SCENARIO
"Tak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Semua mengikuti skenario yang ada. Entah memang skenario dari Semesta atau skenario yang dia rancang sendiri."
✈✈✈
Suara yang bersumber dari benda elektronik memecah keheningan di ruangan besar ini. Bila tak ada benda tersebut mungkin suara jangkrik di luar akan terdengar sampai ke dalam rumah. Rumah bertingkat dua itu memang terlihat sunyi. Hanya berpenghuni satu keluarga yang terdiri dari tiga orang.
Seorang gadis duduk di atas sofa empuk. Menghiraukan benda di depannya berbicara sendiri. Seakan tak ada artinya benda itu menyala. Dia sedang sibuk. Matanya tak henti mengawasi telepon rumah yang terletak di atas meja. Berharap ada dering panggilan dari seseorang.
Wanita yang duduk di samping meliriknya gemas. Anak semata wayangnya itu memasang muka kecut dengan bibir manyun. Kedua tangannya melipat di depan.
&nbs
ABILITY"Tuhan menciptakan manusia dengan kemampuannya masing-masing. Kamu hanya perlu mengeksplorasi diri untuk mengetahuinya."✈✈✈Ketika tujuh belasan, beberapa instansi melakukan kegiatan upacara untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Namun yang paling utama dan dihadiri tokoh-tokoh penting adalah upacara yang dilaksanakan di Istana Negara. Diinspekturi Pemimpin Negara yang menjabat di tahun 2005, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono bersama wakilnya Bapak Jusuf Kalla, menyelenggarakan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-60 tahun. Tentunya upacara ini akan diliput langsung oleh stasiun televisi di Indonesia, baik stasiun televisi negeri maupun swasta.SMA Bakti Nusa turut berperan andil. Seluruh warga sekolah wajib berkumpul di lapangan terlebih dahulu untuk mengikuti serangkaian upacara di hari istimewa ini. Mereka mengenakan seragam sekolah dengan atribut lengkap, mulai dari topi, dasi,
FRIENDSHIP"Belum sah namanya kalau dalam pertemanan tidak menyukai orang yang sama."✈✈✈"Lo hebat banget, Sep," puji Andin.Cowok itu membuka lebar kedua tangan. Dadanya membusung disertai kepala yang sengaja didongakkan. Ah, sial, dia mulai tinggi hati. Setelah berhasil memenangkan perlombaan babak pertama dan mendapatkan pujian dari beberapa orang, dia menjadi sangat arogan."Iya dong," balasnya. Kedua tangan cowok itu berada di pinggang. Dia semakin berlagak.Sekar memutar bola matanya. Malas menghadapi orang semacam Asep. Sekar yang hendak memujinya terpaksa menguburkan niat itu dalam-dalam. Dia tak ingin Asep semakin tinggi hati.Lain halnya dengan Andin yang menganggap itu gurauan semata. Dia menyambut tingkah Asep dengan tawa kecilnya. Lalu Andin berpaling melihat keadaan sekitar. Banyak sekali orang berlalu-lalang menuju lokasi
INDECISIVE"Bimbang. Ketika kau ragu untuk memilih bertahan atau melepaskan perasaan yang bahkan belum sempat dinyatakan."✈✈✈Jatuhnya jutaan bulir air di atap halte berhasil menciptakan momentum harmoniasi. Denting itu mengalun seperti irama yang dihasilkan alat musik drum. Seorang gadis berteduh di sana. Menikmati alunan musik abstrak yang tercipta di sekelilingnya.Tangan kanan gadis itu menjulur ke depan. Mengukur kadar kecepatan air yang jatuh membasahi bumi dari hasil prespitasi."Masih deras," tuturnya.Pupil gadis itu meluncur pelan menilik anggota badan sampai jemari kakinya. Blues putih dengan bawahan skinny jeans itu terlihat sedikit basah. Beruntunglah dia sempat berteduh sebelum hujan deras. Lalu dia melirik cepat dari sudut kiri hingga sudut kanan. Hanya beberapa kendaraan saja yang memberanikan diri berlintas kala hujan lokal ini.Kepalanya men
