"Lihat, dia memberikan aku kuasa penuh atas rumah ini." Rhea bersolek penuh kemenangan. Karna tersenyum kecut, lalu menggelandang pergi.
Para pelayan saling berkomunikasi dalam diam. Tampaknya berita yang beredar di sudut-sudut rumah tentang majikannya sangat mencintai Rhea itu benar. Para pelayan berusia muda diam-diam iri dengan si aktris yang berhasil menaklukkan seorang Hansa Adiwinata.
"Jadi, aku menginginkan semua pegawai di rumah ini untuk berkumpul satu jam kemudian. Diluar." Perintahnya.
Mereka mengangguk.
Rhea menatap Mia yang masih berdiri di sudut. "Kau," tunjuknya. "Jika kau begitu tidak punya kesibukan hingga selalu kesini, kau bisa mulai menulis surat lamaranmu."
Dia berdiri dan menepuk-nepuk piyamanya dalam rangka untuk meluruskan.
"Bersihkan kekacauan ini."
Pada akhirnya dia memanggil Rani dan Sinta untuk memindahkan pakaian di kopernya ke lemari. Itu juga membuat Rhea baru sadar kalau lemari pakaiannya penuh dengan pakaian-pakaian baru bahkan hingga ke pakaian dalamnya.
Rhea memerah ketika melihat sekumpulan celana dalam dan bra berenda dengan warna masing-masing sepasang. Dia mencoba untuk tidak berpikir bagaimana Hansa bisa mengetahui ukurannya, mungkin ibunya yang memberitahunya. Ibunya selalu mencoba membuat kemajuan dalam hubungan mereka.
Dia telah memecat mereka keluar dan dia akhirnya bisa melakukan rutinitas paginya seperti biasa yang sedikit terlambat dari jadwal. Mandi singkat dan melakukan perawatan wajah, semuanya Rhea lakukan sambil menyenandungkan lagu favoritnya.
Jam sembilan pagi, Rhea telah duduk menegakkan diri di kursi depan teras dengan penampilan segar. Ia memakai dres selutut berwarna merah polkadot yang nyaman. Meski pakaian yang ia pilih sederhana, dia tetap memancarkan eleganitas yang langka. Dengan aura seperti itu, dia bisa dengan mudah menjadi model di tempat apapun.Dia menyilangkan kaki, memangku ipad di pangkuannya. Sekitar lima langkah didepannya para pengurus rumah yang Rhea total jumlahnya 17 berdiri dalam barisan. Jumlah yang lumayan mengingat penghuni rumah ini hanya Hansa seorang. Dua, jika ia menambahkan dirinya sekarang. Juga, rupanya Mia telah meninggalkan rumah, yang memang seharusnya dia lakukan lebih cepat.
"Kalian pasti sudah tahu bahwa aku ingin membangun taman. Taman bunga." Ia berbicara. "Sekarang, aku tidak ingin hanya membangun taman. Tapi ingin mengubah seluruh tatanan rumah ini."
Para pelayan menahan napas kaget dan penuh kebingungan. Mereka menunggu instruksi lanjutan.
"Dimulai dari ruang tamu, aku akan memilih furnitur baru lewat ini, " Dia menunjuk gadgets di pangkuannya. "- dan kalian aku tugaskan untuk menyingkirkan semua barang lama." Dia menyuruh lima pelayan didepannya. "Yang lain, mulai mempersiapkan tanah untuk penanaman. Semuanya, segera bekerja."
"Siap, nyonya."
Selepas pembubaran, Rhea menyenderkan sikunya ke meja disampingnya. Ipadnya diletakkan di atasnya, sedang tangan lain memegang cangkir teh hijau kesukaannya. Dia menyesapnya secara perlahan.
Dia kemudian mulai membuka ipadnya dan memulai berbelanja furnitur. Hansa telah memberikan akses keuangannya. Dan sebanyak barang yang ingin ia beli hari ini, jumlah seperti itu tidak akan membuatnya bangkrut. Lagipula, ini untuk rumah Hansa sendiri.
