Bel pulang sekolah berbunyi. Semua siswa sudah bersiap-siap untuk pulang. Lana masih duduk di bangkunya memikirkan tentang apa yang akan dia lakukan setelah ini. Entah kenapa juga Lana, merasa mau menerima tawaran Noah.
"Lana, kamu tidak pulang? Itu si pangeran kamu sudah menunggu."
"Tidak lucu! Aku tidak bisa jalan sama dia. Aku pasti mendapat masalah."
"Mau aku bantu?"
Lana seketika melirik tajam pada sahabatnya. Lana berdiri dari tempatnya, dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Itu jaket Noah, dan Lana bermaksud akan mengembalikannya saja kemudian dia akan meminta gelang kesayangannya yang di bawa oleh Noah.
Lana keluar dari dalam kelasnya, dan si keriting mengejarnya. "Lana, apa kamu tidak ingin menerima tawaran cowok itu? Dia kelihatannya tidak berengsek, siapa tau kalian bisa berteman."
"Aku tidak mau mengulang kesalahan kedua kalinya. Kali ini kamu tidak perlu melakukan apa-apa." Lana turun dan keluar untuk menemui N
Lana bingung harus berteriak apa? Dia hanya memandangi saja pemandangan di depannya. "Kamu bisa mengeluarkan kesedihan kamu di sini, dan tidak akan ada orang yang tau tentang masalah kamu.""Aku tidak sedih, Noah. Kau bahagia dengan hidupku. Aku memiliki keluarga sempurna." Lana memilih duduk di tanah dengan kedua lututnya di tekut dan dia memeluk erat kedua kakinya.Noah mengambil jaket Lana dan meletakkan di atas tanah sebagai alas.Noah berbaring di atas jaketnya. "Berbaringlah, Lana. Udaranya sedang sejuk, kamu pasti akan merasa tenang."Lana melihat Noah yang malah berbaring dengan lengan tangannya sebagai penyangga kepalanya. "Jika sedang sedih atau hatiku tidak tenang karena suatu hal, aku pasti akan datang ke sini untuk menenangkan diriku.""Kamu bisa merasakan sedih juga?" tanya Lana yang masih dengan posisi duduk di samping Noah.Noah lagi-lagi memberikan senyum manisnya. "Aku manusia juga, Lana. Aku bukan robot yang hatinya terbua
Kedua insan itu masih saling berpandangan. "Apa kamu kedinginan, Lana?" tanya Noah dengan bibir yang terlihat bergetar. Lana menggeleng pelan.Lana sekarang malah tersenyum. "Kamu yang sepertinya kedinginan, Noah." Sekarang gantian Noah yang mengangguk, dengan menahan rasa dinginnya.Lana tertawa kecil. "Kenapa tadi merasa sok kuat, kenapa juga kamu harus melepaskan baju kamu?" Lana menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya sendiri secara bergantian, kemudian dia menempelkan kedua telapak tangannya yang terasa hangat pada pipi Noah, dan Lana mengulanginya beberapa kali.Noah sedikit tercengang melihat apa yang di lakukan oleh Lana. Entah bisikan iblis mana yang membuat Noah akhirnya mendekatkan wajahnya ke arah Lana, dan mencium bibir Lana lembut. Seketika sepasang manik mata Lana membesar dan menatap Noah yang sedang melihatnya setelah melepaskan ciumannya."Ke-kenapa kamu menciumku?" tanya Lana lirih karena di dalam hatinya sedang ber
Lana yang sebal tidak menjawab pertanyaan dari sahabatnya, dia hanya duduk terdiam di dalam mobil melihat ke arah luar jendela. "Lana, bagaimana rasanya? Pasti menyenangkan? Aku lihat di balik kaos Noah yang basah, tubuh Noah terlihat sangat bagus. Apalagi dia sepertinya sudah berpengalaman." "Apa tidak ada pembicaraan lainnya selain membahas itu, Mara?" Lana yang terganggu akhirnya membuka suaranya. Namun, Lana mengakui jika tibuh Noah sangat indah saat tadi dia membuka kaosnya. "Kamu kenapa main rahasia sama aku. Eh iya! Apa tadi kamu tidak lupa menggunakan pengaman? Jangan sampai karena keenakan kamu lupa memakai pengaman, Lana." Lana tidak menjawab dia hanya diam saja, ini sahabat benar-benar membuat otak Lana bisa terkontaminasi. Mara tiba-tiba menghentikan mobilnya. Lana sempat bingung, kenapa mobilnya berhenti? Padahal jarak rumah Lana masih beberapa blok lagi. "Kenapa berhenti, Mara?" "Kamu belum menjawab pertanyaanku, Lana? Apa kamu t
