Menatap Wulan yang tertidur setelah meminum obat, pikiran Azka melayang kemana-mana. Hembusan nafas panjang tanpa melepaskan tatapan dari Wulan, keinginan yang berbeda dari mereka membuat kepala Azka pusing.
“Kamu disini?” Azka menatap sumber suara mendapati kembarannya, Dona.
“Kenapa disini?” tanya Azka mendatangi kembarannya dengan memeluk erat “Naik apa?”
Dona memandang sinis pada Azka “Sejak kapan kamu perhatian?” mengalihkan pandangan pada Wulan “Cantik.”
“Mana pernah pria keturunan Hadinata mencari wanita jelek.” Azka memberikan tatapan menggoda pada Dona.
Mendatangi Dona dengan memeluknya erat, hubungan mereka bukan jenis hubungan yang dekat. Meskipun begitu mereka saling melindungi satu sama lain, tanpa foto dari Dona membuat permasalahan Azka tidak akan selesai. Melepaskan pelukan dengan menatap Dona dalam, mereka memang tidak memiliki persamaan dalam bentuk wajah, ban
Menata barang-barang Wulan untuk dibawa pulang, tidak terlalu banyak barang yang dibawa karena memang Azka tidak membawa apapun. Wulan sendiri masih dalam kamar mandi, setelah pertemuannya dengan Dona membuat mereka menjadi akrab.“Kamu terima tawaran Dona?” tanya Azka yang entah sudah ke berapa kalinya.“Belum dipikirkan, lagian aku malu kalau harus kembali ke agency.” Wulan menjawabnya dengan nada sedih.“Mereka nggak ada yang tahu siapa wanita itu.” Azka menenangkan Wulan dengan membelai lembut lengannya.Wulan menggelengkan kepalanya “Agency kamu juga dalam keadaan tidak baik-baik saja.”“Semua sudah selesai, berkat uang.” Wulan mencibir perkataan Azka.Azka tidak berbohong, tidak tahu apa yang mereka lakukan sampai akhirnya berita mengenai dirinya hilang. Wartawan juga tidak ada yang mendatanginya, kasus itu seakan berhenti begitu saja. Azka tahu jika Josh tidak akan tinggal di
“Pulanglah, kasihan Rena.” Wulan menatap Azka dengan tatapan memohon “Kamu sudah lama bersamaku dan baiknya kamu sekarang menghabiskan waktu sama Rena.”“Rena paham tenang saja.” Azka menenangkan Wulan.“Bukan masalah tenang, aku juga wanita disini jadinya aku paham dengan perasaan dia.” Wulan berkata sedikit keras pada Azka.“Rena yang meminta aku untuk menemani kamu sampai sembuh.” Azka menjawab dengan nada lembutnya.Wulan menggelengkan kepala “Pulanglah, aku baik-baik saja sudah. Aku ingin sendirian memikirkan keadaan kita.”“Apa yang akan kamu pikirkan?” menggenggam tangan Wulan dengan mengangkat dagunya membuat mereka saling menatap satu sama lain. “Aku disini dan kamu bisa berbagi bersama.”Wulan menggelengkan kepalanya “Tidak ada yang bisa dibagi antara kita berdua.” Azka mengerutkan keningnya “Tidak semua bisa dibagi.&rd
Azka tidak tahu harus bagaimana mengajak Wulan untuk meninggalkan tempat tinggalnya, kondisi tempatnya tidak memungkinkan Wulan berada disana. Azka sangat yakin jika begini keadaannya akan membuat Rena meninggalkan dirinya secara perlahan, menatap Wulan yang menikmati makanan dihadapannya dalam diam.“Aku benar nggak papa kamu tinggal sendiri.” Wulan menatap Azka lembut “Pria itu sudah berada di penjara, kan? Jadi semuanya akan baik-baik saja.”“Aku melihat pria yang lain berada disini semalam.” Wulan membeku “Kalau kamu dengan segala keras kepala semakin membuat aku tidak bisa meninggalkan kamu, pastinya hubunganku dengan Rena akan menjadi berantakan, apa itu yang kamu inginkan?”Wulan terkejut dengan kata-kata Azka “Aku tidak nyaman kalau tinggal dengan orang lain.”“Lalu kenapa kamu nyaman sama aku?” tembak Azka langsung menahan emosinya.“Kamu suamiku jadi pastinya be
Wajah Rena memucat mendengar keputusan Azka, melihat itu membuat Azka menggenggam tangannya. Mereka saling menatap satu sama lain, seakan berbicara melalui tatapan mata masing-masing. Azka tahu jika keputusannya ini adalah salah, hanya saja ini jalan yang masuk akal.“Mengenai pria itu?” tanya Rena mengalihkan pembicaraan.“Dia sudah berada dalam penjara, aku tidak bertemu sama sekali dengan dia semenjak di penjara. Kasus yang dipermasalahkan adalah menabrak Wulan, bukan mengenai hubungan kami berdua.” Azka menjelaskan tanpa melepaskan genggaman tangan.“Kamu menyukai dia?” Azka mengangkat alisnya mendengar pertanyaan Rena, “pria itu.”“Dulu, sekarang sudah nggak.” Rena mengangkat alisnya mendengar jawaban Azka “Semua berubah semenjak melihat kamu, membuat aku mengambil langkah cepat dengan melamar kamu. Saat itu aku tidak menyadari bahwa perasaan sama kamu adalah cinta, kehadiran Wulan yan
