Danisa sempat terdiam beberapa saat, dia mengerti ke mana arah pembicaraan yang dilakukan oleh Restu untuknya itu. Tidak ingin pembicaraan semakin jauh. Dia pun memilih untuk mengalihkan pembicaraan yang dilakukan oleh pria dewasa tersebut. “Sebaiknya kita tidak membicarakan ini, Restu. Ini bukan saat yang tepat untuk berbincang masalah privasi. Apa kata ibu-ibu yang lain jika kita bicara hanya saling berdua seperti ini. Nanti akan menimbulkan kesalah pahaman antara kita,” tutur Danisa tidak ingin terlalu jauh terlibat pembicaraan intim dengan Restu di depan banyak pasang mata yang saling mencuri pandang ke arah mereka itu. Restu mengangguk, dia melirik ke sekitar. Memang, beberapa ibu-ibu cantik yang sedang mengantar anaknya sedang curi-curi pandang ke arah mereka. “Ya, kamu benar.” Restu tidak banyak bicara lagi. Dia memilih diam, memperhatikan ponsel di tangannya setelah mencari tempat duduk yang nyaman baginya untuk menunggu Claudia melakukan kegiatannya. Tentu saja dia ti
Danisa bungkam. Dia bingung harus menjawab apa pada Claudia. Anak yang berada dalam gendongannya memiliki harapan besar padanya. Dan dia tidak bisa membuat hati sucinya itu terluka begitu saja. Pandangan matanya pun teralih pada Restu yang tak jauh dari dirinya berada. Dia sedang menelisik, mencari sebab mengapa anak ini bisa berkata seperti itu kepadanya. Tentu dia ingin tahu dari mana kabar burung itu bisa terungkap oleh anak yang masih begitu polos ini. “Sayang, kamu bicara apa? Apa kamu sudah selesai dengan kegiatan bersama dengan teman-temanmu?” tanya Danisa. Dia sedang mengalihkan pembicaraan atas harapan besar yang dimiliki oleh anak kecil yang tersenyum Bahagia itu. Tidak sanggup bagi Danisa untuk menghancurkan harapan besar yang dimiliki oleh Claudia. Maka pengalihan adalah jalan yang dia tempuh. “Claudia sangat senang hari ini Bunda. Claudia dapat mengeksplor semuanya dengan bebas bersama kakak-kakak yang sangat baik padaku.” Dari senyum yang ditambahkan oleh oleh anak
“Hati-hati, Sayang,” ucap Danissa yang mendapati seorang gadis cantik yang terjatuh akibat tidak sengaja menabraknya itu. Danisa melangkah, dia hendak membantu anak kecil itu untuk bangun dari duduknya. Tatapan mata anak perempuan itu Mamaku, saat mendapati wanita cantik yang sedang bicara kepadanya itu sedang memiliki jarak ke arah dirinya yang sedang jatuh terduduk.Tak ada kata yang terucap, hanya tatapan mata menelisik yang tak mampu mengucap sepatah kata pun yang keluar dari mulut mungil dengan mata kecoklatan yang tak berhenti menatap yang Bahkan tidak berkedip sekalipun kepada Danisa.Denisa mengulas senyum ramahnya kepada anak yang begitu menggemaskan itu. Dia mengulurkan tangan, hendak membantu sang anak bangun dari duduknya. “No! Ini tidak mungkin? Apa ini mimpi?” Ucap anak itu, dengan suara terkejut yang sangat jelas terdengar di indera pendengaran Danisa. Danisa yang mendengar kalimat menggemaskan di hadapannya itupun menautkan kedua alisnya. Dia sedang mencerna atas k
Kedua mata dua insan yang pernah saling mengenal satu sama lain itu pun terpaku. Kali ini. bukan hanya kedua anak kecil menggemaskan yang tak lain adalah buah cinta Danisa dan juga pria yang bernama Daren yang pernah menjadi masa lalunya saja yang terkejut. Kini Daren dan juga Danisa pun melakukan hal yang sama dengan kedua anak yang sebelumnya memberikan respon sama terhadap dirinya itu. Danisa yang melihat keberadaan pria yang pernah menjadi masa lalunya itu pun tersadar. Adanya Daren, pria yang pasti sangat dikenali olehnya itu berhasil membuat dirinya teringat pada dua buah hati yang telah dilahirkan olehnya. Pandangan mata Danisa puun teralihkan pada sepasang anak pria dan wanita yang salah satunya tadi menabrak dirinya. Anak peremppuan yang sebeluumnya terjauh itu sudah bangunn dengan bantuan saudaranya. Debaran di dalam tubuh Danisa itu tiba-tiba berdetak semakin kencang. Sata dia tersadar jika pria yang pernah menjadi suaminya itu berada tepat di depan matanya. Apa Dani
