Usai menikmati es krim, aku, Cheryl, dan Keenan jalan-jalan sebentar, lalu kami kembali ke Alexander Apartment untuk mengambil mobil.Aku dan Cheryl memutuskan untuk menghabiskan waktu di unit apartment, tanpa mengungkit masalah pengirim hadiah misterius lagi.Hingga keesokan harinya …Tiba-tiba Cheryl membuka pintu kamarku dan menyembulkan kepalanya, “Li, aku antar kamu ke kantor ya?”“Lho, kamu belum berangkat?” tanyaku keheranan. Pasalnya, setiap hari Senin, Cheryl selalu berangkat lebih awal karena ada satu pasien yang lebih suka konsultasi di pagi hari.“Pasienku sedang sakit. Jadi, aku akan menemuinya di rumah. Arah rumahnya melewati tempat kerjamu.” Cheryl memberi tahu.Aku meraih tas kecil di atas nakas, lalu berjalan mengikuti Cheryl.Tepat ketika Cheryl hendak membuka pintu utama unit apartment, tiba-tiba Cheryl berhenti dan membalikkan tubuhnya.“Kenapa?” tanyaku bingung.“Kamu pasti belum sarapan. Apa aku benar?” tanya Cheryl sambil memicingkan matanya.“Sudah minum susu,”
Setelah aku memberi tahu Keenan mengenai sistem kerja, Keenan langsung bertanya tentang sistem pembayaran. Di sini aku menilai Keenan sebagai seorang pemuda yang cerdas dan cekatan. Dia juga tahu poin-poin penting yang harus kami bicarakan sebelum mulai bekerja.Cara kerja yang seperti ini yang aku suka. Tidak bertele-tele dan jelas sejak sebelum kerja sama dimulai.“Jika proses kerja sama sudah selesai, berapa lama aku bisa mendapatkan desain gambarnya?” tanya Keenan.“Biasanya aku membutuhkan waktu kurang lebih satu minggu. Dari kamu sendiri, berapa lama waktu yang diberikan untuk aku menyelesaikan semuanya?” jawabku.“Satu minggu seharusnya cukup,” sahut Keenan.Aku mengangguk.“Besok aku akan mengurus semuanya agar kita bisa segera mulai bekerja,” ujar Keenan, membuatku melongo. Sungguh aku tidak bisa berkata-kata.“Apa kamu setuju dengan sistem kerja dan pembayaran yang aku ajukan? Kamu tidak butuh contoh gambar?” tanyaku memastikan.“Iya, aku tidak keberatan. Mengenai contoh gam
“Finn. seseorang yang kita hadiri pemakamannya … dia adalah kekasihku,” jawabku.Masih ada perasaan sedih setiap kali menyebutkan nama Finn. Bedanya, sekarang aku sudah tidak terlalu sering menangis lagi.“Ah, maafkan aku,” ucap Keenan.“Tidak apa-apa,” jawabku sambil tersenyum.“Rupanya hari itu kita sama-sama kehilangan kekasih,” ujar Keenan berniat menghibur.“Iya. Finn pergi untuk selamanya. Sedangkan kekasihmu pergi bersama pria lain. Aku yakin, dia pasti menyesal telah meninggalkan seorang pria sebaik kamu,” jawabku ikut menghibur.Keenan hanya tersenyum tipis untuk menanggapi.Untuk beberapa saat, kami sama-sama diam, membiarkan seorang pelayan restoran menyajikan sushi yang kami pesan.“Terima kasih,” ucap Keenan pada seorang pelayan itu.“Hm, kelihatannya sangat lezat,” ujarku.“Langsung makan, Li!” sahut Keenan.Aku meraih sumpit di atas meja, lalu mulai memasukkan sushi ke dalam mulut.“Benar-benar lezat! Rupanya selera kita sama,” pujiku setelah menelan suapan pertama.Kee
Jangan salah sangka dulu! Aku mengajak Keenan menginap hanya karena merasa bersalah. Seandainya aku tidak mengajaknya masuk, mungkin dia tidak akan tergores.Ngomong-ngomong, meskipun tergores, tetapi aku sempat melihat lukanya cukup dalam. Itu masuk akal karena darahnya sampai banyak mengalir keluar.Setelah mendapat persetujuan Cheryl dan dengan sedikit memaksa, akhirnya Keenan mau menginap. Tentu saja dia terpaksa mengganti pakaian seadanya dan tidur di sofa.“Aku bisa tidur dengan Lilian kalau kamu mau di kamar,” tawar Cheryl.“Sofa ini sudah cukup nyaman. Kalian bisa tidur di kamar,” jawab Keenan.Cheryl mengangguk.“Keenan, maafkan aku,” ucapku untuk kesekian kalinya.“Kamu tidak salah. Berhentilah minta maaf! Lagi pula aku baik-baik saja,” jawab Keenan sambil tersenyum.“Kalau haus atau lapar, semua ada di dapur,” kataku.“Iya,” jawab Keenan.Cukup lama aku memandangi Keenan yang sudah mengganti pakaiannya dan siap tidur di sofa. Meskipun aku dan Cheryl sudah berusaha untuk mem