CONGRATULATION "Seribu ucapan selamat dari orang asing akan berbeda sensasinya dengan satu ucapan selamat dari seseorang yang kamu suka." ✈✈✈ Kicauan burung pingai bertaut dari satu pohon yang mereka hinggapi dan menjuru ke pohon lain. Alunan abstrak itu berhasil menciptakan harmonisasi yang sangat indah. Beberapa peserta didik yang mampu menangkap gelombang suaranya merasa tenang dan damai. Mengalihkan sejenak dari kegiatan yang sangat membosankan ini. Satu per satu peserta didik mengeram jengkel. Mau sampai kapan mereka harus berdiri seperti mendapat hukuman setrap. Mereka terpaksa mendengarkan amanat yang isinya tak jauh berbeda dengan minggu sebelumnya. Sungguh membosankan, bukan? Andin menghela napas panjang. Dalam posisi istirahat dia mencoba untuk meregangkan otot kakinya. Sangat melelahkan. Lalu pupilnya berpindah halus hingga berhenti di sudut akhir. Melirik se
PLAN "Tidak semua yang direncanakan dapat berjalan baik, tidak semua harapan pula harus menjadi nyata. Jangan bersedih. Semua yang terjadi telah diatur Semesta. Dia tahu mana yang terbaik untukmu." ✈✈✈ Hembusan angin membelai pelan setiap helai rambut panjangnya. Rambut hitam tergerai itu menari-nari mengikuti arus ombak di musim panas. Bersamaan rambut yang tumbuh di permukaan kulitnya berdiri kokoh bagai pohon kaktus. Tangannya mengusap cepat dari pergelangan tangan hingga sikunya yang terpapar hembusan agar menghasilkan panas alami. Giginya tak berhenti gemertak mengikuti alunan abstrak yang dia ciptakan sendiri. Angin malam ini menghadirkan hawa dingin yang tak dia inginkan. Dia beranjak dari kursi. Melunjurkan tangannya demi meraih sudut jendela. Lalu dia menutup rapat jendela itu. Seakan dia menutup akses sang angin malam untuk menginjak kamar tidurnya lagi.
REALITY "Kamu terlalu menggantungkan harapan dengan dunia nyata. Sehingga ketika kenyataan mengkhianati harapanmu, kamu akan sulit menerimanya." ✈✈✈ Andin memutar badannya ke belakang. Manik matanya membulat tatkala memandangi wajah seseorang yang memanggilnya. Tubuh Andin terpaku. Seluruh otot tubuhnya mendadak tak berfungsi. Dia tak bisa melakukan apapun selain bernapas. "Ja...jadi lo yang ngirim surat dan kertas di UKS ini?" tanya Andin gugup. Dia menunjukkan dua kertas di tangannya. Cowok itu menggaruk tengkuk lehernya. "I...iya, Din." Mulut Andin ternganga. Sungguh, dia masih tidak percaya jika cowok itu yang mengirimnya. Pengirim surat itu bukanlah orang yang seperti Andin harapkan. Ini nggak mungkin. Gue sangat yakin bukan dia orangnya. Andin menggeleng cepat. Dia masih memandang cowok itu
DISSAPEARED "Sungguh menyiksa, ketika kau terpaksa memangkas bunga yang hendak tumbuh mekar." ✈✈✈ Seorang siswi duduk di bangkunya. Memandangi secangkir minuman berperisa di hadapannya. Hanya dia pandangi. Tak berminat untuk meminumnya. Helaan panjang pun mulai bereksistensi. Salah satu jemarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja. Sepertinya dia tengah menanti kehadiran seseorang. Lantas orang yang ditunggu pun tiba. Dia tersenyum menyambut orang itu. Sosok siswi berambut sebahu mendatanginya dengan raut wajah datar. "Gimana dengan Putri, Sa?" Dia menyambut kedatangan siswi itu dengan pertanyaan. "Ikut gue dulu, Din." Meysa menarik tangannya. Menuntun siswi itu menuju pintu keluar. Meysa mengajaknya duduk di bangku panjang yang kebetulan kosong, tepatnya di depan taman kelas. Sepertinya ada suatu hal yang sangat penting u
FEELING "Perasaan seseorang dapat berubah kapan saja, karena itu mencintailah sewajarnya." ✈✈✈ Seseorang mengenakan ransel cokelat berdiri di depan kelas. Pupilnya meluncur pelan menilik satu per satu orang yang berada di dalam. Dapat terhitung hanya segelintir orang yang datang. Dia pun terkejut melihat gerombolan Empat Perewa sudah nagkring di kelas. Tak biasanya mereka datang sepagi ini. Atau paling tidak mereka sengaja datang pagi dengan maksud menyalin pekerjaan rumah Didit, si murid pintar di kelas. Dan itu benar adanya. Dia menilik tiap bangku di barisan banjar pertama. Hanya Sekar seorang yang mengisi di barisan itu. Dia tidak melihat teman sebangkunya. Dia sangat yakin Meysa akan datang mendekati waktu masuk. Lalu manik matanya berpindah ke barisan ujung. Seseorang sedang duduk di bangkunya sembari membaca buku pelajaran. Andin melangkahkan kakinya menuju orang