Share

6. Si GRO

Lampu penerangan di sepanjang jalan yang menjadi jalur lintas Zefanya menuju tempat kerjanya masih menyala. Jam digital di pergelangan tangan kirinya menunjukan angka lima menit sebelum jam enam pagi, ketika gadis dalam balutan jaket berbahan jeans itu berpamitan pada ibundanya untuk berangkat kerja. Temaram suasana kota menjelang kehadiran sang surya di ufuk timur. Semringah raut wajah gadis yang dipenuhi semangat untuk menunaikan kewajibannya.

Suatu hal tak pernah disesali oleh Zefanya dalam dua bulan belakangan ini, keputusannya menerima perkerjaan yang membuat pola hidupnya berubah. Seperti saat ini, ketika hari Minggu kebanyakan penduduk bumi bermalasan untuk membuka mata, ia sudah berada di atas motor matic-nya untuk mengais rejeki. Ketika sekelompok remaja melintas sambil berlari bersama di hari libur, Zee akan menjadikan tugasnya sebagai GRO yang akan mondar-mandir di lobby hotel sebagai sarana olah raganya. Gadis itu tak akan menaruh cemburu atas semua itu, ia sudah bahagia dengan pilihannya saat ini.

Bagaimana tidak bersyukur, di luar sana banyak lulusan perguruan tinggi dengan gelar sarjana yang menganggur. Sementara dirinya tak perlu repot mengirim surat lamaran kerja, bahkan nyaris tanpa tes berbelit-belit dan lama.

Dengan menggunakan kendaraan roda dua, Zefanya bisa lebih cepat sampai di tempat kerjanya. Hanya butuh waktu lima belas menit di pagi hari sebelum kemacetan menghadang. Dengan cekatan gadis itu memarkirkan motornya di area parkir karyawan. Terdengar sautan saling sapa dari sesama pegawai yang berpapasan. Zee juga melakukan hal yang sama meski ia belum kenal semua karyawan hotel yang berjumlah lebih dari dua ratus orang itu.

Zefanya menuntun langkahnya menuju ruang linen tempat ia akan mengambil seragam kerjanya. Sebuah baju long dress berwarna gelap yang dipasangkan dengan sebuah blazer berlengan tiga perempat akan membalut tubuhnya selama sembilan jam ke depan. Butuh waktu lima belas menit baginya untuk mematut diri di loker karyawati untuk menyempurnakan tampilannya. Jemarinya telah terlatih untuk membuat cepol ala french twist seperti para pramugari maskapai penerbangan.

Setelah semua terlihat sesuai standar grooming sebagai Guest Relation Officer, gadis itu pun membaur dengan rekannya yang lain. Satu per satu berjalan menuju finger print untuk mendata absensi sebelum menuju area tugas masing-masing.

Tepat lima belas menit sebelum jam tujuh pagi, sesuai peraturan perusahaan tentang kehadiran, Zefanya Ayunda telah melapor pada atasannya dan siap memulai rutinitas di bagian Front Office. Dengan sigap gadis itu membaca log book dan memastikan list tamu VIP yang akan datang pada hari ini atau yang akan check out.

Tak ada kendala yang berarti yang dihadapi Zefanya hari ini. Semuanya berjalan lancar. Keberangkatan dan kedatangan tamu VIP tak menemui kendala. Keluhan tamu karena masalah kecil seperti sambungan wifi, pintu kamar yang tidak bisa dibuka atau voucher breakfast yang hilang bisa diselesaikan dengan cekatan sehingga berujung pada ucapan terima kasih dan senyum dari para tamu yang dibantunya. Termasuk ia bisa meredakan tangis dua orang anak yang sedang bermain di kids’ corner karena berebut untuk menaiki seluncuran.

Zefanya sedang menulis handover pekerjaan untuk keesokan hari di log book ketika seorang rekan kerjanya memberi tahu, jika mereka hari ini setelah pulang kerja akan hang out bersama.

“Oh, elo belum tau?” Rekan kerja yang merupakan seniornya itu memastikan. Melihat gelengan dari gadis di sebelahnya, pemuda itu mencoba menjelaskan.

“Jadi untuk membangun team work dan agar kita akrab satu sama lain, kita adakan semacam arisan kecil setiap bulan. Kita pilih tempat untuk makan-makan. Yang lagi libur juga wajib datang.”

Informasi yang disampaikan itu disambut lekuk bibirnya Zefanya yang membulat.

