Kebohongan yang telah ada dalam hidupnya dalam beberapa tahun ini, rasanya tidak lucu jika tiba-tiba semuanya terbongkar dan berakhir begitu saja. Apalagi hanya karena seseorang yang telah lama mengenal dirinya, yang seenaknya membuka mulut dengan lancang. Dia tidak suka hal itu. Tapi, memangnya apa yang bisa dia perbuat selain menatap was-was pada gadis di depannya ini?
“Hey, kok malah bengong sih,” tegur Aron dengan mendudukkan dirinya di samping Floe yang masih menatap ia dengan tatapan terpesona. Senyum licik langsung terpatri di wajah Aron, dia sedikit melirik pada tunangannya yang ada di samping Karina. Dia yakin pesonanya sebagai pemimpin geng motor yang paling di segani oleh anak-anak kampus, tidak akan pernah luntur dan hal itu membuat dia yakin kalau Chelsy pasti akan merasa cemburu.
Tapi dia salah, gadis seumuran dengan dia itu malah sibuk dengan es teh milik Karina dan ponsel mahal milik Karina juga. Saat itu juga senyum miliknya langsung turun, kemudian dia memandang kembali pada Floe yang masih betah menatapnya. “Hey, jangan melihatku seperti itu.”
“Kenapa? Nggak boleh ya? Kalau minta nomornya, boleh?”
Pertanyaan dari Floe membuat Karina menurunkan wajah tegangnya, dia melirik Chelsy yang masih mengutak-atik ponsel pintar miliknya. Seperti biasa, gadis itu sama seklai tidak peduli apakah ada yang menggoda tunangannya atau mengajaknya kencan sekalipun. Karina tidak tahu apa yang dipikirkan gadis yang lebih tua darinya itu.
“Hey, hey, hey. Kamu tidak lihat, tunaganku ada di depanmu,” jawab Aron dengan senyum kecil. Dia menempatkan lengannya di atas sandaran kursi kantin dengan mata yang memberi araan pada Chelsy yang masih sibuk di depannya.
“Eh?” Floe merasa salah tingkah. Dia menggaruk rambutnya yang tidak gatal, dia menatap Chelsy yang kini menatap dirinya dengan senyum cantik, yang sangat cantik. Tiba-tiba dia merasa kecil, apalagi jika melihat pakaian apa saja yang di pakai oleh gadis itu. Pakaian bermerk yang terlihat sangat mahal, meskipun pakaian miliknya juga mahal, namun harganya pasti lebih rendah dari pada gadis di depannya ini. “A, a, maaf. Maaf, kan aku. Aku sungguh tidak bermaksud untuk menggoda tunanganmu.”
“Santai aja lah. Kamu nggak salah kok, si Aron aja yang kepedan dan suka tebar pesona. Nggak ingat umur emang,” tandas Chelsy dengan tawa menegejek pad Aron.
Sedangkan yang dienjek mendengus dengan bola mata yang memutar. “Eh, ayo, pertanyaan yang tadi belum di jawab, lho.”
Karina berdeham sedikit, kemudian menatap Floe yang juga menatapnya dengan kebingungan.
“Ah, soal itu, aku tidak tahu.” Floe memberanikan diri menatap lagi pada wajah tampan Aron yang ada di sebelahnya. Dia memang tidak paham dengan kode yang diberikan oleh teman sekelasnya dulu sewaktu SMA itu. Namun, yang Floe tahu, dia tidak harus mengucapkan apapun yang mungkin saja akan membuat Karina membenci dirinya. “Aku ada kelas satu lagi, sebelum pulang. Aku permisi ya.”
Sesuai dengan kebohongan yang Karina lontarkan tadi, Floe hanya bisa meneruskan dan beranjak dari sana. Tanpa memperdulikan Aron yang melihat kepergian gadis itu dengan tatapan heran, “Dia anak Fakultas Pendidikan bukan sih?”