Email yang masuk mengalihkan perhatiannya. Terlebih melihat nama pengirimnya, Beautifullife, dia segera membukanya.
Dia memiliki teman pena. Dia menemukannya secara tidak sengaja dalam diskusi daring mengenai bunga. Tentu Rhea menggunakan identitas palsu. Secara mengejutkan diskusi itu berlanjut hingga saling tukar menukar email dan voila.. dia mendapat teman pena yang terkadang memberi info mengenai hal yang berbau bunga dan hidupnya. Agar semakin menarik, Rhea dan teman penanya itu telah berjanji untuk tidak mengekspos identitas aslinya masing-masing. Beautifullife, nama palsu teman penanya tinggal di Kanada tetapi dia pernah menulis kalau dia orang Indonesia. Rhea tidak peduli, dia juga bilang kepadanya kalau dia orang Indonesia tanpa memberitahu provinsi dan alamat spesifik lainnya.
Seperti yang dia duga, temannya itu memberikan link artikel tentang bunga-bunga eksotis dan cara menanamnya di lingkungan tropis. Itu membantunya untuk memilih bunga apa yang ia tanam nanti. Dia memutuskan untuk menunda membalasnya, dia punya banyak kegiatan hari ini dan membalas email bisa ia lakukan nanti.
***Alih-alih pulang ke rumahnya, Karna memilih untuk menggerakkan mobilnya ke alamat perusahaan Prisma berada. Dia berdiam diri sejenak setelah memarkir mobilnya di parkiran bawah tanah. Sengaja mengacak-acak rambutnya, ingin menonjolkan pelipisnya yang lebam. Dia mengangkat tangan kirinya yang terbungkus perban. Setelah semua dirasa ok, dia baru keluar.
Jeremy dan kedua sekretaris CEO yang sedang duduk dan bekerja tepat di luar kantor bosnya menoleh kearah lift saat mendengar dentingan. Tidak ada yang datang langsung ke lantai enam puluh selain mereka, bosnya, dan orang-orang yang membuat janji temu terlebih dahulu. Pintu terbuka, menampilkan Karna Adiwinata yang berpenampilan kacau berjalan dengan kepercayaan diri seperti biasa ke ruangan bosnya.
Hansa terkurung dalam kursi dan meja kerjanya, sibuk seperti biasa. Dia tengah menandatangani tumpukan pekerjaannya yang menggunung ketika dia mendengar bunyi khas pintu dibuka. Dia mendongak dan melihat sepupunya berdiri didepannya dengan penampilan terburuknya.
"Kau tahu siapa yang membuatku seperti ini?" Karna berkata. Ia memperlihatkan tangannya dan menunjuk lebam di dahinya.
"Rhea! Ini Rhea! Dia bahkan menamparku dua kali!" Rajuknya ketika Hansa hanya memandangnya dengan tatapan datar seperti biasa.
"Oh, dia memang istri yang tangguh." Komentar Hansa. Dia kembali tertuju ke dokumen di mejanya dan mengacuhkan Karna yang membuat wajah merajuk.
"Aku masih tidak mengerti kenapa kamu menikahinya! Ada banyak wanita yang lebih baik di luaran sana tetapi kamu memilih menikahi wanita bengis dan kasar!" Ia meminta penjelasan.
Pena ditangannya berhenti bergerak. Hansa menatapnya tajam. "Satu kata buruk lagi tentang istriku, aku akan memutuskan semua hubungan denganmu termasuk akses masuk ke perusahaan ini." Katanya tegas.
Karna tergagap di tempat. Bukan kalimat itu yang dia inginkan dari bibir Hansa. Dia ingin Hansa memarahi istrinya. Apakah... Apakah sekarang kedudukannya di mata Hansa berada di bawah Rhea?! Tidak! Itu tidak boleh! Siapa itu Rhea? Dia hanya orang asing dalam klan Adiwinata.
Karna dengan kesal duduk di sofa yang tersedia dan dengan cemberut menatap sepupunya yang kembali menjadi orang tabah dan serius di kursi kerjanya.
