Share

Tidak Sanggup, Menerima Kenyataan

Kedua orang tua yang semula terlihat sedang sibuk sama lain itu, kini langsung menatap Priscilla dengan kompak. 

“Ah iya. Apakah ini putrimu?” pria paruh baya itu tidak menjawab rasa penasaran Priscilla dan justru kembali bertanya pada Ditrian.

“Iya, ini putriku yang selama ini sering aku bicarakan.” ayahnya pun sama, ia tidak menjawab pertanyaan Priscilla yang terlihat tengah bingung itu dan malah menjawab pertanyaan pria yang asing bagi Priscilla.

“Ternyata begitu melihatnya langsung, putrimu ternyata lebih cantik.” mereka berdua dengan jelas mengabaikan pertanyaan Priscilla yang bahkan sedang ada di depan mereka.

Mau tidak mau, Priscilla harus menyela pembicaraan di antara kedua orang tua itu karna pertanyaannya yang sama sekali tidak di gubris. “Ayah, aku bertanya pada ayah.” kata Priscilla dengan serius.

Ayahnya yang semula terlihat sengaja mempermainkannya, kini langsung memperhatikannya begitu Priscilla mengeluarkan ekspresinya seperti sedang marah.

Ditrian pun menatap wajah putrinya yang tengah terlihat tegang itu. “Ayah lupa, maafkan ayah. Ayah sangat senang bertemu dengan teman ayah lagi hari ini, ayah sampai tidak memperhatikan putri ayah dengan benar.” ujar Ditrian yang terus mengalihkan pembicaraan.

Melihat ayahnya yang tak kunjung menjawab pertanyaannya itu, tentu saja membuat Priscilla merasa curiga. “Terserah ayah saja, aku akan pulang ke rumah. Silahkan nikmati waktu ayah dengan teman ayah ini.” Priscilla berganti menatap ayahnya dan juga temannya satu per satu dengan lirikan yang tajam.

Meskipun sedikit merasa terkejut dengan kenyataan bahwa pria paruh baya yang dari tadi terus duduk di sampingnya itu merupakan teman ayahnya, Priscilla tidak di beri kesempatan untuk bertanya. Priscilla jadi berfikir, bagaimana bisa teman ayahnya tau jika ayahnya sedang berada di rumah sakit.

Sedangkan dari tadi, Ditrian sama sekali tidak memegang ponsel, tentunya ia tidak bisa memberi kabar pada temannya untuk datang menjenguk. Dan dari tadi, yang ada di sini hanyalah dirinya, Priscilla juga tidak pernah memberi kabar, bahkan kenal saja tidak. Semua hal yang saling berkaitan ini, terlalu sempurna untuk di sebut sebuah kebetulan.

Saat Priscilla hendak melangkahkan kaki untuk keluar dari ruangan ICU, ayahnya pun langsung menghentikannya. “Priscilla, tunggu!” teriak Ditrian, menghentikan langkah kaki putrinya. 

Mengingat kembali tentang kondisi kesehatan ayahnya yang baru saja membaik, tentu saja Priscilla tidak boleh bersikap kekanak kanakan sehingga membuat ayahnya kembali kumat. Priscilla pun segera berhenti, kemudian menengok kembali pada ayahnya yang tengah berbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.

“Ada yang ingin ayah bicarakan denganmu,” ayahnya yang semula terus bergurau dan menyepelekannya, kini langsung menatapnya dengan serius, seolah apa yang ingin ia katakan ini adalah hal yang sangat penting. Priscilla sampai dibuat penasaran.

Priscilla pun kembali berdiri tepat di samping ayahnya, agar bisa mendengar lebih jelas tentang apa yang ingin ayahnya bicarakan dengannya. “Ada apa, ayah?” Priscilla bertanya.

Ayahnya pun menatap Priscilla, dengan kepala yang sedikit mendongak ke atas. “Ini soal pertunanganmu.” ujar ayahnya, sambil memegang telapak tangan Priscilla.

Priscilla bahkan sampai penasaran di buatnya, hanya karna ekspresi serius ayahnya tadi saat mengatakannya. Rupanya, di saat-saat seperti ini, yang paling penting bagi ayahnya tetaplah soal pernikahannya.

Priscilla pun mau tidak mau mendengarkannya. Ia menatap teman ayahnya dan juga putranya dengan risau, karna ayahnya sedang ingin membicarakan hal pribadi, sedangkan ada orang lain yang sedang berada di dalam ruangan.

