Share

Masih Belum Percaya

Entah untuk yang keberapa kalinya Nanda bercermin, membetulkan posisi dasi dan baju seragamnya juga rambut yang sudah disisir rapi oleh ayahnya.

"Pa, aku sudah keren, belum?" tanya Nanda sambil memutar tubuhnya.

"Sudah, dong. Sudah rapi, wangi, ganteng lagi." Arjuna menjawabnya sambil merapikan dasi lalu memakai jas hitam.

"Berarti Bu Nis bakal makin suka sama aku, dong, Pa?"

Arjuna mengerutkan kening. "Apa hubungannya sama Bu Nismara?"

"Kan Bu Nis itu suka sama aku, Pa. Papa gak tahu, ya?"

Iya, suka nyulik, ucap Arjuna dalam hati.

Setelah selesai sarapan, mereka berdua langsung berangkat ke TK Cempaka Kuning. Arjuna berpesan kalau nanti ketika Nanda pulang, ia akan menjemputnya walaupun agak sedikit terlambat.

Arjuna juga mewanti-wanti untuk menunggu di dalam sekolah, jangan mengikuti siapa pun, apalagi mengikuti Nismara, pokoknya Arjuna tidak mau hal itu terjadi. Siapa tahu Nismara memang benar-benar seorang penculik, kan?

Arjuna ini memang tipe orang yang tidak mudah percaya kepada seseorang, meskipun sudah ada bukti nyata orang tersebut adalah orang yang baik, tetapi tetap saja Arjuna selalu bersikap waspada dan selalu curiga. Oleh sebab itu dirinya memiliki hubungan pertemanan yang sangat sedikit karena Arjuna terlalu menjaga jarak.

Termasuk Arjuna juga tidak percaya akan hubungan percintaan yang setia selamanya.

Mobil Arjuna berhenti di parkiran mobil. Nismara juga baru saja datang dengan mengendarai motor matic berwarna perpaduan warna merah dan warna hitam. Murid-murid TK langsung mengerubungi Nismara, bu guru yang masih muda itu tersenyum ketika anak-anak didiknya berebutan untuk mencium tangan Nismara.

"Bu Nis!!!" Nanda tidak menutup pintu mobil karena ia buru-buru menghampiri Nismara untuk memamerkan dirinya yang menggunakan seragam TK.

"Selamat pagi, Nanda!" Nismara masih belum menghilangkan senyuman cerahnya.

"Selamat pagi juga, Bu Nis! Bu Nis, Bu Nis, lihat aku sekarang sudah pakai baju seragam. Bagus, kan?"

"Uuumm... bagus banget!" puji Nismara sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.

Sebelum pergi ke kelas, Nanda pergi terlebih dahulu ke ruang guru, nanti Nanda pergi ke kelas bersama Bu Eni untuk diperkenalkan pada teman-teman Nanda yang baru.

"Papa gak bisa nemenin kamu sekolah, Papa harus pergi ke kantor. Kamu jangan nakal, ya! Nanti pulangnya Papa jemput tepat jam sepuluh." Arjuna berjongkok lalu mengusap lembut kepala Nanda.

"Siap, Pa!"

Karena bel sudah berbunyi, jadi Arjuna hanya mengantar Nanda sampai ke depan pintu kelas saja, setelah itu Arjuna pergi ke parkiran dan meninggalkan sekolah demi bekerja di kantor.

Susah berapa hari, ya, Arjuna selalu datang terlambat? Mungkin kira-kira ada sekitar tiga hari?

Arjuna berjanji besok ia akan datang ke kantor lebih pagi seperti biasa sebelum Nanda didaftarkan ke sekolah.

***

Pukul sebelas lebih tiga puluh lima menit Arjuna masuk ke dalam ruang kerjanya. Ia mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja. Begitu terkejutnya Arjuna ketika melihat nama Nanda yang menelepon hampir dua puluh lima kali.

"Ya ampun! Nanda masih di sekolah!" Arjuna buru-buru mengambil kuncil mobil dan berlari ke luar.

Arjuna benar-benar lupa harus menjemput Nanda gara-gara tadi ada meeting dengan klien yang hari Jumat lalu pertemuan mereka tertunda akibat sang klien ada urusan keluarga dan meeting tersebut kembali diagendakan ulang hari Selasa sekarang.

[Nanda ada di rumah Bu Nis, Pa!]

Satu pesan tersebut dibaca oleh Arjuna ketika dirinya masih berada di dalam lift.

Rumah Nismara? Jangan-jangan Nanda memang sedang diculik!

Arjuna mendesis kesal bertepatan dengan pintu lift yang terbuka. Para karyawan yang sedang menunggu di depan pintu lift begitu terkejut ketika mendengar umpatan dari Arjuna. Mereka langsung menyingkir dan menunduk hormat. Arjuna mengabaikan mereka karena hal yang lebih penting baginya sekarang adalah Nanda.

"Baru kali ini aku lihat Pak Arjuna marah kayak gitu, biasanya kalau marah wajahnya suka judes doang, nggak pernah sampai mengumpat kayak gitu," ucap karyawan yang masih kaget.

"Iya, benar."

Para karyawan itu menatap punggung Arjuna sampai Arjuna tidak terlihat lagi dari pandangan mereka.

["Hal—"]

"Rumah kamu di mana?" tanya Arjuna begitu suara sambungan telepon terhubung dan diangkat. Kebetulan sekali yang mengangkat telepon Nanda adalah Nismara.