“Apa kamu kenal orang yang ada di foto ini?” Om Danendra bertanya padaku.“Tidak, Om,” jawabku cepat.“Dilihat pelan-pelan, Li,” pinta Cheryl.“Aku tidak mengenalnya,” jawabku yakin.“Sudah Om duga. Firasat Om, dia ini hanya orang suruhan tapi aktingnya bagus. Orang kepercayaan Om bahkan sudah mengancamnya,” ujar Om Danendra.“Bisa saja orang ini lihat Lilian lalu menyukainya,” celetuk Cheryl.“Iya, bisa saja begitu. Itu juga yang orang ini katakan,” ujar Om Danendra.“Dia bilang apa, Om?” tanyaku penasaran.“Katanya sudah sejak lama dia sering duduk di cafe yang ada di dekat Harper Apartment. Hingga suatu hari dia melihatmu keluar dari gerbang Harper Apartment dalam keadaan melamun. Lalu dia merasa penasaran denganmu. Kira-kira begitu ceritanya kalau menurut orang kepercayaan Om,” jawab Om Danendra.Memang agak sedikit aneh tapi kenyataannya ada cerita yang seperti itu.“Selanjutnya, apa yang harus saya lakukan, Om?” tanyaku.“Tetap hati-hati saja. Kalau dia orang suruhan, maka kamu
“Eee, maaf,” ucapku antara malu dan bingung.Apa kalian tahu yang baru saja aku lakukan? Kenapa bisa ada box yang jatuh? Aku tidak merasa menyenggol sesuatu.Ah, satu lagi … apa Keenan memang begitu kuat saat menarikku? Atau aku yang terlalu berlebihan sampai berada di dalam pelukannya?Ah, malu banget!“Aku justru yang harus minta maaf karena tadi aku yang memindahkan dus ini di atas agar mereka punya ruang untuk bekerja. Ternyata posisinya kurang pas. Untung itu dus kosong. Hanya lumayan tebal saja. Kalau kena kepala pasti sakit,” ujar Keenan.“Iya,” jawabku pelan tanpa melihat ke arah Keenan.“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Keenan.“Iya, aku baik-baik saja,” jawabku sambil melirik sekilas ke arah Yoan, Lie, dan Zoe yang tersenyum ke arahku.“Ah, aku tiba-tiba ingat … kita kembali ke ruanganku untuk membahas masalah desain, yuk!” ajak Keenan.“Iya,” jawabku singkat.Kami pun berjalan bersama-sama ke ruangan Keenan.“Maaf, hanya ada air mineral,” ujar Keenan sambil memberikan satu b
“Maaf. Baru saja ada orang yang naik sepeda dan hampir mengenaimu,” ujar Keenan melepaskan pelukannya.“Oh, iya,” sahutku buru-buru membenarkan posisiku berdiri sambil mengedarkan pandangan ke sekitar.Benar kata Keenan. Ada orang naik sepeda yang sudah melaju dengan kecepatan tinggi.“Sampai di mana tadi pembicaraan kita?” tanya Keenan.“Itu … kita jadinya makan di mana?” Bukannya menjawab, aku malah balik bertanya.“Kamu mau makan burger?” ajak Keenan.“Boleh,” jawabku sambil tersenyum.Keenan mengangguk. Lalu, kami pun kembali berjalan beriringan.“Jadi, kapan Om Danendra mau mengajak kita makan burger? Minggu ini? Minggu depan?” tanya Keenan.Eee, ternyata Keenan ingat juga. Padahal aku sengaja mengalihkan perhatian dari pembicaraan itu.“Nanti aku akan memberi tahu kalau sudah dapat infonya,” jawabku.Keenan mengangguk sambil tersenyum.“Tempat makan burger yang lezat di mana?” tanyaku.Keenan mengedarkan pandangan, lalu kembali tersenyum, “Itu.”Pandanganku mengikuti arah tangan
Keenan POVAku tertawa geli ketika melihat Lilian salah tingkah dan menunduk setelah mengajukan protes kalau dia tidak sama seperti Mama dan Erina.Aku setuju kalau Lilian berbeda dengan Mama dan Erina. Lilian bahkan berbeda dengan gadis kebanyakan yang pernah aku kenal. Hm, maksudku, Lilian itu gadis yang sangat polos, jujur, dan baik hati. Setidaknya sejauh ini aku mengenalnya sebagai gadis yang seperti itu.Akan tetapi, masih ada sedikit ketakutan di dalam diriku ini untuk menjalin hubungan kembali dengan seorang gadis.Bagaimana caraku menjelaskannya?Aku menyukai Lilian, tetapi aku tidak ingin terburu-buru seperti saat memutuskan untuk mencintai Erina dan ingin menjalin hubungan dengannya.Mungkin aku akan berteman dengannya terlebih dahulu atau mungkin aku akan menjadi sahabatnya … hm, entahlah, aku belum bisa memutuskan apa pun sekarang.Eee, mengenai kerja sama bisnis, ini murni dan tidak ada sangkut pautnya dengan perasaanku. Aku benar-benar mencari seorang yang bisa menggamb