Karina yang masih menatap pada kepergian Floe, hanya bisa menganggukkan kepalanya saat Aron mengajukan pertayaan tersebut. Gadis itu tahu, Floe pasti mengerti dengan kode yang ia berikan meskipun tidak terlalu paham. Kapan-kapan dia harus menemui gadis itu dan membuatnya menutup mulut dengan kehidupannya. Terutama saat-saat SMA mereka.
“Chelsy, jangan dihabisin lah itu esnya. Kasihan anakku, nggak dapat bagian dia nanti.”
Chelsy mencebik, dia lepaskan rangkulannya pada lengan Karina. “Apaan sih, orang dia udah selesai kok makannya. Iya, kan sayang?” tanyanya pada Karina yang tampak berkedip lucu saat dia bertanya.
“Ah, iya. Udah selesai kok makannya.”
“Tuh, kan udah. Dih, Aron si tukang tebar pesona.”
“Ih, cemburu ya?”
“Dih, dih, siapa juga yang cemburu. Nggak guna banget sih, iya kan, anakku?”
Karina hanya bisa tersenyum lelah diantar dua ‘orang tuanya’ yang sedang bertengkar lucu. Sesekali dia menganggukkan kepalanya ketika Aron atau Chelsy bertanya kepadanya, walau pertanyaan itu sendiri tidak benar-benar harus di jawab.
Beberapa menit kemudian Ucup datang dengan wajah frustasi yang semakin terlihat menyedihkan saat melihat Aron dan Chelsy masih berdebat tidak penting. Di belakang Ucup juga ada Nanta yang tersenyum paksa melihat perdebatan itu, dengan langkah cepat dia mendahului Ucup dan mendekat ke arah tiga orang itu.
“Bertengkar terus, sampai lupa pengumuman di lantai atas,” ucapnya sembari menjewer telinga Aron dan Chelsy bergantian sampai keduanya meringis sakit. “Udah beri tahu Karina apa belum ini?”
“Yang pastinya belum lah, mereka pasti sibuk bertengkar. Sana, aku mau duduk sama Karina. Pindah sana Chelsy,” tuntut Ucup dengan tangan yang menarik paksa lengan gadis modis itu sampai berpindah tempat di tengah-tengah Aron dan Nanta. Yang diseret mendengus kesal, tapi Ucup tidak peduli. Dia lebih suka menyandarkan kepalanya yang terasa akan meledak dari pada mendengar ocehan Chelsy.
“Pengumuman apa?” tanya Karina dengan tangan yang mengelus sayang rambut Ucup.
“Cuma pengumuman kecil sih, tentang tanggal yang udah ditentuin untuk KKN yang akan dilaksanakan sebentar lagi.”
Karina menyatukan alisnya, “Bukannya KKN masih lama ya? Kok udah ada pengumuman?”
“Nggak tahu, katanya ada sesuatu yang special,” Ucup mendecih, “Special apaan, kalau gue yang harus repot-repot benerin semuanya.”
“Wajar lah, kamu kan yang punya kampus, masa yang beginian aja nggak ikut ngurusin,” sahut Nanta dengan wajah kesal. Suka bingung dia sama Ucup, laki-laki itu sudah jelas akan mewarisi semua warisan milik keluarganya sebagai anak tunggal. Namun, tingkahnya yang seperti itu membuat Nanta tidak habis pikir dan juga ragu. Apakah laki-laki di depannya ini bisa menjadi pemimpin yang baik. Apalagi saat melihat dia mendusal manja pada Karina yang hanya pasrah di tempat.
“Cup, kamu nggak malu ya berkelakuan kayak gitu?”
“Apasih, Nanta. Iri banget sama aku,” sewot Ucup dengan sengaja malah melingkarkan kedua tangannya, memeluk erat Karina yang ikut menyamankan diri dengan pelukan Ucup.
