Jalannya yang lunglai sangat mencerminkan rasa lelahnya, kepalanya mendongak saat melihat rumah peristirahatannya sudah ada di depan mata. Langkahnya dia bawa lebih cepat, punggungnya menunduk seraya mencopot sepatu dan kaus kakinya. Saat masuk ke dalam rumah, tidak ada siapapun disana. Ah, ini sudah jam setengah 8 mungkin mereka sudah ada yang tidur atau sedang beristirahat di dalam kamar. Karina tidak mau berpikir tentang alasan lainnya, dia lelah. Dia terus berjalan sampai di depan kamarnya dan Floe untuk satu bulan ke depan, pintu dia buka dan segera masuk. Ransel di pundaknya dia tempatkan di samping ranjangnya, kemeja soft blue miliknya dia lepas hingga menyisakan tanktop putih miliknya.Tangan kanannya menyambar handuk, dia akan mandi setelah itu baru tidur. Kaos putih lengan pendek dan celana training hitam, menjadi pilihannya untuk malam ini. Saat dia akan membuka pintu kamar, dari arah luar pintu itu terbuka terlebih dahulu. Floe yang datang masuk, gadis pirang bermata bir
“Baiklah, apa yang ingin anda tanyakan, Bu Karina?”Karina menggeleng dengan senyum tipis, “Tidak ada, Pak Bam. Tapi, jika nanti saya ingin mengajukan sebuah pertanyaan. Apakah boleh?”“Tentu saja boleh, kapanpun anda ingin bertanya saya siap sedia.” Pak Bam menutup laptop miliknya, “Semua file tentang kelas 10A 1 sudah saya kirimkan kepada anda lewat E-mail, jika anda merasa ada file yang terlewat yang belum saya kirimkan, silahkan kabari saya juga.”Ini sudah waktunya jam akan pulang sekolah akan tiba, sedari istirahat pertama Karina dan Pak Bam sudah ada di ruang rapat tadi untuk membicarakan secara keseluruhan apa yang harus Karina lakukan. Di mulai dari menyusun biodata lengkap sekaligus mengisinya di forum olimpiade dan menyiapkan para pesertanya.“Saya sangat berterima kasih, karena Bapak sudah scara sukarela untuk membantu saya. Saya yang awam ini tidak cukup mempunyai ilmu yang sebanding dengan apa yang mereka harapkan, saya sangat memerlukan bantuan kalian.”Pak Bam tersenyu
Ini hari ketiga mereka belajar dan saling berdiskusi meskipun dengan mata pelajaran yang berbeda-beda. Terkadang Sastra akan menjawab dengan lancar soal yang tidak dipahami oleh Milay di bidang Kimia."Kenapa jadi lebih paham kamu dari pada aku?""Tidak tahu, aku hanya mengatakan apa yang aku ketahui. Itu saja.""Tapi, tetap saja. Itu tidak menyenangkan. Seharusnya kamu fokus pada bidangmu, bukan malah menguasai bidang milikku.""Aku benar-benar tidak mengerti , Milay. Kenapa kamu jadi marah?""Aku nggak marah.""Nggak marah, tapi kamu iri kan dengan Sastra? yang bisa menjawab soal yang sedari tadi membuat mulut lemesmu itu terus berkicau." Astra mengangkat penanya menunjuk pada Miley yang duduk di depannya. "Diam atau pena ini melayang padamu."Gadis cantik itu mendengus, mendengar kalimat ancaman dari Astra. Dia yang akan kembali melayangkan bantahan jadi menahan diri. Lenggang, ke-empat anak itu mulai fokus pada soal-soal yang diberikan Karina. Memang benar bukan Karina yang sepen
“Bu Karina? Tidak sekalian masuk?”Karina menoleh mendengar panggilan itu, senyum tipis dia berikan pada salah satu guru yang menegurnya. “Ah, tidak Bu. Saya akan ikut mobil anak-anak olimpiade saja.”“Kalau begitu saya dulu, ya.”Anggukan singkat dia berikan, Karina baru saja kembali dari ruangan kepala sekolah dan hal itu membuatnya atnya pusing, apa maksud dari laki-laki paruh baya itu tentang-“Bu Karina? Semobil dengan kita, kan?”-menjaga si kembar. “Sastra? Kenapa?” Itu Sastra yang datang dan langsung bertanya kepadanya, berdiri dengan senyum tampan yang merayu. Sedangkan di belakang anak remaja itu ada kakaknya yang berjalan gontai sepeti tidak berminat. “Tidak kenapa-kenapa sih, cuma kan kita harus bertiga duduknya. Jadi, aku menawarkan kepada Bu Karina buat sebangku sama kita.”“Kursi yang dua bisa kali, nggak usah ngajak orang lagi.”Sastra menoleh dan menggeleng pada Astra yang memasang wajah jengah. “Baiklah, kebetulan mobil guru yang mengantarkan juga tidak muat. Jadi,