Melihat Priscilla yang terlihat tengah risau itu, membuat Ditrian paham dengan apa yang ingin ia katakan. “Tidak apa-apa, karna hal ini juga bersangkutan dengan mereka berdua.” Ditrian terus membuat putrinya bingung, dengan ucapannya yang tidak jelas.

Tentu saja setelah mendengar hal itu, membuat pikiran Priscilla semakin kacau. Bagaimana bisa temannya memiliki urusan dengan pernikahannya? Sebenarnya siapa teman ayahnya ini? Berbagai macam pertanyaan, terus melintas di benak Priscilla.

Priscilla pun tidak bertanya maupun meminta penjelasan atas segala kejadian membingungkan yang telah menimpanya hari ini. Priscilla sudah tidak ingin lagi menunggu lama, rasanya ia ingin segera pergi untuk menenangkan pikirannya yang tengah kacau saat ini.

“Kamu bilang, kamu ingin menikah, bukan?” Ditrian mengambil kesempatan untuk meminta Priscilla menuruti perkataannya di saat rasa iba Priscilla padanya tengah besar seperti saat ini. Ia tau, jika kesehatannya merupakan kelemahan utama putrinya sendiri.

Priscilla menghela nafas panjang, rasanya lidahnya sulit untuk mengatakan iya di depan banyak orang seperti saat ini. Namun Priscilla sudah terlanjur mengatakannya, mau tidak mau, Priscilla harus menepati ucapannya yang sudah terlanjur ia katakan tadi.

Toh baginya, tidak akan ada masalah besar jika ia sampai menikah dengan tiran negri ini. Karna pernikahan ini baginya, tak lebih dari sekedar sebuah alat untuk membuat ayahnya merasa senang.

“Iya,” setelah terdiam sebentar, Priscilla pun menjawabnya dengan berat hati.

Ditrian merasa, inilah saat yang tepat untuk ia mengungkapkan segalanya. Toh Priscilla juga sudah terlanjur mengucapkan kata iya, jadi Ditrian tidak perlu khawatir jika putrinya nanti berubah pikiran kembali. Ditrian sangat mengenal putrinya, Priscilla bukanlah wanita yang akan menarik ucapannya kembali atau pun mengingkari sesuatu yang sudah ia ucapkan.

Tangan Ditrian yang masih lemah itu, menunjuk pria muda yang merupakan anak dari sahabatnya itu. Priscilla pun mengikuti gerakan jemari Ditrian yang sedang menunjuk ke sesuatu. Priscilla pun menatap Ditrian, sesuatu yang tengah di tunjuk oleh ayahnya saat ini.

Priscilla pun menatap ayahnya dengan bingung. “Apa maksudnya?” tanya Priscilla yang masih tidak paham.

“Dia, pria yang akan menikah denganmu.” perkataan singkat tanpa penjelasan yang rinci dari Ditrian barusan, membuat Priscilla hanya menganggap perkataan ayahnya sebagai gurauan semata.

Bagaimana mungkin ia menikah dengan pria yang baru saja ia temui hari ini, bahkan bagaimana bentuk wajahnya pun, Priscilla tidak tau. Dengan bodohnya, Priscilla hanya bisa tertawa karna menganggap perkataan ayahnya yang hanya sedang bercanda.

“Ayah sedang bergurau kan? Ayah, ini bukan saatnya bercanda. Ayah bilang sebelumnya, bahwa aku akan menikah dengan pria itu kan? Kenapa sekarang tiba-tiba dengan anak dari teman ayah?” Priscilla hanya menanggapinya dengan santai, dan tidak menganggap serius perkataan ayahnya barusan.

Melihat suasana yang begitu hening, di mana tidak ada yang tengah tertawa selain dirinya, membuat Priscilla berpikir kembali tentang perkataan ayahnya barusan. Ia pun menatap ayahnya dalam keadaan heran.

“A, ayah, ayah tidak sedang bergurau kan? Jangan permainkan aku.” Priscilla bertanya kembali dengan ayahnya, ia kini meminta penjelasan.

Di satu sisi, Ditrian bingung harus menjelaskannya mulai dari mana. Ia pun hanya mengatakan perkataan yang keluar dari otaknya. “Aku tidak sedang bercanda. Kamu akan menikah dengan pria ini, anak dari teman lamaku.” ucapnya dengan serius.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status