Nanta bukannya iri apalagi cemburu melihat kedekatan mereka berdua. Hanya saja, melihat kantin yang semakin ramai yang tentunya semakin banyak anak-anak kampur yang datang dan melihat keduanya tidak suka. Sudah bukan rahasia umum jika gossip tentang keduanya telah berpacaran menjadi topic hangat yang selalu asik dibicarakan. Sedangkan Ucup sendiri, ah, Nanta tidak membayangkan jika gossip ini semakin menyebar dan membuat kesalahpahaman yang besar.
“Cup, berhenti. Banyak yang liatin noh,” Kini Aron juga ikut membuka mulut, dia memberi perintah lewat mata pada Karina yang muali mengerti keadaan.
Gadis itu menepuk kecil lengan Ucup, “Kak, lepasin nanti ada yang salah sangka loh. Nanti kamu bingung, aku nggak mau bantuin.”
“Apa sih, kan aku Cuma mau meluk adik aku, aku-“
“Cup, Vivian noh, lagi lihat kamu.”
Ucup langsung bangun dari senderannya dan menegakkan punggungnya, kemudian dia bisa merasakan hempasan kuat dari tas yang mengenai punggungnya telak. Saat dia berbalik, wajahnya berubah pucat. Berbeda dengan empat orang lainnya yang berwajah cerah.
“Ucup Bin Ucup, tukang selingkuh!”
Karina hanya bisa tersenyum melihat pertengkaran di depannya. Tidak ada alasan mengapa Karina harus merasa sendiri saat ada teman-temannya yang lain. Bukankah ini cukup untuk secuil kebahagiannya? Tidak, batasan tepat harus ada.
Sebenarnya Karina ingin bertanya lebih lanjut tentang kata ‘special’ dari yang dimaksud Ucup tadi saat KKN mendatang. Tapi, sepertinya dia tidak bisa mengganggu begitu saja, jadi lebih baik diam dan menunggu jawabannya.
Karina membanting ranselnya di atas sofa yang ada di ruang keluarga. Rasanya ingin sekali marah dan mengumpat tidak jelas, tapi sayangnya dia tidak sendirian di rumah kali ini. Dia tidak menyangka kata ‘special’ dari yang dibicarakan oleh Ucup kemarin adalah buruk. Dia lelah, remuk karena memforsir otak dan fisiknya menjadi satu, karena ujian kali ini ternyata 70% mempertimbangkan beasiswa yang dia punya.“Santai, aku udah milih sekolah yang bagus untuk kamu. Aku jamin, kamu nggak akan kesulitan selama di sana. Percaya deh sama aku, jangan cemberut gitu dong,” ujar Ucup dengan memajukan bibirnya. Di yang baru masuk dengan kekasihnya yang juga tengah merajuk kepadanya. Kepalanya mau pecah menghadapi dua orang wanita yang merajuk kepadanya.Laki-laki itu baru saja akan duduk di sebelah Karina yang kini duduk pasrah di atas sofa, namun kekasihnya sudah terlebih dahulu mengisi tempat itu dan membuang muka kepadanya. “Vivian, jangan bersikap seperti itu, kamu buat aku sambah sakit kepal
“Kalau begitu, kamu bisa jelaskan mengenai keterkaitan antara bergantinya figura di lorong dapur dengan luka kamu? Dan juga apa yang aku temukan ini, Karina? Apa gelas memiliki ketebalan setebal ini dan juga terdapat di samping lemari pendingin?”Karina tesenyum cantik pada Aron yang semakin mendekat kea rahnya. “Kakak inget nggak gelas yang di beri Mama Hanim buat aku, sebulan yang lalu?”“Mama aku?” tanya Aron pada Karina. Ah, iya ingat. Mamanya itu memang memberikan gelas cantik pada Karina, sebagai oleh-oleh dari Malang. “Tapi, emang gelasnya setebal ini, ya? Perasaan biasa saja.”Lagi-lagi Karina harus mengeluarkan trik ini untuk membuat semua orang yang mencurigainya, menjadi percaya. Dia melihat pada Chelsy, “Kak Chelsy pasti tahu kan bagaiman bentuk dari gelas yang di berikan Mama Hanim buat aku, kan kakak sendiri juga lihat dan pegang gelas itu kan? Kakak percaya kan sama aku?”Gadis itu mendadak membolakan matanya. Apa ini, “Iya, aku memang melihat dan menyentuhya. Tapi aku
