan maksimal dua kali. Itu pun lebih sering pakai tahu, tempe, atau tumisan sayur doang,” imbuh gadis itu lagi.

Levi meringis sambil kembali menoleh ke belakang. “Umurmu berapa, sih?”

“Baru masuk enam belas tahun, Bang.”

“Enam belas?” ulang Levi, tak percaya. Tatapan tak berdayanya kemudian diarahkan kepadaku. Sementara aku cuma bisa menggeleng pasrah, tanda tak habis pikir.

“He-eh. Aku anak sulung, punya adik tiga. Makanya pengin sekolah supaya bisa biayain adik-adikku. Aku nggak mau hidup susah terus.” Nilla menghela napas. Kepalanya menempel di bahuku. “Selama di sini, semua

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status