“Bulan lalu, elo dapat shift sore ya, jadi ga ikutan?” tanya pemuda yang bernama Hendri itu lebih lanjut.

“Iya, Bang,” sahut Zee pada seniornya itu.

“Pas banget. Berarti sekarang elo harus ikut, biar ngerasain. Belum tentu juga bulan depan lo bisa gabung.”

Tak berdaya Zefanya menolak ajakan yang hampir menyerupai perintah dari seniornya itu. Kata-kata ‘wajib’ yang terucap sudah tak perlu diperdebatkan. Hanya sebuah anggukan kecil pertanda gadis yang baru bekerja dua bulan itu mengerti akan kegiatan tersebut.

Beriringanlah laju beberapa kendaraan roda dua dan roda empat menuju lokasi acara. Sebuah kafe yang cukup cozy menjadi pilihan para panitia kali ini.

Pupus sudah rencana Zefanya untuk pulang lebih awal hari ini. Pekerjaannya yang selesai tepat waktu memberinya ide untuk menyambangi Zeino yang pasti sedang bermain futsal. Entah mengapa sejak semalam pikirannya tertuju pada pemuda itu. Namun semuanya terpaksa diurungkan. Di minggu sore ini dia harus beramah – tamah dengan rekan dan seniornya di tempat kerja.

Riuh rendah suara tawa canda di ruang khusus kafe yang telah dipesan. Terasa kental keakraban di sana. Tim kerja yang lintas gender, usia bahkan jabatan itu sungguh tanpa sekat. Zefanya yang merupakan anggota tim yang baru bekerja serta paling muda terlihat berusaha menyesuaikan diri. Diapun melempar senyum lebar ketika berkali mereka melakukan swafoto dengan semua peserta. Tentu saja tak lengkap jika momen seru itu tak diunggah ke media sosial. Tautan yang disemat juga menyebut nama akun milik Zefanya serta tag lokasi yang makin membuat bersahutan komentar di group chat tempat kerjanya.

Posisi duduk dan pose Zefanya yang berdekatan dengan seorang rekan prianya yang hampir seumuran menjadi bahan candaan. Bahkan ada yang kemudian menggunting gambar tersebut lalu menambah caption ‘segerakan’. Tentu saja hal tersebut belum disadari oleh gadis itu. Sedari tadi ia belum menyentuh telepon genggam yang berada dalam tasnya. Gawainya itu masih dalam mode kerja yang harus diatur senyap.

Seiring lembayung yang hadir mengantar senja, keseruan Zefanya dan tim kerjanya perlahan mulai mereda. Mereka bersiap untuk kembali ke rumah masing – masing. Tagihan makan minum mereka telah dibayar oleh bandar yang memegang uang kas hasil iuran dan uang tips dari tamu yang mereka kumpulkan. Pemenang arisan pun telah mendapat haknya. Semuanya terlihat puas dengan acara mereka sore ini.

“Zefanya, elo pulang ke arah mana?” tanya salah seorang seniornya yang biasa dipanggil Puput.

“Aku putar arah, Mbak,” jawab gadis itu.

“Oh, kirain sama arah kita. Eh, berarti elo bisa iringan sama Sammy tuh.”

Zefanya mengikuti lirikan mata Puput yang tertuju pada pemuda yang tadi duduk di sebelah Zefanya. Gadis itu merasa tak perlu harus pulang beriringan karena dia sudah biasa melewati jalan arteri ke rumahnya meskipun ini agak sedikit berputar jauh.

“Sammy, elo bareng Zefanya aja. Kasihan, dia sendiri tuh.” Puput malah membuat keputusan sepihak tanpa mendengar pendapat dari gadis yang dirisaukannya itu.

‘Siap!” Sammy mengangkat tangannya memberi hormat diiringi sebuah senyum lebar.

Tak mungkin Zefanya menolak niat baik dari rekan kerjanya itu. Toh, tidak ada ruginya dan tidak akan ada masalah juga. Mereka masing-masing membawa motor, bukan berboncengan. Akhirnya kedua muda – mudi itu pun berjalan menuju parkiran café.

Baru saja iris mata Zefanya menatap indahnya lembayung di cakrawala, sesosok bayangan pemuda yang sangat dia kenal sedang berdiri menatapnya dari kejauhan. Tubuh pemuda dalam balutan seragam futsal itu bersandar di badan mobil.

“Kak Zeino,” lirih gadis itu hampir tak percaya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Raya Adelia
kyak jailangkung datang tak dijemput 😅
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status