“Mau nginep lagi nggak malam ini?” Semua kepala langsung menoleh pada gadis berkuncir kuda itu. Yang di tatap pun hanya bisa menaikkan alisnya, “Apa? Ada yang salah dari apa yang aku katakan?” Pertayaan itu membuat laki-laki berambut panjang dengan potongan ala idol dari negeri gingseng itu menghela napas, menyadari kebodohan temannya yang satu ini. “Hey, Karina. Besok itu udah masuk UTS dan kamu minta kita untuk nginep lagi? Agak gila nih anak satu.” Karina mendengus, “Memangnya kenapa sih? Kan kita cuma mau nginep doang di rumah aku. Kita juga pasti belajar bersama, kan di sana?” tanyanya dengan memberikan penawaran untuk ke empat temannya itu. “Karina,” panggil gadis dengan rambut pink terangnya yang di kuncir kuda. “Meskipun aku hanya focus pada fashion dan make up-ku saja, tapi aku tidak ingin mengulang ujian untuk yang kedua kali. Aku tidak mau juga tidak mau bergabung dengan adik kelas, kalau sampai aku gagal pada ujian kali ini.” “Aku juga sama, aku menyetujui apa yang di
Dunia memang kejam. Gadis 21 tahun itu sangat mengerti apa makna dari kalimat itu. Sangat menyebalkan jika dia harus bertemu dengan seseorang yang selalu membanggakan kehidupannya yang sangat menyenangkan, kemudian membawa nama orang tua yang terdengar sangat memuakkan. Karina bertanya-tanya, apakah semua kebahagiaan itu bersumber dari orang tua? Lalu apa kabar dengan anak-anak yang nakal dan tidak bisa diatur yang masih mempunyai orang tua lengkap. Karina merasa ada yang salah dengan dunia ini. Dia paham kenapa saat dia sekolah dulu banyak yang meremehkan dan mengucilkannya. Alsan yang terdengar tidak masuk akal dan tidak dapat di terima. Katanya, dia adalah anak pembawa sial yang membuat kedua orang tuanya mati bersamaan. Heol, Karina merotasikan bolanya malas saat mendengar perkataan seperti itu. Dulu sewaktu dia mendengar ada yang mengatainya sebagai anak pembawa sial, dia tidak segan-segan akan memukul dan memberikan minimal satu bekas luka pada orang tersebut. Tidak peduli apa
Kebohongan yang telah ada dalam hidupnya dalam beberapa tahun ini, rasanya tidak lucu jika tiba-tiba semuanya terbongkar dan berakhir begitu saja. Apalagi hanya karena seseorang yang telah lama mengenal dirinya, yang seenaknya membuka mulut dengan lancang. Dia tidak suka hal itu. Tapi, memangnya apa yang bisa dia perbuat selain menatap was-was pada gadis di depannya ini? “Hey, kok malah bengong sih,” tegur Aron dengan mendudukkan dirinya di samping Floe yang masih menatap ia dengan tatapan terpesona. Senyum licik langsung terpatri di wajah Aron, dia sedikit melirik pada tunangannya yang ada di samping Karina. Dia yakin pesonanya sebagai pemimpin geng motor yang paling di segani oleh anak-anak kampus, tidak akan pernah luntur dan hal itu membuat dia yakin kalau Chelsy pasti akan merasa cemburu. Tapi dia salah, gadis seumuran dengan dia itu malah sibuk dengan es teh milik Karina dan ponsel mahal milik Karina juga. Saat itu juga senyum miliknya langsung turun, kemudian dia memandang ke
Karina membanting ranselnya di atas sofa yang ada di ruang keluarga. Rasanya ingin sekali marah dan mengumpat tidak jelas, tapi sayangnya dia tidak sendirian di rumah kali ini. Dia tidak menyangka kata ‘special’ dari yang dibicarakan oleh Ucup kemarin adalah buruk. Dia lelah, remuk karena memforsir otak dan fisiknya menjadi satu, karena ujian kali ini ternyata 70% mempertimbangkan beasiswa yang dia punya.“Santai, aku udah milih sekolah yang bagus untuk kamu. Aku jamin, kamu nggak akan kesulitan selama di sana. Percaya deh sama aku, jangan cemberut gitu dong,” ujar Ucup dengan memajukan bibirnya. Di yang baru masuk dengan kekasihnya yang juga tengah merajuk kepadanya. Kepalanya mau pecah menghadapi dua orang wanita yang merajuk kepadanya.Laki-laki itu baru saja akan duduk di sebelah Karina yang kini duduk pasrah di atas sofa, namun kekasihnya sudah terlebih dahulu mengisi tempat itu dan membuang muka kepadanya. “Vivian, jangan bersikap seperti itu, kamu buat aku sambah sakit kepal