["Di kompleks perumahan Bunga Anggrek Putih. Dekat dengan rumah Bu Eni."]

Arjuna sudah tahu, tetapi ia sengaja menanyakan supaya Nismara tidak curiga, nanti kalau Arjuna disangka menguntit dirinya apa kata dunia? Pasti Nismara akan meledeknya habis-habisan.

"Kamu jangan apa-apakan Nanda, kalau kamu sampai menyakiti Nanda, saya tidak akan mengampunimu."

Di seberang telepon, Nismara hanya bisa mengernyit bingung dengan sikap suuzon Arjuna padanya.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di kompleks perumahan Nismara karena Arjuna mengendarai mobil dengan kecepatan yang cukup tinggi, Arjuna kembali menelepon ketika dirinya berada di perempatan jalan.

"Rumah kamu yang mana?"

["Rumah saya yang berpagar putih banyak tanaman merambat. Cari saja rumah yang paling banyak tanaman di depan rumahnya. Nomor dua ratus empat. Itu rumah saya, pintu rumah saya terbuka lebar, ada jemuran selimut bermotif bunga warna-warni dan saya sedang duduk di kursi teras depan rumah. Rumah saya yang paling kecil di antara rumah yang lainnya."]

Arjuna tahu itu, ia sempat mengagumi pekarangan rumah Nismara yang banyak ditanam berbagai macam bunga dan tumbuhan yang lain. Halaman rumah Nismara benar-benar hijau, jadi ketika siang hari yang panas udara akan sedikit sejuk.

Mobil Arjuna terhenti di jalan depan rumah Nismara. Dan ternyata benar apa yang dikatakan Nismara kalau dirinya tengah duduk di kursi teras depan ditemani oleh beberapa ekor kucing yang sedang sibuk memakan remahan roti.

"Di mana anak saya?"

Nismara berdiri. "Jangan waspada gitu dong, Pak. Saya nggak culik anak Bapak, kok, apalagi sampai mencongkel salah satu organ tubuhnya."

Mendengar pernyataan tersebut membuat tubuh Arjuna makin menegang.

"Silakan masuk!"

Awalnya Arjuna tidak mau masuk dan ingin langsung pulang ketika datang dan membawa Nanda, tetapi karena tadi mendengar perkataan Nismara yang seperti itu mau tidak mau Arjuna mengikut.

Di ruang tengah, Nanda sedang tertidur di pangkuan wanita paruh baya, usianya mungkin tidak terlalu beda jauh dengan Bude Marni.

"Bu, ayahnya Nanda sudah datang," ucap Nismara.

Ibunya Nismara, Bu Darmaya tersenyum ramah lalu menyapa Arjuna.

Disapa dengan hangat seperti itu membuat Arjuna kikuk sendiri.

"Silakan duduk, Pak Arjuna."

Arjuna mengangguk lalu duduk di kursi yang masih kosong.

"Nis, buatkan Pak Arjuna minuman."

"Tidak usah repot-repot, Bu. Saya datang ke sini hanya mau menjemput Nanda saja."

"Pak Arjuna tidak usah sungkan, istirahat lah dulu di sini, pasti Pak Arjuna capek sehabis perjalanan. Lagipula Nanda masih belum bangun."

"Tidak apa-apa, Bu, saya tidak mau merepotkan Ibu."

Nismara agak berdecak pelan karena Arjuna begitu baik, sopan dan ramah pada ibunya. Sedangkan pada dirinya? Malah kebalikannya.

Perlahan mata Nanda terbuka, ia menggeliat pelan lalu mengusap matanya beberapa kali. "Papa?" gumamnya pelan.

"Iya, Sayang? Papa di sini. Ayo kita pulang sekarang."

Nanda mengedarkan pandangannya. Rupanya kesadaran Nanda belum sepenuhnya terkumpul.

"Oma, Nanda haus."

Arjuna terkejut ketika mendengar Nanda memanggil ibunya Nismara dengan sebutan 'Oma'.

"Nanda, jangan gitu. Gak baik," tegur Arjuna.

"Tidak apa-apa Pak Arjuna, saya senang kok di panggil oma karena saya berasa punya cucu sendiri." Bu Darmaya tersenyum sambil matanya melirik ke arah Nismara.

Wah, sepertinya Bu Darmaya membuat 'kode' supaya anak sulungnya itu cepat-cepat pergi ke pelaminan dan segera memberikannya cucu, maklum saja teman-temannya Bu Darmaya hampir semua sudah memiliki cucu, makanya Bu Darmaya sedikit agak iri.

Nismara meletakkan segelas air di atas meja, saat Nanda hendak mengambilnya, tiba-tiba tangan Arjuna menghalangi.

Siapa tahu air minum ini beracun, pikir Arjuna.

"Tenang, kok, Pak, air itu nggak ada racunnya." Nismara tahu betul apa yang berada di pikiran Arjuna. "Kalau Bapak nggak percaya, silakan Bapak minum sendiri supaya Nanda selamat."

Arjuna menatap Nismara, bagaimana pun juga Arjuna masih belum mempercayai Nismara, apalagi gaya bercanda Nismara yang tidak seperti sedang tidak bercanda.

Sangat sangat serius.

Sepertinya air minum tersebut memang beracun.

"Gluk!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status