Share

4. Awal Mula Misi Terjadi: Mahasiswi Hilang

Dua minggu yang lalu ...

(Foto perempuan dengan almamater kampus)

Keterangan:

Telah hilang ...

Mikhaela Luisa Sophrosyne, Mahasiswi dari jurusan ekonomi. Hingga kini masih belum diketahui keberadaannya.

Aland berdiri mematung di depan papan pengumuman lobi utama kampus. Kedua matanya menyapu kata demi kata yang tertera di bawah foto perempuan yang amat dirindukannya. Foto yang diambil untuk kartu tanda mahasiswa itu masih memperlihatkan senyum ceria perempuan itu.

Hari ini adalah hari pertama Aland di kampus yang baru. Kepindahannya ke sini tak lain memiliki sebuah tujuan. Yakni untuk membongkar semua fakta yang mencoba ditutupi oleh pihak kampus.

Mengingat itu, tanpa sadar membuat tangannya mengepal di sisi jarit celana. Tanpa basa-basi, laki-laki yang merupakan mahasiswa baru itu membuka paksa papan pengumuman dan mencabut foto perempuan yang dikabarkan hilang itu. Aland menutupnya kembali dengan kencang dan pergi dari sana. Ia mengabaikan tatapan beberapa mahasiswa yang mengarah padanya.

*****

Tiga hari sudah berlalu semenjak Aland menjadi mahasiswa pindahan, ia seolah menutup diri dari orang-orang. Aland sama sekali tidak berniat mengenal atau berteman dengan siapa pun. Semuanya masih tampak baik-baik saja sejak kali pertama Aland menginjakkan kaki di kampus barunya. Tak terjadi apa-apa sampai pada suatu pagi saat kelas belum dimulai, Aland merasa diperhatikan oleh beberapa mahasiswa terkenal di kelasnya. Namun, Aland tak ingin pikir panjang. Ia pun sadar jikalau sikapnya ini bisa mengundang tatapan aneh dari orang-orang.

Ternyata dugaannya benar. Saat kelas berakhir dan seluruh mahasiswa telah meninggalkan kelas, ia tiba-tiba dihadang oleh tiga mahasiswa. Aland tidak kenal persis siapa teman-teman sekelasnya, ia hanya tahu sebatas nama dari beberapa orang termasuk ketiga orang ini karena mereka bertiga terlihat paling menonjol di kelas, selain karena sering menciptakan riuh di kelas, mereka bertiga merupakan tiga sahabat yang memiliki karakter unik yang berbeda.

Mulai dari Joo, pria gila yang kerap melemparkan lelucon yang tak pernah gagal, selalu berhasil menghidupkan suasana kelas dengan tingkahnya yang mampu mengundang tawa. Dalam beberapa hari, Aland sudah sering melihatnya menjadi yang paling ramai di kelas.

Lalu ada Ken, lelaki berwajah manis dengan perawakannya yang gemulai, Aland pernah mendengar rumor bahwa Ken merupakan penyuka sesama jenis, tetapi tampaknya pria itu menanggapinya dengan santai, bahkan sesekali ia bercanda dengan menggoda Joo, temannya.

Yang terakhir adalah Kate, gadis tomboy yang paling sering meninggalkan kelas untuk latihan karate. Namun, sekali dia berada di kelas, Kate selalu ikut andil dalam keriuhan yang diciptakan oleh teman-temannya di kelas, tentunya sebelum dosen tiba.

Aland merasa heran mengapa ketiga mahasiswa itu tiba-tiba menghadang jalannya. Karena merasa tak melakukan kesalahan, Aland menghiraukan mereka dan memilih pergi begitu saja. Namun, saat hendak melewati mereka, mahasiswa bernama Joo menghentikan Aland dengan tangannya sehingga Aland kembali ke tempat ia berdiri semula.

“Aku tidak memiliki masalah apa pun dengan kalian, jangan menghalangi jalanku,” ucap Aland ketika Joo, Kate, dan Ken tetap berdiri dengan menantangnya.

“Tenanglah, jangan terburu-buru.” Joo menepuk bahu Aland dua kali, merasa tak suka, Aland menepis tangan Joo dari bahunya.

“Jauhkan tanganmu!” Tatapan Aland menjadi waspada semenjak Joo menepuk bahunya, ia memperingatkan Joo dengan jari telunjuk yang mengarah di depan lelaki itu. Joo langsung mengangkat kedua tangannya dan berekspresi seolah-olah sedang merasa takut pada gertakan Aland.

Kate mendengus. Gadis yang semula bersidekap dada itu, kini menurunkan tangannya. Ia memberikan tatapan mengintimidasinya pada Aland. “Sejak hari pertama kuliah, kami perhatikan kau tidak pernah membaur dengan yang lain. Kenapa kau seperti sengaja menarik diri dari semua orang? Kau tidak pernah mengobrol atau berinteraksi dengan mahasiswa di sini.”

Aland membuang muka. Tak menyangka mereka bertiga menghadangnya untuk membahas hal yang tidak penting ini. Waktunya terbuang sia-sia hanya untuk menganggapi orang-orang ini.

“Itu urusanku. Bukan urusan kalian. Sekarang menyingkirlah, biarkan aku pergi.” Aland hendak melewati mereka, tetapi lagi-lagi mereka tidak membiarkannya pergi begitu saja. Aland tidak ingin menciptakan masalah dengan siapa pun demi kelancaran rencananya. Namun, ketiga mahasiswa ini berhasil mengusik ketenangannya.