Benar, Hansa selalu sibuk. Dia tidak akan punya waktu untuk berkenalan dengan si aktris. Hansa tidak dekat dengan industri hiburan dan yang paling penting, pernikahan mereka seharusnya akan menjadi pernikahan Rhea dengan pacarnya, bukan Hansa.
Karna mendengus. Kenapa selingkuhan pacarnya Rhea bisa hadir dan mengacau di hari pernikahan? Ini tampak tidak masuk akal untuk menjadi nyata dan adegan selanjutnya bahkan hampir mustahil untuk semacam kenyataan, ini lebih tampak seperti skenario film atau variety show. Tapi di dunia nyata? Karna meragukannya.
Kenapa? Dia mengenal karakter Hansa secara matang. Hansa ini tipe-tipe orang yang memiliki perencanaan tinggi dengan otak bisnisnya, sehingga setiap apapun yang ia lakukan harus melalui kalkulasi yang panjang. Karna sangsi ketika keputusan gila Rhea diatas altar, Hansa kemudian mengajukan diri. Dipikir-pikir dari sisi Hansa, menikahi Rhea tidak membawa manfaat apapun. Lalu kenapa Hansa masih melakukannya?
Cinta sejati? Karna akan berlari telanjang mengitari rumah Hansa jika alasan Hansa adalah cinta sejati. Jika sekedar cinta biasa, Karna masih percaya karena pasti semua orang punya. Tapi cinta sejati? Jenis cinta yang akan membuatmu sampai berpikir irasional dan pengabdian penuh kepada yang dicinta? Tidak. Orang seperti Hansa ini sudah dipastikan tidak bisa terjebak dalam jeratan budak cinta. Jadi bayangkan keterkejutannya ketika melihat tayangan yang menginfokan sepupunya menikah di portal berita. Karna menunggu untuk berita klarifikasi hanya untuk menyadari berita itu bukan kesalahan terbit.
"Kau tahu, aku sangat penasaran kenapa kamu mengorbankan diri untuk menikahinya." Pancingnya.
Hansa tetap bergeming dan menghiraukannya.
"Pasti ada kunci disini. Kunci yang membuat Hansa Adiwinata tampak terikat dengan Rhea." Karna memutuskan untuk bermonolog. "Cinta pertama? Kekasih masa kecil?" Dia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak mungkin." Putusnya.
Lalu ada alasan absurd yang terbentuk di kepalanya. Itu tampak menggelikan dan bisa dipastikan Hansa akan menganggapnya kurang waras jika dia menyebutkannya. Dia pasti terlalu banyak menonton drama bergenre reinkarnasi atau semacamnya. Tetapi dia tidak tahan untuk mengemukakannya.
"Atau... cinta dari kehidupan sebelumnya?"
"Atau... Cinta dari kehidupan sebelumnya?"Hansa menegang ditempatnya. Dia selalu berpikir bahwa sepupunya orang yang berpikiran pendek tetapi tampaknya dia salah. Sepupunya gila."Sekarang kau mengucapkan hal-hal yang tidak masuk akal." Ia membalas."Memang tidak masuk akal!" Karna menyetujui. "Tapi menikahi Rhea juga langkah yang tidak masuk akal!" Pungkasnya.Sekarang setelah diucapkan, Karna merasa ucapannya memang keterlaluan. "Sudahlah, kamu tampaknya memang sedang di mabuk cinta."Dia beranjak berdiri untuk pergi, tapi sebelumnya dia memberi nasehat, "Hanya mau mengingatkan, hati-hati dengan cinta, karena deritanya tiada akhir."Mungkin Rhea entah bagaimana bisa menaklukkan hati baja Hansa. Mungkin, Hansa memang entah karena eror di otaknya atau tekanan pekerjaan sehingga menjadi rada sinting sehingga jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Rhea yang memakai gaun pengantin. Semua kemungkinan itu tetap tidak mengubah bahwa Hans
