Tepat diatas leher Lula, ada tirai yang berfungsi untuk menutupi bagian perut kebawah agar pasien tidak melihat proses operasi. Namun, Lula masih bisa melihat kepala dokter dan perawat yang sedang menyayat - nyanyat perutnya.
"Gak sakit kan Bu? kaya digaris pake pulpen aja?""Sa-akit." Lula merasakan sayatan pertama yang rasanya perih luar biasa."Barusan sayatan kedua gak sakit juga kan Bu?""Sa-akit Dok." Sayatan kedua terasa lebih sakit daripada sebelumnya."Gimana sayatan yang ini sakit gak?""Sa-akit ini dok." Sayatan yang ketiga ini terasa sakit luar biasa. Namun, Lula berusaha keras menahannya.Mereka masih tak menghiraukan rasa sakit yang Lula rasakan. Hingga akhirnya saat mereka berusaha mengeluarkan bayinya, terlihat 2 orang dokter yang tepat berdiri di samping kanan dan kiri Lula menekan perutnya dengan sangat kuat secara bersamaan dengan diiringi loncatan."Hmmmmmmh sa-akiiiiiiit!" KaLula masih belum bisa banyak bergerak, saat ini rasa sakit bekas operasinya paling terasa karena efek obat biusnya sudah hilang total.Ibu dan Tante Nda selalu sabar merawat Lula dan bayinya. Mereka bergantian istirahat, selalu sigap saat Lula membutuhkan sesuatu. Bahkan, untuk makan saja Lula tak bisa melakukannya sendiri. Membuat Ibu dan Tante Nda harus bergantian untuk menyuapinya dengan penuh kesabaran. Mereka tak menghiraukan rasa lelah yang mereka rasakan."Kamu udah nyiapin nama buat Thole (Panggilan untuk anak laki-laki Jawa) belum La?""Udah Bu, Ibu mau nyumbang nama gak?""Iya dong, kasih nama Raden ya La!""Oke Bu, Raden Volker bagus gak Buk?""Bagus tuh La. Raden Volker aja gak papa."Raden Volker. Artinya seorang bangsawan Jawa yang melindungi rakyat.Kelahirannya sebagai putra dari seorang Ibu berdarah Jawa membuatnya cocok mendapat nama Raden. Sedangkan dibalik nama Volker yang art
"Udah gitu keluarganya kurang ajar banget nuduh Lula mata duitan. Duit gak seberapa aja diminta lagi kok sok sok an! Dasar gak tahu malu." Tante Nda membiarkan Ibu untuk meluapkan amarahnya. Ia berharap itu bisa membuatnya lebih lega."Emang si Jaka bisa banget biar gak malu didepan keluarganya Mba. Dia kayak gitu karna malu kalau keliatan kere didepan keluarganya." Tante Nda juga sebenarnya geram. Tapi ia berusaha menahannya agar tidak membuat Ibu lebih emosi lagi."Nda, kamu bisa bantuin jual mobil Lula gak?" Ibu menatap Tante Nda, ia tersenyum setelah melihat Tante Nda yang malah ikut marah-marah."Bisa Mba, nanti biar Mas Dul yang jualin. Kita turuti kemauan Lula dulu aja Mba. Saat ini mentalnya pasti lagi down banget, kita harus dukung dia Mba biar dia tetap kuat." Tante Nda memberi pengertian sebaik mungkin pada Ibu agar ia bisa mengerti kondisi anaknya yang sedang terpuruk dan sangat membutuhkan dukungan dari orang terdekatnya."Iya
"Mba hari ini sudah boleh pulang.""Apaaaa?" Lula yang masih belum 100% sadar dari tidurnya itu tiba-tiba mengerjapkan matanya setelah sebelumnya terpejam. Ia terkejut mendengar suara perawat yang memperbolehkan pasien pulang."La, pasien disebelah udah boleh pulang tuh." Tante Nda terlihat menghampiri Lula ke ranjangnya setelah sebelumnya berdiri didekat pintu mendengarkan pembicaraan perawat dan pasien yang ada disebelahnya."Ya ampun cepet banget pulihnya. Aku lho belum bisa duduk Te. hiks hiks hiks.""Makanya ayo semangat latihan duduk biar cepet pulih!" Lula menganggukkan kepalanya berkali-kali mengiyakan perkataan Tantenya. Ia sangat semangat membantu Lula untuk menaikan dan menurunkan sandaran tempat tidurnya.Baru kali ini Lula harus tidur di ranjang rumah sakit selama berhari-hari. Hingga membuat punggungnya terasa pegal dan panas. Rasa panas itulah yang membuat dirinya ingin segera bisa duduk dan beranjak dari tempat t