Hari ini membosankan. Sangat membosankan. Gadis itu mengusak rambut panjangnya tidak karuan, ingin sekali dia marah-maah saat ini. Dia tidak bisa melakukan apapun selain mendengus dengan suara kecil, bantal keras yang ada ia pakai terasa mengejek dirinya yang manja. Lagi-lagi dia ingin mengambil ponselnya dan menelpon Ucup atau Nanta. Kemudian mengadu tentang segalanya.Kembali dia lentangkan tubuhnya, lama-lama perutnya ikut keram dan terasa perih kalau terus dalam posisi tersebut. Dia mendesis kesal, “Awas saja kalian anak-anak kanal. Aku tidak akan melepaskan kalian begitu saja, berani-beraninya mereka memberikan sambutan tidak terhormat seperti itu,” gerutunya, alisnya menyatu dengan dahi mengerut lucu.Masih terekam walaupun tidak jelas saat bola itu menerjang dirinya, menyasak perutnya hingga dia terbaring menyedihkan seperti ini. Dia tatap malas atap putih pucat di atasnya, kemudian matanya bergulir ke samping. Pintu kamarnya dengan Floe tertutup rapat, dengan gantungan baju ya
Karina menurunkan wajah kesalnya, “Ditampar?” tanyanya mengulang peryataan Floe.Yang ditanyai mengangguk dengan cepat. Nasi bungkusnya telah ia buka di atas piring yang dia ambil tadi, juga botol mineral yang telah terbuka dan meminumnya setengah sebelum menjawab pertanyaan dari Karina. “Aku mendengarnya dari Anhe tadi, karena kemarin saat Sarah menggendongmu ke UKS, hanya aku dengan dia. Sedangkan Anhe dan Kate dipanggil ke ruang kepala sekolah untuk penyambutan. Dan kamu tahu, ternyata guru yang mengetahui kejadian dan siswa yang melukaimu langsung memanggil ayah dua anak itu dan menggabungkan kedua acara berbeda itu sekaligus!”Tangannya terulur mengambil piring lain yang disorkan oleh Floe, “Kok kamu nggak bilang sama aku soal ini dari semalem?”Floe mengerutkan bibir, “Kan aku tahunya dari Anhe saat kita sama-sama di ruang olahraga pagi tadi. Asalnya Kate bilang nggak usah bicaraain ini sama kamu, takutnya nanti kamu tambah pikiran. Sarah juga setuju yang keberulan dengar hal in
Kerutan di sepanjang dahi Karina membuat Chelsy yang ada di hadapannya hanya bisa tersenyum tipis. Dia menoleh ke samping pada pintu yang tertutup, meninggalkan dia dan Karina yang terus melihatnya penuh pertayaan. Ucup telah pergi dengan seseorang yang memanggilnya tadi, Chelsy kembali menatap Karina. “Kamu jadi mau makan apa? Sebelum ke mari tadi, aku sempat melihat restoran Prancis yang ada di pertigaan depan sebelum pom bensin. Mau makan itu? Aku belikan sekarang-“ “Jangan mengalihkan pembicaraan Kak, itu kenapa Sarah panggil Kak Ucup dengan nama Jehan? Ada yang tidak aku ketahui?” tanya Karina sekali lagi, punggungnya dia sandarka penuh pada dinding dengan tangan yang mengelus perutnya dengan tepukan lembut. Saat Sarah tiba-tiba menyembul dari balik pintu, dan memanggil Ucup dengan nama Jehan. Karina merasa tidak tahu apapun, bahkan tadi Chelsy tersenyum ramah pada gadis kehutanan itu. Tentu saja dia penasaran, karena selama hampir 3 tahun bersama tidak pernah ada yang memangg
