Setengah jam sebelumnya.
Suci tengah mendengar pemaparan Rajata tentang loyalitas karyawan terhadap perusahaan, kala notifikasi ponselnya bergetar. Suci mengabaikannya. Pasti itu adalah pesan dari ibunya. Karena waktu hampir menunjukkan pukul sembilan malam, sementara ia belum pulang ke rumah. Biasanya ia pulang kantor paling lambat pukul setengah tujuh malam.
Suci memang lupa mengabarkan ibunya tentang rapat dadakan ini. Suasana tegang karena pemecatan tidak hormat terhadap Putri, Frans, Rani dan Daniel membuat seluruh staff tegang. Mereka takut kalau-kalau mereka juga ikut dipecat. Empat orang yang diberhentikan secara tidak hormat tadi siang adalah orang-orang yang membantu Aria dalam melakukan kecurangan. Frans dan Daniel adalah staff bagian keuangan. Sementara Putri dan Rani adalah sekretaris dan asisten Aria.
Setelah memecat keempat staff tersebut Rajata langsung menggelar rapat dadakan. Rajata mengeval
Vina bermimpi. Ia tengah berlari-lari di pantai Pulau Nusa sebelum ombak besar menggulungnya ke dalam pusaran tak berdasar."Bangun, perempuan sombong!" Vina tersentak dan seketika gelagapan ketika air dingin menyiram wajahnya.Ini bukan mimpi. Ia diculik oleh Tante Rena cs.Vina mengerjap-ngerjapkan mata dan memindai sekeliling. Ia tidak mengenali tempat ini. Sepertinya para komplotan orang sinting ini telah memindahkan lokasi eksekusi ketika ia pingsan saat melihat penembakan Arman.Arman? Di mana Arman? Vina memindai sekeliling namun ia tidak mendapati jejak Arman di mana pun."Jasad Arman sedang on the way ke sini. Nah itu dia!" Tante Rena seperti bisa membaca pikirannya. Ketika Tante Rena meneriakkan kata itu dia, Vina tercekat. Aria, anak Hendro dan Sarah terlihat menggotong-gotong tubuh tidak berlumuran
Keringat menguar dari segenap pori-pori Vina, ketika ia dipapah masuk ke dalam mobil oleh ayahnya dan Mang Pardi. Setelah perekonomiam ayahnya pulih, Mang Pardi memang kembali menjadi supir ayahnya. Vina mencoba bernapas pendek-pendek sesuai yang diajarkan oleh dokter Lita sebelumnya. Vina berusaha bersikap tenang agar ayahnya dan Lita tidak panik. Padahal dirinya sendiri juga panik dan ketakutan. Ia belum pernah melahirkan sebelumnya. Perutnya yang sakit ditambah dengan suasana yang kacau seperti ini semakin menciutkan nyalinya. "Apa yang kamu rasakan, sekarang, Nak? Bayinya sudah akan lahir ya?" Pak Ramli panik ketika melihat Vina terus meremas lengannya dengan napas terengah-engah. Ekspresi wajah putrinya seperti menahan kesakitan yang amat sangat. "Rasa--rasanya perut Vina bergolak, Yah. Cucu A--ayah sedang mengamuk, ingin segera melihat dunia." Walau perutnya mulas luar biasa, Vina masih berupaya bercanda. Suci yang duduk tepat di sebelah Vina meringis. Sahabatnya ini memang l
Dua puluh bulan kemudian. Vina meraih sehelai gaun berwarna magenta berlengan balon dan dari lemari. Beserta hanger yang ia lekatkan ke dada, Vina mematut gaun tersebut di depan cermin. Pagi ini Rajata akan bebas setelah menjalani masa hukuman selama dua puluh bulan penjara. Sebenarnya Rajata divonis dua puluh empat bulan penjara dipotong masa tahanan. Rajata bebas lebih cepat karena mendapat remisi umum. Yaitu pemotongan masa tahanan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus. Ketentuan remisi ini adalah, Narapidana yang masa hukumannya enam sampai dua belas bulan, memperoleh satu bulan pengurangan. Sedangkan narapidana dua belas bulan atau lebih, memperoleh dua bulan pengurangan. Setelah di potong masa tahanan dan lain sebagainya, hari ini Rajata akan menghirup udara sebagai manusia bebas. Untuk itu Vina akan tampil semempesona mungkin untuk melengkapi kebahagiaan Rajata. Bagaspati Bagaskara, sudah lebih dulu Vina dandani. Bagas mengenakan paduan
Vina tengah mengaduk teh saat seseorang memeluk erat pinggangnya. Tanpa menoleh pun Vina tahu tangan siapa yang melingkari pinggangnya ini. Aria Wardana, atasan sekaligus mantan pacarnya. Vina tidak menyangka kalau atasannya ini mengikutinya hingga ke pantry."Pak Ari, jangan seperti ini. Ini kantor. Lagi pula saya ini adalah staff Bapak. Tolong hormati saya." Vina menggeliat. Mencoba melepaskan diri dari dekapan erat Aria."Bapak... Bapak... saya ini pacar kamu, Vina. Panggil saya Mas Ari seperti biasa." Alih-alih melepaskan pelukan, Aria malah mempererat pelukannya. Kedua tangannya membelit pinggang Vina, hingga si empunya pinggang merasa sesak napas."Lepaskan, Pak! Ini tempat umum. Nanti ada yang melihat." Vina gelagapan. Terlebih lagi saat ia merasa napas Aria menderu-deru di lehernya. Aria pasti bermaksud untuk menciumnya."Kenapa kalau ada yang melihat? Kantor ini, kant