Lana terbaring di atas tempat tidurnya dan sekarang dia terlihat sedang tidak baik. Leon tadi sudah mengantarkan makanan dan obat untuk Lana. Tidak lama pintu kamar Lana di ketuk oleh mamanya. Wanita cantik itu masuk ke dalam kamar dan duduk tepat di samping putrinya yang sedang berbaring dengan membawa ponselnya."Kamu baik-baik saja, Lana? Tadi Leon bilang kamu sedang tidak enak badan?" Tangan wanita cantik itu menepmpelkan telapak tangannya pada dahi Lana."Aku baik, Ma. Mungkin gara-gara terkena air hujan saja. Ma, aku mau tidur, apa mama bisa keluar sebentar?" tanya Lana yang sebenarnya kecewa sama mamanya gara-gara tadi barang-barangnya malah di periksa seperti itu. Sebegitu tidak percayanya mamanya dengan dirinya yang tidak pernah berbuat hal aneh-aneh."Apa perlu mama panggilkan dokter buat kamu? Kalau kamu sakit besok kamu tidak bisa sekolah, dan mama tidak mau kalau sampai hal itu terjadi.""Aku besok pasti sudah baikkan. Mama tidak perlu khawat
Lana masih belum sadar melihat ada Noah di sana karena dia masih terlihat mengantuk. " Hai, Lana." Tangan Noah seolah melambai kecil pada Lana."Noah!" serunya kaget. Tidak lama Lana dengan cepat menutup mulutnya karena dia tidak mau suaranya sampai terdengar oleh mamanya.Lana segera beranjak dari tempatnya, dia menyalahkan lampu tidurnya, dan duduk bersandaer di atas ranjangnya, Noah dengan gerakan cepat duduk di depan Lana dan tersenyum seolah-olah tidak ada apa-apa. "Kamu kenapa bisa masuk ke dalam kamarku? Kamu lewat dari mana?" tanya Lana heran.Noah menunjuk ke arah jendela kaca kamar Lana. "Dari situ, aku tadi memanjat seperti waktu itu, dan ternyata kamu sangat ceroboh, kenapa kamu tidak mengunci jendela kamar kamu? Kalau ada orang lain masuk ke sini, bagaimana?"Lana terdiam sebentar. "Apa memang aku lupa menguncinya? Tapi kenapa kamu malam-malam begini datang ke rumah aku? Bagaimana kalau kamu dikira mau mencuri di rumahku? Apalagi ada ma
Noah berada di atas bukit sendirian, tubuhnya dia baringkan di atas tanah yang penuh dengan rerumputan, kedua lengannya dia gunakan sebagai penyangga kepalanya, Noah menatap langit malam ini yang terlihat banyak sekali bintang menyebar menghiasi langit yang terlihat gelap. Noah tersenyum membayangkan ciuamannya yang dia sudah lakukan dua kali dengan Lana, dan bagi Noah rasanya sangat manis. Noah tidak pernah merasakan sensai yang luar biasa walaupun itu hanya sekedar ciuman. Noah bahkan sering kali berciuman dengan setiap gadis yang mendekati dia, tapi dengan Lana sangat berbeda. "Gadis itu kenapa sangat membuat aku tidak karuan seperti ini?" Tidak terasa Noah ketiduran di atas bukit sampai pagi menjelang. Noah di kejutkan dengan bunyi ponsel milikny. Noah melihat nama dokter yang menangani keadaan kakaknya ada pada layar ponselnya. "Iya, dok?" "Noah, dokter yang aku katakan sudah datang, apa kamu hari ini bisa ke rumah sakit, kamu bisa berbicar
Lana terlihat masih kebingungan, dia masih penasaran di mana supir pribadinya?"Kamu kenapa? Apa mencari supir kamu?" Lana mengangguk beberapa kali. "Dia sudah aku suap dan aku suruh pergi dari sini.""Apa?" Muka Lana tampak terkejut mendengar hal itu. "Maksud kamu? Kamu suap bagaimana?""Aku bilang saja kalau aku kekasih kamu, tapi orang tua kamu tidak boleh mengetahuinya. Supir kamu baik juga, dia pernah pacaran diam-diam karena orang tua ceweknya tidak merestuinya. Jadi dia bisa mengerti akan hal yang aku rasakan.""Tapi, kita tidak sedang pacaran, Noah," ucap Lana lirih."Iya, kita tidak pacaran, tapi hanya dekat." Noah mendekatkan tubuhnya pada Lana. Sangat dekat, bahkan tidak ada jarak di antara mereka."Noah. Jangan terlalu dekat begini. Aku tidak mau di lihat oleh guru dan teman-temanku yang ada di sini."Noah tersenyum. "Ya sudah! Kalau begitu kita pergi dari sini." Noah memakaikan jaketnya pada Lana, dan mengaj
Noah memandangai wajah Lana yang sedang tertawa senang, dengan posisi miringnya menghadap Lana. Tangan Noah membelai rambut Lana yang menutupi wajah Lana karena angin pantai yang berembus sedikit kencang. Noah mendekatkan wajahnya pada Lana, kemudian mengusap-usapkan hidung mancungnya pada hidung Lana. Wajah Lana semakin bersemu malu dan senang."Noah, kamu sering melakukan hal itu dengan setiap kekasihmu dulu?""Hal apa?" Sebenarnya Noah ini sudah tau, hanya saja dia ingin Lana lebih memperjelas saja."Jangan pura-pura tidak tau. Kamu sering bercinta dengan setiap kekasih kamu, sama seperti apa yang dilakukan oleh Mara. Mara bilang dia merasa senang setiap melakukan hal itu dengan kekasihnya, katanya serasa dia dicintai dan diinginkan, walaupun aku tau, itu bukan cinta, hanya napsu saja.""Hidupku bebas, Nala, dan seperti yang aku bilang waktu itu. Hal itu wajar di lakukan di negara kita. Itu bukan hal yang mengejutkan.""Apa kamu tidak takut jika