Dua anak manusia dengan jarak usia yang tidak terlalu jauh itu saling melirik satu sama lain, sudah hampir lima menit mereka seperti ini. Terlihat seperti sama-sama menyukai ketenangan, sebagai refleksi diri mereka. Walau kenyataannya cukup meragukan, yang sama sekali tidak terbukti.Saat menemukan siapa sumber suara ngoip itu, Karina langsung berdiri dari duduknya dan berganti tempat. Dia susah payah menundudukkan dirinya di atas tanah, kemudian menatap anak laki-laki itu secara saksama dalam diam. Gadis itu mengusap wajahnya, “Hey, kenapa kamu diam saja. Ayo, minta maaf sekali lagi, aku tadi tidak begitu memperhatikannya. Sekarang coba ulangi, dan aku akan memperhatikannya sekali lagi.”Karina akhirnya membuka suara, setelah anak laki-laki yang tidak ia ketahui namanya itu belum berani membuka mulut. Jadi, dia berinisiatif untuk memulainya. Anggap saja sebagai permulaan dia menjadi seorang guru besok, yang sekaligus pemegang kelas anak ini. Sebenarnya dari segi manapun, Karina ingin
Karina melemaskan punggungnya pada pohon besar di belakangnya, dia tatap dua anak manusia yang saling nyuap-menyuapi itu. Dirinya dilupakan begitu saja, bahkan tidak ditawari sedikitpun. Kan, dia juga ingin mencobanya, entah apa itu namanya.Hembusan napas kasar di keluarkan, matanya terpejam erat. Mengusap perutnya yang terasa nyeri kembali, ini sudah terlalu sore. Namun, dia masih tetap di sini. Tidak jelas, dan tidak jelas pokonya. Biasanya sore-sore seperti ini, perutnya akan di kompres dengan kain hangat yang di celupkan dari air hangat. Saat dia kembali mungkin Floe akan marah-marah tidak jelas.Tidak ada yang bisa Karina lakukan selain menikmati angin hangat sore hari ini, tiba-tiba pundak sempitnya terasa ada yang menjawil kecil. Matanya terbuka, menoleh ke kanan pada wajah tampan remaja laki-laki itu. “Apa?” Sastra, dia memajukan duduknya menjadi di samping Karina. Berdempet dengan gadis itu dengan sebungkus batagor yang tinggal setengah, yang diacungkan di depan wajah canti
Karina menatap dirinya di depan kaca, pagi ini dia sudah siap dengan kemeja soft blue dan celana hitam panjang. Dia harus bisa memulai pagi ini dengan baik, kelas pertamanya harus berjalan lancar. Namun, tiba-tiba sesuatu membuatnya mengerutkan kening, perutnya kembali terasa mulas.Gadis cantik itu membuang napas kesal, namun tetap berjalan menuju kamar mandi. Saat dia berlari dari kamar pertama ke belakang, seluruh teman-temannya menatapnya kasihan.“Aku menyesal merekomendasikan sambal untuk makan malam kemarin,” desah Anhe melas. Gadis itu telah siap dengan pakaian olahraga nya dengan ransel di pundak. Sebagai guru olahraga, entah kenapa dia menetapkan harus berangkat sangat pagi untuk sedikit pemanasan sebelum mengajar. Namun saat melihat Karina yang sudah bolak-balik ke kamar mandi, membuat dia enggan untuk segera berangkat. Selain kasihan, dia juga merasa bersalah.Flora ke luar dengan setelan manisnya, kemeja putih dengan ro