"Dek bangun! kamu gak kerja?"
"Duhh aku pusing nih mas." Jaka memegang leher dan kening Lula."Gak panas tuh." Saat Jaka sedang sibuk mengecek suhu badan Lula, tiba-tiba rasa mual menyerang Lula begitu kuat dan tak sanggup ia tahan. Lula segera berlari ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya."Yok ayok periksa ke dokter aja." Dengan sigap Jaka membalutkan baju hangat di tubuh Lula dan membawanya ke rumah sakit terdekat.Sesampainya di rumah sakit, Lula langsung menuju Front Office untuk menanyakan perihal dokter yang bertugas dihari itu. Namun, petugas yang berjaga memberikan Lula beberapa lembar kertas yang harus ia isi terlebih dahulu untuk keperluan registrasi. Setelah selesai dengan semua urusan registrasi, petugas mengarahkannya untuk pergi keruangan dokter yang sedang praktik.Lula mendudukkan badannya di kursi yang berjajar rapi didepan ruangan dokter menunggu giliran untuk diperiksa. Tinggal satu orang lagi di depLula menoleh kearah Jaka dan menatapnya. Namun, ia sama sekali tak berani menatap Lula. Ia memegang tangan Lula erat namun tak disangka ayahnya berteriak dan melarangnya."Lepaskan! Siapa yang mengijinkan kalian pegangan tangan?" Jaka seketika melepaskan tangan Lula kemudian berlalu pergi ke toilet. Ia meninggalkan Lula sendirian dihadapan orang tuanya."Siapa namamu?""Lula pak.""Sudah berapa lama kamu kenal Jaka?""Sekitar 4 bulanan.""Kenal 4 bulan lalu menikah? Begitu?""Iya pak.""Dari mana asalmu? Apa pekerjaan ayah dan ibumu?" Awalnya Lula masih menjawab pertanyaan ayahnya dengan baik. Namun, setelah mendengar pertanyaan mengenai pekerjaan orang tuanya, disitu Lula merasa seperti ia akan menyentuh harga diri keluarganya."Kamu tahu tidak siapa Jaka? Dia itu seorang polisi yang dihormati di desanya, semua orang di desanya membanggakan dia!" Dan ternyata dugaan Lula benar. Seteng
"Kemaren sok sok an berani deketin kamu. Sok sok an berani bilang sama orang tuamu. Tapi tadi apa? Malu kalik sama profesi."Jaka terus terusan menghubungi ponsel Lula. Namun, tak ia hiraukan sama sekali. Lula yang perasaannya tidak karuan masih betah berada di resto bersama Bi dan Fafa saat ini. Hingga akhirnya Jaka kembali lagi menyusulnya ke resto dan memohon padanya untuk kembali pulang bersamanya. Karena tidak enak hati pada Bi dan Fafa akhirnya Lula iyakan ajakannya. Sesampainya di kos, Jaka mengusap air mata Lula."La, apapun yang terjadi kamu jangan pernah ninggalin aku ya? kita hadapi ini sama - sama ya!""Apa kamu bilang? sama - sama? membiarkanku menghadapi orang tuamu sendirian, itu yang kamu sebut sama - sama?""Maafin aku La, sebenarnya aku bisa jadi polisi seperti ini juga berkat orang tuaku yang membiyayai ku. Lina calon istriku dan keluarganya juga memiliki andil banyak dalam keberhasilanku.""Kenapa kamu harus
"Gak ngrepotin kok, biar kalian betah disini hehe." Ibu Fafa terlihat bersemangat menyajikan masakannya."Kamu kenapa nduk?" Setelah ibunya pergi, Fafa berani bertanya pada Lula. Lula menceritakan semua kejadian yang ia alami padanya."Dia punya pikiran gak sih? Orang lagi hamil kok di kasarin. Tega banget mau nyelakain darah dagingnya sendiri." Fafa sangat geram mengetahui kelakuan Jaka."Banci tuh dia! beraninya kasar sama perempuan. Mana lagi hamil anaknya sendiri lagi." Bi yang sangat geram ikut menimpali."Kemarin aja sok sok an di depan Lula, eeeh taunya di depan keluarganya mlempem kayak krupuk di rendem minyak. Perjuangin darah dagingnya sendiri aja gak berani. Dihh apaan laki banci begitu.""Apa kabar tuh kalau temen - temennya tau mentalnya kayak tempe begitu. Malu - maluin kepolisian aja.""Mending kamu visum deh La buat jaga - jaga kalau Jaka berani nyelakain kamu lagi.""Nanti kalau mereka mojo
Drrrt Drrrrt DrrrrtLula terbangun dari tidurnya lantaran mendengar suara bising yang berasal dari ponselnya. Ia segera meraih ponselnya dengan sedikit menyipitkan mata karena terkena pantulan cahaya yang sangat silau dari layar ponsel. Terlihat angka 06.00 saat ia mengusap layar pada ponselnya."Siapa pagi-pagi begini?" karena masih sangat ngantuk, mulutnya otomatis bergumam. Ia mendapati pesan dengan nomor baru di notifikasi ponselnya."Hallo Lula, ini aku Lina. Kita harus ketemu, sekarang aku ada di dekat rumahmu." ~LinaLula segera menemui Lina setelah ia memberitahukan lokasinya. Ia berada di taman yang tak jauh dari rumah Lula. Saat Lula perhatikan, ia terlihat duduk di kursi taman seorang diri."Ada perlu apa?" Lula langsung melemparkan pertanyaan tanpa basa-basi."Kamu sehat kan La?" Lina yang sebelumnya duduk seketika berdiri setelah melihat kedatangan Lula."Iya.""La, aku paham posisi