"2 minggu lagi kontrol kesini ya Bu. dedeknya juga!" Perawat itu tetap mendorong Lula hingga keluar dari bangunan rumah sakit."Oh ya baik Mba." Ia menghentikan laju kursi rodanya tepat didepan mobil Bapak."Sudah saya daftarkan sekalian ya Bu, jadi tinggal kesini aja sekitar jam 9nan." Ia juga membantu Lula untuk masuk ke mobil. Karena Lula masih sedikit kesusahan untuk mengangkat tubuhnya, menahan perih diperutnya."Terima kasih banyak ya Mba." Perawat itu memundurkan kursi roda yang tadi sempat Lula duduki itu untuk menjauh dari mobil."Sama-sama Bu, semoga cepat sehat ya." Setelah semuanya naik, Bapak kemudian melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit yang sudah beberapa hari Lula tinggali itu.Sesampainya dirumah, Tante Ai, Mbah Putri, Om Sunan dan anak-anak menyambut kedatangan Lula dengan gembira. Tante Ai segera membantu Lula turun dari mobil, ia kemudian menuntun Lula yang masih sulit berjalan untuk masuk kedalam kama
Kallula menatap wajah Raden yang sedang terlelap disebelahnya. Matanya berkaca-kaca tapi bibirnya menyunggingkan senyuman."Jadi anak kuat ya nak! terima kasih kamu udah lahir dengan sehat, mama sangat bersyukur atas kehadiran kamu nak." Lula mengusap kepala bayi kecilnya dengan lembut. Ia juga menciuminya beberapa kali.Setelah acara upacara adat itu selesai, Tante Nda sekeluarga dan Bapak pulang kerumah. Begitupun ketiga teman Lula. Lula masih ditemani Ibu, Mbah Putri dan keluarga Tante Ai dirumahnya.***Entah mengapa perasaan Lula makin sensitif. Ia sering tiba-tiba menangis tanpa alasan. Kadang ketika malam hari saat dirinya memandang wajah Raden, ia tiba-tiba menangis. Seperti alam bawah sadarnya sangat gelisah.Karena Tante Nda sudah pulang, Lula mulai menyusui Raden sendiri. Sedangkan ASI Tante Ai tidak terlalu banyak untuk 2 anak. Asi Lula masih sedikit yang keluar. Ditambah putingnya yang terasa sangat perih membuatnya selal
"La susunya coba yang kayak gini dulu ya? Lihat dulu ntar Raden suka gak." Tante Ai tiba-tiba muncul dari balik pintu dengan memegang 1 kotak susu ditangan kanannya."Ah iya Te, makasih ya.""Nanti kalau Raden nangis bilang Ibu, biar Ibu bikinin susunya." Ibu tiba-tiba masuk kedalam kamar dan menyahuti perbincangan mereka berdua."La kamu mau jadi kontrol di rumah sakit?""Iya Te, kata perawatnya kemaren gitu.""Gak ke klinik aja? Dulu tante lepasnya di klinik juga bisa lho, malah lebih murah.""Beneran Te?""Iya, kontrol tuh cuman lepas perban sama jahitan aja.""Oh iya kah?""Iya La, Tante anterin deh besok kalau gak percaya.""Oke deh Te."***Keesokan harinya, Lula bersiap-siap untuk pergi ke klinik. Kali ini ia ditemani Tante Ai dan bapak. Raden yang berada di gendongan Tante Ai itu terlihat tidur pulas.Setelah semuanya masuk kedalam mobil, B
"Kenapa ya La kok bisa gitu?" Tante Ai mengernyitkan keningnya heran. Sedangkan Lula hanya menggelengkan kepala."Mana benangnya di tanem di dalem lagi. Kalau dulu aku cuma di pinggir-pinggir bagian luar doang. Apa gara-gara posisi bayinya yang mlumah ya La? jadi harus lebar gini?""Gak tau Te. Bisa aja." Lula menaikkan kedua bahunya.***Hari berikutnya, Lula sudah bersiap untuk pergi kerumah sakit. Kali ini ia hanya pergi bersama Bapak, sedangkan Raden tetap dirumah bersama Ibu dan yang lainnya."La, nanti dirumah sakit kamu coba minta surat kelahiran lagi! buat jaga-jaga kalau misal Raden jadi dimasukin ke KK Ibu atau Tante." Tante Ai tiba-tiba muncul dibalik pintu saat Lula sedang siap-siap."Iya coba nanti Te.""Bilang aja yang kemaren hilang atau gimana.""Oke Te."Ia datang lebih pagi dari sebelumnya, jadi saat sampai rumah sakit belum begitu banyak antrian. Lula masuk kedalam seorang
Sebulan telah berlalu. Kondisi Lula pun sudah membaik. Ia juga mulai bisa mengurus Raden sendiri. Sekarang Lula akhirnya hanya tinggal berdua bersama Raden. Sebelumnya, Ibu, Tante Ai dan Tante Nda bergantian untuk menemani Lula. Tapi sekarang Tante Ai dan keluarganya harus kembali ke Malaysia karena setelah negara itu buka lockdown, Om Sunan harus kembali bekerja. Jadi hanya Ibu dan Tante Nda yang bergantian untuk mengunjungi Lula sesekali.Awalnya Ibu sangat khawatir, ia sadar karena Lula anak tunggal. Jadi ia tak pernah melihat cara merawat bayi sebelumnya. Tapi ternyata, Lula tak membutuhkan waktu lama untuk belajar. Sekarang Lula terlihat lihai merawat Raden, hingga membuat ibunya tega membiarkannya merawat Raden seorang diri."La, besok jadwal Raden imunisasi kan?" Terdengar suara khas Ibu dari sebrang panggilan telepon."Iya Bu.""Ya udah besok Ibu sama Bapak kesana biar bisa nganter kamu." Meski begitu, Ibu tetap saja khawatir karen