Dua minggu sebelum kepergian Daren sekeluarga ke Indonesia. Daren yang terlihat kusut dengan segala tumpukan berkas yang ada di atas mejanya itu sedang menghela nafas beratnya. Leo yang baru saja masuk ke dalam ruang kerja sang atasan tentu tahu apa yang sedang terjadi pada bosnya itu. Sebab, Daren yang sedang dalam situasi sulitnya. Bukan hanya pekerjaan yang tengah dipikir oleh sang atasan. Melainkan Daren juga sedang berada dilema antara desakan ibunya yang selalu meminta Daren untuk menikah kembali dan juga dilema masalah Ara yang selalu terpojok oleh teman-temannya karena Ara yang tidak memiliki seorang Ibu selayaknya teman-temannya yang lain. “Pak,” panggil Leo kala itu. Pria itu masih begitu setia membersamai Daren dalam memimpin perusahaan yang dia miliki. Daren yang sedang memejamkan mata itu pun kembali membuka matanya. Tanpa bergerak sedikitpun dirinya, dan hanya menatap Leo yang sudah berdiri tepat di hadapan meja kerjanya. Bahkan, Daren sama sekali tidak menjawa
“Bunda, itu Reval masih diobati sama Om Ganteng,” kata Claudia pada Danisa yang sejak tadi kaki melangkah namun pikirannya melayang entah ke mana. “Bunda, Bunda!” Claudia semakin mengencangkan panggilan yang dia lakukan pada Danisa, ketika ucapan yang baru saja dia katakan pada Danisa itu sama sekali tidak mendapatkan respon dari Dannisa yang sejak tadi diajak bicara. “Claudia, tidak boleh bicara dengan nada yang tinggi sama Bunda Nisa,” tegur Restu saat menyadari kesalahan yang dilakukan oleh putri kesayangannya. Tidak pernah Restu mengajarkan Claudia untuk berkata dengan intonasi nada yang tinggi pada orang tua. Dan kini, dia melihat putri kesayangannya itu melakukan kesalahan di depan matanya sendiri. Danissa tersentak, dia beralih menatap ke arah Claudia yang terlihat murung dan menunduk akibat mendapat teguran dari sang ayah. “E, ada apa? Kenapa princess bunda murung begini?” tanya Danisa saat tersadar antara anak dan ayah sedang berselisih di hadapannya itu. Claudia men
“Dimana Nelson?” tanya Daren dengan suara dinginnya. Daren yang mendapati panggilannya terhubung dengan diangkat oleh seorang wanita itu pun menjadi tahu, jika wanita tersebut adalah wanita yang memang disewa oleh pria bejat tersebut. “Siapa kau berani angkat telponku.”Suara yang begitu dingin itu pun terdengar di indera Daren, dia menduga jika Nelson sedang marah kepada wanitanya di seberang sana. “Aku hanya angkat panggilan yang masuk ke ponselmu. Habis berisik sekali.” Sebuah jawaban itu pun terdengar di indera pendengaran Daren, tak lama dia mendengar suara seseorang di seberang panggilan yang dia lakukan. “Ada apa Bos?” tanya Nelson saat athuu jika yang menghubunginya itu adalah Daren. “Ada perintah untukmu.” sebuah perintah langsung Daren berikan untukmu Nelson saat orang yang sedang ia hubungi itu mengangkat panggilan yang masuk dari dirinya itu. “Siap,” jawaban singkat yang Nelson lakukan sebagai bentuk kesiapan yang pria itu berikan atas perintah yang akan Daren berik
BAB 1"Saya tidak mau tahu. Pokoknya kamu harus segera bayar sewa tempat tinggal ini sekarang juga!" Tegas seorang wanita bermata sipit. Usianya yang lebih tua beberapa tahun dari Danisa, namun nasib yang jauh berbeda darinya. Jika Danisa menjadi orang yang berlagak sok kaya. Maka, wanita di hadapannya itu adalah seorang juragan apartemen yang memiliki hampir 20 unit di tempat Danisa tinggal. Danisa mendadak cemas, karena bingung dengan keadaan yang terjadi. Kini, wanita di hadapannya datang kembali menaagih dan tidak ingin lagi memberikan dia waktu untuk bisa menunda sewa bayar yang dia tempati."Saya mohon! Kasih saya waktu, satu hari saja. Besok pagi saya akan bayar lunas." Lagi Danisa kembali memelas. Bukan ia tak punya uang, memang kehidupan glamor yang biasa dilakukanlah yang berhasil membuat diirnya terjebak dalam situasi rumitnya sekarang. Ya, anggap saja Danisa yang salah dalam memilih pertemanan. Seharusnya yang ia lakukan berteman dengan orang yang sejajar. Tapi, demi g