"Berhenti disini."Meski bingung, Jeremy menghentikan mobilnya. Dia selalu memarkir mobilnya tepat di depan rumah Hansa untuk mengantar jemput Tuannya itu. Tapi dia tetap mematuhi perintah yang diucapkan Tuannya meski akhir-akhir ini banyak permintaan aneh.Hansa segera keluar dan menyuruh Jeremy memakirkan mobilnya ke tempat biasa. Bukan tanpa alasan dia meminta turun disini. Dia melihat istrinya tengah bermain dengan anjingnya dan Hansa berniat untuk langsung menemuinya.Dia melepaskan jasnya dan melampirkannya ke tangan kirinya. Semakin dia dekat dengan mereka, dia bisa mulai mendengar tawa kecil Rhea yang tengah bersenang-senang melempar boneka tulang untuk diambil anjingnya."Bersenang-senang?" Ia menghampiri.Rhea menoleh kearahnya, "Little White Sangat pintar." Beritahunya.Little White?Anjing itu menginterupsi mereka dengan menempel ke kaki Rhea dan menjatuhkan mainannya. Menatapnya dengan ekor bergoyang-goyang, meminta
Tangannya ditarik paksa.Dia tidak punya waktu untuk berduka mengenai kehilangan dua pelayan setianya. Arya memaksanya untuk turun dari keretanya yang telah rusak, merangsek kedepan sambil mengayunkan pedang ke arah musuh yang mendekati mereka.Kakinya tidak sengaja tersandung sesuatu dan saat dia melihat kebawah, dia berteriak. Dibawahnya ada kepala manusia yang terpenggal. Tubuhnya bergetar hebat. Dia sangat ketakutan sekarang."Tolong pejamkan matamu putri." Perintah Arya yang langsung dipatuhinya.Arya menggendongnya. Dia bisa merasakan cengkraman kuat di lengannya. Tubuhnya berjengit ketika mendengar dentingan pedang yang terdengar keras di lakukan didekatnyaDia berdoa. Berdoa kepada Sang Hyang Widhi untuk selamat dari kematian hari ini. Berdoa agar Arya mendapat kekuatan untuk bisa menghalau para perampok bengis itu.Dia merasa tubuhnya ditempatkan ke sesuatu. Dia membuka matanya dan melihat bahwa dia telah berada di atas kuda m
Rhea bertatapan dengan mata penolongnya. Dia segera membawanya masuk ke dalam gedung yang dengan kaca satu arah membuat para wartawan tidak bisa membidik mereka."Terimakasih." Rhea sangat terbantu akan pertolongan Sebastian.Mereka saling kenal satu sama lain. Rhea dan Sebastian adalah aktris dan aktor utama agensi. Sebastian bergabung tak lama setelah dia menandatangani kontrak. Mereka sekarang adalah ikon agensi Eureka dan dekat dengan CEO nya. Meski begitu, jalan karir mereka berbeda. Rhea dikenal sebagai pemeran ketiga yang selalu antagonis dan anti hero. Sedangkan Sebastian memiliki karir meroket dengan menjadi pemeran pria utama."Mereka menggila sejak kemarin." Ucap Sebastian.Mereka berjalan beriringan. Meski mereka jarang bertemu dalam proyek film, sudah bukan rahasia bagi orang dalam agensi bahwa mereka berteman satu sama lain. Pertemanan senior kata mereka. Sebastian sendiri kemarin menghadiri pernikahan Rhea dan meski terkejut dengan ke
"Sudah sampai."Kay mematikan mesin mobilnya. Dibelakang, Rhea melepaskan seatbeltnya. Tidak lupa kembali memakai kacamata hitam andalannya dan tas jinjing di tangan kirinya."Tidak ingin kutemani masuk?" Kay memastikan kembali.Gedung didepannya ini adalah salah satu gedung terbesar di ibukota. Seluruh gedung telah dibeli dan digunakan seluruhnya oleh Prisma Group yang memiliki banyak anak perusahaan."Tidak usah. Tinggal masuk saja. Hansa bilang dia telah mengutus Jeremy untuk tur perusahaan." Rhea tertawa sendiri di bagian 'tur perusahaan'."Benar, tur perusahaan." Kay didepan mengangguk-angguk iri."Besok jangan lupa ada wawancara. Aku harus membawamu ke salon rambut terlebih dahulu." Kay mengingatkan."Okay." Balas Rhea sambil dengan melakukan gerakan tangan.Seperti yang Hansa janjikan. Jeremy telah menunggunya di pintu masuk. Rhea belum mengenal Jeremy, yang dia tahu, pria itu asisten kepercayaan Hansa."Mar