“Kami tidak akan membiarkanmu pergi sebelum kau mengatakannya kepada kami.” Kali ini Ken dengan gaya khasnya berbicara. Lelaki berwajah manis itu selalu tampak eskpresif ditambah gerakan tangannya yang tak lupa ikut andil ketika ia sedang berbicara.

“Apa?” tanya Aland karena dibuat bingung sekaligus was-was dengan pernyataan Ken. Takut-takut jika orang lain mengetahui tujuannya.

Ken maju selangkah. Perbedaan tingginya dengan Aland yang cukup signifikan membuat lelaki itu mendongak dengan mata yang menyipit. “Beritahu kami alasan mengapa kau menutup dirimu dari orang-orang.”

“Sudah kubilang bukan urusan kalian. Minggir!” Aland merasa jengah sekarang karena orang-orang ini ingin sekali tahu urusannya. Ia memaksa Kate dan Ken menyingkir sehingga dia bisa pergi dari hadapan mereka. Namun, baru sampai di pintu kelas, suara Ken kembali menghentikannya.

“Ada hubungan apa kau dengan gadis ini?”

Langkah Aland terhenti. Gadis mana yang dimaksud olehnya? Aland berbalik, tepat pada saat itu Ken menunjukkan sebuah foto seorang gadis yang ia ambil dari papan pengumuman kampus. Aland membelalak, mencoba merebut foto itu dari tangan Ken. Namun, Ken lebih dulu berlari ke belakang Kate dengan gemulainya, berlindung di balik punggung gadis itu.

“Dari mana kalian mendapatkan foto itu?” Aland ingat betul kalau ia telah memasukkan foto itu ke dalam tas-nya, tetapi hari ini ia memang tak melihat foto itu sama sekali. Tindakan mereka yang terlalu ikut campur berhasil membuat Aland tersulut emosi.

“Kembalikan foto itu padaku!” Aland ingin merebutnya lagi, tetapi Kate mendorongnya, dan dengan sigap Joo mengunci kedua lengan Aland di belakang punggunya. Laki-laki yang merupakan mahasiswa baru itu sekuat tenaga meronta.

"Pagi ini aku menemukan foto itu terjatuh dari dalam tasmu," ungkap Joo yang sekuat tenaga menahan gerakan Aland. "Saat kami mengecek papan mading, fotonya benar tidak ada. Mengapa kau menyimpan foto itu ada di tasmu?"

"Bukan urusanmu! Lepaskan aku!" Aland masih meronta. Pikirannya menjadi kacau memikirkan rencana-rencana yang belum sempat terlaksana, dan sekarang jalan buntu ada di depan mata. Aland benar-benar merutuki nasibnya karena bertemu tiga orang menyebalkan ini.

"Tidak, sebelum kau mengatakan apa tujuanmu sebenarnya!" Kate menyahut yang diangguki oleh Ken.

“Lepaskan aku!” Aland tidak mendengarkan mereka. Laki-laki itu terus berontak dan berteriak membuat Kate, Ken dan Joo menjadi panik. Aland berteriak seperti orang yang kehilangan akal sampai tak menyadari jika ketiga mahasiswa itu saling mengirim pesan dengan bahasa tubuh. Ia baru sadar ketika Joo melemparkan pertanyaan singkat pada Kate yang dijawab anggukan kepala oleh gadis itu.

Terpaksa mereka harus melakukan hal ini kepada aland karena laki-laki itu tak bisa dikendalikan. Mereka khawatir orang-orang akan mendengar pertengkaran ini dan menangkap mereka.

“Sekarang?” Kate lantas mengangguk atas pertanyaan Joo. Sejurus kemudian, Aland jatuh bersimpuh di depan Kate ketika Joo menendang salah satu kakinya. Kejadian yang mengejutkan bagi Aland itu berhasil membuatnya mematung sesaat. Belum sampai di situ, ia hendak berteriak lagi saat tiba-tiba tangan Kate melayang di depan wajahnya. Kejadian itu berlangsung cepat sekali ketika Aland merasakan sakit di bagian leher. Pandangannya memburam, sebelum akhirnya kehilangan kesadaran.

Aland terbangun dengan sakit kepala yang mendera, saat wajahnya ditimpa cahaya lampu yang menyilaukan mata. Ia terbangung di sebuah sofa di ruangan yang asing baginya. Aland memegang kepalanya yang terasa sakit, berusaha mengingat apa yang terjadi padanya hingga berakhir di sini.

Kampus, tiga mahasiswa, dan foto itu.

Keringat dingin mulai mengucur di dahinya, kala kilasan kejadian yang membuatnya berakhir di sini berputar di kepalanya. Aland begitu khawatir jika rencananya tidak bisa ia selesaikan.

Menjenggut rambutnya kesal, tanpa berpikir ada seseorang atau tidak di sini, Aland berteriak frustasi. “Sial!”

Dua orang yang tengah berada di meja makan menoleh ketika mendengar Aland berteriak. Saat itu, Aland juga baru sadar jika ada Kate dan Joo di sana tengah makan. Aland sudah berpikir macam-macam usai mengingat kejadian di kampus, kala mereka menyerang dirinya. Dan dugaan-dugaan itu semakin menjadi ketika Kate dan Joo kini bangkit—menuju ke tempat ia berada.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status