"Waduh, ada trio macan pula di depan, Vin. Kagak sari-sarinya petinggi-petinggi perusahaan makan di mari. Pantesan tadi gue lihat ini kantin sepi amir. Rupanya temen-temen kita yang lain pasa ngiser gegara ada nih trio macan bertiga."Bisik Suci pelan. Vina tidak menjawab. Ia terlalu takut kalau rahasianya ketahuan, hingga jantungnya jedag-jedug tidak karuan. Kedua kakinya seperti menolak bekerjasama untuk melangkah."Etdah, lo ngapain berdiri kayak patung begini? Ayo kita langsung jalan ke ibu kantin. Kita jalan dari pinggir aja, belagak kagak ngeliat mereka bertiga," bisik Suci setengah menyeret pergelangan tangannya. Dan lagi-lagi Vina merasa kalau ketiga atasannya memperhatikannya. Perasaannya makin tidak karuan saja.Vina mengabaikan perasaannya. Seperti usul Suci tadi, ia berpura-pura tidak melihat ketiga atasannya. Ia pun mempercepat langkah di samping Suci. Tepat pada saat itu seseorang yang juga baru
Vina yang baru saja turun dari ojek online, merasa ada yang salah saat mendapati ada beberapa mobil yang tengah parkir di depan rumahnya. Ia baru saja pulang dari kantor sore ini. Kekhawatirannya kian menjadi saat mendengar tangisan ibunya, dan kalimat tolong yang berulang kali ayahnya ucapkan dari dalam rumah. Sementara suara keras beberapa orang menimpali kalimat ayahnya dengan kata, tidak bisa berulang kali. Ketika mendengar suara ibunya menjerit, Vina segera berlari menuju pintu utama.Jantungnya seketika berdebar kencang saat mendapati beberapa orang berpakaian formal, anggota kepolisian dan TNI tengah berbicara keras dengan ayahnya. Firasatnya mengatakan kalau mereka ini adalah para petugas bank. Vina berkeringat dingin. Jangan-jangan rombongan ini adalah juru sita pengadilan yang dikawal oleh aparat, untuk melakukan penyitaan atas rumah mereka. Astaghfirullahaladzim. Cobaan apalagi ini!"Vina, kebetulan kamu sudah pulang, Nak. Bapak-b
"Ada yang saya lewatkan di sini?" Masuknya Rajata dan Alana semakin memiaskan wajah Vina. Pandangannya mendadak gelap saat ia buru-buru bangkit dari sofa. Ia nyaris tersungkur kalau saja Aria tidak menahan kedua bahunya. Telinganya berdenging dan berkeringat dingin. Ia ketakutan hingga nyaris pingsan. Ditambah keadaan tubuhnya yang memang kurang sehat, Vina merasa pandangannya berkunang-kunang. Ia bahkan tidak sadar kalau Aria telah mendudukannya kembali ke sofa. Ia terlalu lemah untuk melawan."Vina kurang sehat, Ja. Makanya gue ngecek suhu tubuhnya. Tadi gue nyuruh dia nganterin dokumen untuk penawaran besok. Tapi lo liat sendiri keadaannya kayak gini. Lo jangan mikir yang aneh-aneh, Ja.""Bohong! Pasti perempuan kegatelan ini sengaja pura-pura sakit, supaya dia bisa menggoda Mas Ari. Ayo ngaku lo, dasar perempuan ganjen!"Alana merangsek maju, dan bermaksud menghajar Vina. Sedari pertama kali menjejakkan kakinya
Brian bersiul. Ia sama sekali tidak menduga akan mendapat jawaban seperti ini dari mulut Rajata. Selingkuhan Aria? Menarik. Bria mendekati pasiennya. Bersiap memeriksa keadaannya. Brian memicingkan mata kala pandangannya membentur seraut wajah yang sepertinya tidak asing baginya. Saat masuk tadi, ia hanya menatap sekilas sosok gadis yang tergeletak diam ini. Dan kini saat ia memperhatikan dengan seksama, ia seperti familiar dengan garis-garis wajah sensual ini. Suatu pemikiran melintas di benaknya. Brian berdecak. Wajah Dina ternyata. Mantan istrinya Reyhan."Ia orang siapanya Dina, Ja? Mukanya plek ketiplek dengan si Dina." Brian meraih tas dokternya. Mengeluarkan stetoskop untuk memeriksa pasien cantiknya."Adik kandungnya Dina. Lo nggak liat kalau mukanya bagai pinang dibelah dua dengan si Dina? Bukan hanya wajah. Kelakuannya juga sama," dengkus Rajata kasar. Seumur hidupnya ia terbiasa dicekoki dengan perempuan-perempuan mani