Jantungnya berdetak kencang. Hansa menatap bibir ranum istrinya itu dengan keinginan tinggi untuk menciumnya. Bisakah dia? Istrinya tampak tidak menahannya. Karenanya bibir mereka menjadi lebih dekat. Semakin dekat dan...'Sepuluh meter lagi belok kanan.'Mereka berdua tersentak kaget mendengar suara dari google maps yang telah Hansa hidupkan kembali, hal pertama yang dia lakukan saat masuk ke mobil.Rhea mendorong Hansa menjauh dan tubuhnya bergerak menjadi sangat dekat dengan sisi pintu. Dia menggigit bibirnya, sesuatu yang dia lakukan sewaktu gugup. Dia tidak berani memandang ke arahnya.Hansa menahan diri untuk tidak meninju layar map di dasbor mobilnya. Merutuki suara dari sistem yang datang di waktu yang sangat tidak pas.Sial! Hansa merindukan bibir itu, dan karena kejadian ini, dia yakin Rhea akan kembali membuat jarak dengannya.Kenapa dia harus menghidupkan maps? Pikirnya kesal.Dengan pikiran kacau balau dan kesal, di
Mereka berbalik dan mendapati seorang pemuda tengah berjalan cepat kearah mereka. Rhea dan Hansa saling berpandangan, jelas tidak ada dari mereka yang kenal dengan pemuda asing ini."Aku tidak sengaja memfoto kalian." Pemuda itu mengeluarkan ponselnya dan langsung mengarahkannya ke Hansa.Gambar dari ponsel pemuda itu menampilkan dirinya dan Rhea dalam posisi berpelukan. Itu difoto dari samping dan ekspresi tawa dan kaget di wajah Rhea dan cara dia memandangnya untuknya serta sinar sore yang berpendar di belakang mereka membuat Hansa mengagumi foto tersebut meski hanya dipotret lewat ponsel.Rhea ikut memberi perhatian terhadap foto yang dibuat."Bagus. Kau punya bakat memotret." Pujinya kepada pemuda itu.Pria itu tersipu malu mendengar pujian dari sang aktris. Sebenarnya dia hanya coba-coba mendapatkan sudut foto yang pas untuk memperindah feed akun media sosialnya, hingga kemudian dia mendapat momen yang pas dari dua pasangan yang tampak sempurn
"Ya, itu kesalahan. Benar, kesalahan." Rhea menggumamkan kalimat itu berkali-kali. Jantungnya berdetak kencang bahkan setelah dia mandi. Sekarang, dia sedang berada di salah satu kamar tamu yang rumah ini miliki. Dia mengungsi malam ini karena tidak ingin dia membuat kesalahan kembali. Kesalahan yang lebih besar.Ciuman itu salah. Jantung yang berdebar itu karena dia terkejut. Pikir Rhea dalam rangka meyakinkan dirinya sendiri.Dia mengacak-acak rambutnya kesal. "Kenapa aku melakukan itu?" Ratapnya. "-tidak, kenapa aku membiarkan dia melakukan itu?!"Rhea membenci situasi ini. Dia membenci kenapa setiap Hansa mulai menatapnya intens dari jarak dekat, jantungnya akan berdetak kencang. Dia membenci dirinya sendiri karena itu."Tenang Rhea, tenang." Dia bermonolog. "Kamu tidak boleh jatuh kedalam rayuan Hansa."Satu hal yang Rhea terakhir inginkan di hidupnya adalah kembali jatuh cinta ke orang yang salah. Hansa termasuk orang yang salah. Mau bagaiman