Share

14. Hanya Sebuah Vas

Rhea mendengar suara Mia di belakang.

Bisik-bisik antar pelayan langsung menyebar, Rhea bisa menangkap apa yang mereka bicarakan adalah betapa selesai Rhea sekarang dan dia akan segera diusir Hansa.

Rhea tidak ambil pusing, dia menatap kepingan-kepingan vas yang berceceran di antara meja dan lantai, bercampur dengan darah Karna. Vas itu memang terlihat unik, tapi itu hanya sebuah vas.

Tidak seperti Rhea, Karna sangat ketakutan melihat apa yang telah ia lakukan. Dia ingat dulu ada salah satu pelayan yang secara tidak sengaja menggores bagian leher vas hingga meninggalkan bekas dan Hansa langsung memecat pelayan yang malang itu. Menunjukkan bahwa Hansa sangat tidak menoleransi orang-orang yang merusakkan barang peinggalan orangtuanya dan sekarang dia memecahkan satu. Secara teknis dia tidak sengaja melakukannya dan itu karena Rhea. Ya, salahkan Rhea saja!

Rhea masih acuh tak acuh meski orang-orang disekelilingnya gempar hanya karena sebuah vas yang hancur. Dia dengan santai duduk di sofa tepat dimana didepan mereka vas itu dulunya berada. Rhea menyilangkan kakinya dengan santai.

"Obati lukanya." Perintahnya. Sebanyak dia ingin mencekik Karna sampai bocah itu kapok, dia tidak tahan melihat darah terus keluar dari luka-luka kecil di tangannya. Itu juga menjijikkan dan dia paling anti dengan darah berceceran.

Karna menolak dibantu oleh bi Darsa dan yang lainnya. Dia berjalan dengan tertatih-tatih karena itunya masih sakit dan duduk didepan Rhea yang mengawasi setiap gerak-geriknya.

Karna menyeringai penuh kemenangan. "Kamu telah menghancurkan vas yang salah." Ejeknya.

"Secara teknis, itu kamu." Rhea mengoreksi. Memandang lawan bicaranya yang memerah marah ketika mendengar balasannya.

"Lupakan. Lagipula itu hanya vas." Lanjutnya.

Sungguh Rhea tidak mengerti kenapa semua orang bereaksi berlebihan hanya karena vas yang hancur? Oke, dia baru tahu vas itu ternyata peninggalan ibu Hansa tetapi Hansa pasti bodoh jika memajang benda tersebut di tempat rawan seperti diatas meja tamu, jika memang vas itu sepenting yang para pelayan bisikkan.

"Hanya vas?!" Mia menyahuti dari belakang. Dia maju ke depan. "Kamu mungkin baru disini jadi tidak tahu apa-apa tentang rumah ini. Tetapi vas itu berharga bagi Hansa."

Ah, Mia. Rhea sudah tahu bahwa gadis itu hanya akan menambah drama di rumah ini. Dia berlagak seperti nyonya rumah dan tampaknya para pelayan menghormatinya lebih dari mereka menghormati dirinya. Rhea tidak gila hormat, tapi dia benci jika ada orang yang suka ikut campur dalam setiap hal.

"Ya, ya,ya." Rhea menggerakkan tangannya ke udara, yang selalu ia lakukan ketika bosan dan muak akan sesuatu. "Lalu apa?" Tantangnya.

"Kamu?!" Tunjuk Mia dengan menggunakan nada tinggi.

Mata Rhea menyipit dan berkilat berbahaya. Dia menatap tajam Mia yang membuat gadis itu langsung gugup karena telah kelepasan bicara.

"Aku bingung, bahkan sepagi ini kamu telah disini. Apa kamu ingin melamar menjadi pelayan?" Tanyanya dengan ejekan tersirat didalamnya.

Mia mengepalkan tangannya yang tersembunyi di saku bawah baju kemejanya. Dia benar-benar membenci Rhea. Membencinya karena Hansa menikahinya dan dengan jelas mengatakan bahwa dia adalah nyonya rumah yang baru. Mia mencintai pria itu. Dia berterimakasih kepada ibunya yang bekerja sebagai koki di rumahnya sehingga Mia bisa melihat Hansa dan mengenal rumah dengan alasan menemani ibunya bekerja. Dia telah mendapat tempat dan dihormati oleh para pelayan. Dia bahkan bisa dekat dengan Hansa dan terkadang mereka bertukar topik bersama. Impiannya sebagi istri laki-laki itu dan menjadi nyonya rumah hampir tercapai sampai kemudian berita pernikahan Hansa dan Rhea tiba.