Hari ini Lula tertidur hingga sore, mungkin karena terlalu lelah menangis. Atau karena lelah memikirkan semua masalah yang sedang ia hadapi, apalagi hari sebelumnya banyak kejadian yang mengganggu pikirannya."La bangun La!""Iya ada apa buk?""Jaka dateng tuh.""Hah? sama siapa?""Gak tahu, belum turun dari mobil. Coba kamu liat deh!"Lula segera keluar dari kamarnya menuju ruang tamu dan melihat keluar jendela. Jaka terlihat keluar dari dalam mobilnya seorang diri. Ia berjalan mendekat ke pintu rumah Lula. Lula segera membukakan pintu sebelum ia mengetuk. Lula masih menyambutnya dengan baik dan mencium punggung tangannya selayaknya seorang istri."Ini bawa masuk!" Jaka memberikan tasnya kepada Lula yang kemudian ia masukkan kedalam kamar.Lula kembali menemaninya duduk diruang tamu setelah kedua orang tua Lula selesai menyapanya dan kembali lagi kedalam meninggalkan mereka berdua."K
"Kami mau memberi penawaran untuk Lula, kamu mau tetap tinggal dikos kami rawat dan biayai selama hamil setelah anaknya lahir serahkan pada kami, atau kalau tidak mau menyerahkan anak ini yasudah kami lepas tangan tidak akan membantu apapun dan tidak mau tahu menahu lagi dengan kehidupan kalian." Bagi Lula, Ayah Jaka memberi penawaran yang tidak manusiawi."Saya memilih untuk merawat anak ini sendiri tanpa gangguan kalian sama sekali!""Sebentar mba, apa mba Lula sudah yakin? coba pikirkan lagi gimana kedepannya. Apa mba Lula benar - benar sanggup merawatnya sendiri?" Bima memastikan lagi jawabannya."Emang kamu gak malu apa kalau nanti tetangga taunya kamu hamil gak ada suaminya?" Tari melemparkan pertanyaan lagi."Enggak! Kenapa harus malu? Saya tanggung jawab merawat anak ini. Untuk apa saya mempertahankan lelaki kasar kayak Jaka yang bermental pengecut dan gak bertanggung jawab?""Kasar gimana maksud mba Lula?" Bima bertanya
Setelah ayah Jaka keluar, bapak Lula segera menutup pintu dengan keras. Sedangkan mereka masih ada di teras rumah, bapak tidak peduli tanpa menunggu kepergian mereka semua. Lula segera masuk kedalam kamar dan menangis sejadinya."Udah gak usah di tangisin!" bapak terlihat geram. Ibu memeluk dan menenangkan Lula.Lula menangis bukan karena patah hati pada Jaka, tapi ia sedih karena mengingat anaknya yang kini ada didalam rahimnya. Anak yang tak berdosa dan terjadi atas dasar cinta, harus ditolak oleh ayah kandungnya nya sendiri. Bahkan, diusianya yang masih 4 bulan dan masih didalam perut dia sudah tidak diterima oleh ayahnya dan keluarga ayahnya. Betapa malangnya anak ini.Bahkan, Lula lebih beruntung waktu seusianya dulu. Tapi kenapa ia membuat anaknya tidak beruntung seperti dirinya? Lula mengutuki dirinya sendiri merasa bersalah pada anaknya.Bagaimana bisa ada manusia yang tega menolak darah dagingnya sendiri dan sangat egois hanya mem
Beberapa bulan berlalu hanya Lula habiskan di rumah. Perutnya yang semakin hari kian membesar membuat gerak geriknya sangat terbatas karena tak mau mengundang perhatian tetangga. Jika hanya Lula yang dapat makian dari tetangga, tak masalah. Namun, jika orang tuanya yang harus mendengar ocehan pedas tetangga, Lula tak bisa membiarkannya.Sudah berhari-hari Lula memikirkan untuk tinggal ditempat lain agar orang tuanya tak harus menanggung malu, setidaknya hanya untuk saat ini. Lula merasa ingin pergi sejauh mungkin dari orang-orang yang berhubungan dengan Jaka. Ingin melupakan semuanya dan mulai kehidupan baru yang bahagia bersama anaknya tanpa ada gangguan."Pak, bu, kalau misal untuk sementara Lula tinggal diluar kota dulu gimana?" Akhirnya Lula memberanikan diri meminta pendapat kepada kedua orang tuanya saat makan malam bersama setelah semalaman tak bisa tidur memikirkannya."Kenapa? perut besar begitu memangnya mau pergi kemana La?" raut wajah ibu