Pengalaman pertama yang Azka alami, berada diantara wanita hamil. Rena berada disampingnya dengan senyum lebar, sedikit hati Azka berdebar mengamati Rena dan perutnya secara bergantian. Melupakan yang terjadi pada Wulan, tidak pernah mengalami dan tidak berharap memiliki anak dari Wulan.“Aku nggak sabar buat lihat dia.” Rena mengucapkan sambil membelai perutnya.“Sama.” Azka menyetujui semua kata-kata yang keluar dari bibir Rena “Setelah ini kita mau kemana?”“Kamu ke kantor?” Rena menatap penuh selidik dan harapan agar Azka tetap berada di tempat.“Kenapa? Kamu mau ke suatu tempat?” Rena mengangguk dengan wajah bahagia, “baiklah seharian ini aku milik kamu, tapi aku besok sudah mulai masuk.”“Aku juga harus masuk kerja.” Rena mengubah ekspresinya menjadi cemberut.“Kamu bisa kerja di ruanganku, aku nanti akan ada disana.” Azka memberikan usul ya
“Bahagia sekali,” sindir Fabian membuat Azka menatap kearahnya.“Habis lihat anakku di perut Rena,” jawab Azka tanpa melepaskan senyuman dari bibirnya.“Perkembangan masalahmu? Wulan bagaimana?” tanya Fabian mengalihkan perhatian Azka.Menatap Fabian dan menghembuskannya perlahan, “aku datang kesini mau memberi kabar baik buat kamu kalau pernikahan dengan Rena baik-baik saja, masalah Wulan belum aku putuskan sama sekali.”“Selama ini berita kamu gay benar?” Brian membuka suaranya yang diangguki Azka “Gue sama orang gay selama ini,” ucap Brian bergidik ngeri.“Gue nggak pernah suka sama lo,” ucap Azka malas “perkembangan kantor sendiri bagaimana?”“Billy dan Om Bima yang menyelesaikannya, mereka menjelaskan pada kita semua tentang kondisi kamu. Masalah Wulan hanya kami berdua yang tahu, tidak ada yang tahu mengenai hubungan kamu dengan dua wa
Bukan tidak mendengar gosip yang menjadi bahan pembicaraan karyawannya, masuknya Rena dan Wulan secara bersamaan membuat suasana di agencynya ramai. Mereka hanya bergosip dan Azka tidak akan memberikan klarifikasi apapun pada mereka semua terkait berita yang beredar.“Langsung ramai dan menjadi bahan pembicaraan kalian bertiga.” Fabian melangkah mendekati meja Azka dan Rena, “kamu masih belum mau memegang agency ini sepenuhnya?”Azka menggelengkan kepala “Aku percaya kamu bisa menjalaninya dengan baik, dan terbukti dengan sangat jelas apa yang sudah kamu lakukan.”“Setidaknya bantu aku gitu kalau ada rapat.” Fabian memberikan tatapan memohon.Azka memutar bola matanya malas, “kamu cuman malas aja bicara sama abang dan ayah.”“Bukan ayah kamu tapi Om Rifat sama Bang Lucas.” Fabian mengoreksi perkataan Azka yang membuatnya tersenyum, Fabian mengalihkan pandangan kearah Rena &ldqu
Menatap cincin diatas meja dengan perasaan tidak menentu, mengalihkan pandangan pada wanita yang ada dihadapannya. Dapat terlihat ekspresi lelahnya, Azka hanya bisa menghembuskan nafas panjang sebelum membuka suara.Azka mendatangi rumah orang tuanya, setelah Rena memintanya untuk kesana. Rena mengatakan setidaknya Azka harus adil, perdebatan kecil yang mereka lakukan tidak berdampak apapun, sekali lagi Rena akan selalu menang. Setidaknya Rena tidak dirumah sendirian, Dona berada disana bersama dengan Leo dan kekasihnya. Rena meyakinkan kalau dirinya akan baik-baik saja, apalagi ada mereka bertiga. Sebelum berangkat Azka memberikan ancaman, terutama Dona agar tidak bertindak sesuka hatinya.Kedatangan di rumah orang tuanya mendapatkan kejutan, kali ini tidak tahu harus berkata apa. Kejutan yang didapatnya adalah cerita Wulan mengenai kondisi dirinya selama bekerja beberapa hari itu, Azka tahu tapi tidak peduli dengan semuanya, atau lebih tepatnya mencoba tidak pe