Awalnya Mia tidak mempercayai berita itu. Demi apa Hansa rela menjadi pengantin pria pengganti dan menikahi seorang aktris antagonis yang tidak dia kenal? Tetapi seperti itulah kebenarannya dan Mia hampir menghancurkan seluruh barang-barang di kamarnya ketika berita itu terbukti nyata. Kemarin, dia harus mengendalikan dirinya dalam citra wanita berbudi luhur didepan Hansa. Menahan untuk tidak memandang Rhea dengan penuh kebencian. Sekarang, setelah insiden ini Mia masih tidak menyukai sikap Rhea yang terkesan meremehkan. Wanita seperti itu tidak layak untuk Hansa. 

Dia hanya bisa mundur sekarang. Toh Rhea sudah tamat disini. Dia hanya tinggal menunggu Hansa yang akan mengusir Rhea. Pada waktu aktris itu terusir, dia akan menjadi orang yang akan menertawainya paling depan.

"Baiklah," Rhea meregangkan tubuhnya. Kesal, setelah kejadian mimpi aneh dia hanya ingin paginya berjalan dengan damai. Dia mengeluarkan ponselnya dan menecari nomor.

"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Karna. 

"Menelpon suamiku."

***

Gedung Prisma Group tampak menjulang megah di antara gedung-gedung pencakar langit lain disekelilingnya. Dan di lantai ke enam puluh, lantai teratas gedung tersebut hanya punya satu ruangan. Ruangan kantor pribadi bagi pimpinan tertinggi perusahaan, CEO Prisma.

Hansa Adiwinata tengah berkutat dengan pasal-pasal dalam kontrak kerja sama yang akan dilakukan dengan developer lain ketika ponselnya yang terletak di atas meja menyala dan bergetar, tanda sebuah panggilan masuk. 

Dia melihat siapa pemanggilnya dan senyumnya muncul ketika melihat nama 'Istri' di layar. 

"Halo sayang," sapanya dengan ceria.

"Aku memecahkan vasmu." Terdengar suara istrinya. Tanpa basa-basi membalas sapaannya dan langsung ke intinya.

Hansa terdiam sejenak. Vas yang pecah adalah masalah sepele dan Rhea tidak harus memberitahunya. Rhea bisa memecahkan semua vas yang dia mau dan ia dengan senang hati akan menawarkan membeli vas lain untuk istrinya hancurkan. Pokoknya, apapun yang Rhea lakukan, Hansa akan selalu mendukungnya. 

"Minta bibi untuk membersihkan dengan baik pecahannya. Aku tidak ingin kamu terluka terkena serpihannya." Balasnya.

"Ini vas di atas meja tamu. Vas peninggalan ibumu."

"Lalu?" Dia tidak merasa ada yang aneh.

"Mereka bilang kamu sangat menyukai vas itu." Lanjut Rhea.

Hansa mengerutkan dahi, tampaknya ada semacam miskonsepsi tentang vas kaca berukiran ikan koi yang terletak di meja tamu. Kenapa para pelayan menyatakan dia sangat menyukai vas itu? Suka? Iya, sangat suka? Tidak. Lagipula itu hanya vas, meski itu peninggalan ibunya, Hansa tidak mengistimewakan vas itu. Jika dia, ia sudah pasti tidak akan memajangnya untuk publik dan akan menyimpannya di ruang yang memang dikhususkan untuk menyimpan beda-benda peninggalan orang tuanya.

"Itu hanya vas. Kamu bisa membeli yang baru atau menggantinya dengan sesuatu yang kamu sukai. Rumah itu sepenuhnya milikmu."

Rhea sengaja meloudspeaker balasan Hansa sehingga bisa didengar oleh semua orang di ruangan. Dia mematikan sambungan telepon dan tersenyum penuh kemenangan.

"Tampaknya vas itu tidak seistimewa yang kalian pikir." Ejeknya.

Mereka semua tampak malu,  bahkan Karna secara jelas menghembuskan nafas lega. Meski begitu, Rhea tidak akan membiarkannya melenggang keluar masuk rumahnya. Dia tidak sudi memiliki tamu yang kurang ajar terhadapnya.

"Sekarang,.." dia melihat sekeliling untuk mencari satpam rumah yang ikut melihat drama pagi hari. 

 

"Penjaga, bawa dia keluar." Dia menunjuk tepat kearah Karna. "Antar dia kembali ke rumahnya sendiri dan mulai sekarang dia dilarang masuk tanpa pemberitahuan terlebih dahulu."

Karna berdiri sebelum kedua satpam itu menariknya. Dia menatap Rhea dengan penuh kebencian.

Lihat saja, pikirnya. Lihat siapa yang akan menang dalam permainan ini!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status