“Dimana Nelson?” tanya Daren dengan suara dinginnya. Daren yang mendapati panggilannya terhubung dengan diangkat oleh seorang wanita itu pun menjadi tahu, jika wanita tersebut adalah wanita yang memang disewa oleh pria bejat tersebut. “Siapa kau berani angkat telponku.”Suara yang begitu dingin itu pun terdengar di indera Daren, dia menduga jika Nelson sedang marah kepada wanitanya di seberang sana. “Aku hanya angkat panggilan yang masuk ke ponselmu. Habis berisik sekali.” Sebuah jawaban itu pun terdengar di indera pendengaran Daren, tak lama dia mendengar suara seseorang di seberang panggilan yang dia lakukan. “Ada apa Bos?” tanya Nelson saat athuu jika yang menghubunginya itu adalah Daren. “Ada perintah untukmu.” sebuah perintah langsung Daren berikan untukmu Nelson saat orang yang sedang ia hubungi itu mengangkat panggilan yang masuk dari dirinya itu. “Siap,” jawaban singkat yang Nelson lakukan sebagai bentuk kesiapan yang pria itu berikan atas perintah yang akan Daren berik
Daren menoleh ke arah sumber suara sang putri yang telah memanggilnya itu. Dia mengernyit bingung, mendapati tampang Ara yang sama sekali tidak menunjukkan semangat sedikitpun. Hal itu membuat Daren tidak menunggu untuk tidak bertanya pada Ara.“Why?” tanya Daren, tetap dengan suaranya yang iri bicara meski saat ini dia sedang bersama sang putri tercintanya. Pandangan matanya pun kembali mengarah ke depan, menatap ke arah dimana jalanan yang ramai di depannya itu.“Es krimnya tak enak,” kata Ara dengan pandangan mata yang sama sekali tidak menunjukkan semangat. Aiden masih bungkam di tempat duduknya. Sama sekali tidak berpengaruh apa pun atas apa yang sedang Ara katakan pada sang ayah. “Kenapa? Bukannya kau sangat suka es krim? Apa rasanya beda?” tanya Daren. Karena sejujurnya bukan rasa es krim yang tak lezat sebenarnya yang terjadi pada Ara. Melainkan, sebab yang sedang terjadi pada gadis itu adalah suasana hatinya yang sedang tidak baik-baik saja lebih tepatnya. “Kau bahkan sa
BAB 1"Saya tidak mau tahu. Pokoknya kamu harus segera bayar sewa tempat tinggal ini sekarang juga!" Tegas seorang wanita bermata sipit. Usianya yang lebih tua beberapa tahun dari Danisa, namun nasib yang jauh berbeda darinya. Jika Danisa menjadi orang yang berlagak sok kaya. Maka, wanita di hadapannya itu adalah seorang juragan apartemen yang memiliki hampir 20 unit di tempat Danisa tinggal. Danisa mendadak cemas, karena bingung dengan keadaan yang terjadi. Kini, wanita di hadapannya datang kembali menaagih dan tidak ingin lagi memberikan dia waktu untuk bisa menunda sewa bayar yang dia tempati."Saya mohon! Kasih saya waktu, satu hari saja. Besok pagi saya akan bayar lunas." Lagi Danisa kembali memelas. Bukan ia tak punya uang, memang kehidupan glamor yang biasa dilakukanlah yang berhasil membuat diirnya terjebak dalam situasi rumitnya sekarang. Ya, anggap saja Danisa yang salah dalam memilih pertemanan. Seharusnya yang ia lakukan berteman dengan orang yang sejajar. Tapi, demi g
BAB 2Danisa terdiam beberapa saat dengan apa yang diminta oleh sang atasan untuknya tiba-tiba.Tidak ada angin dan tak ada hujan. Tiba-tiba saja atasannya itu mengajak menikah dan minta anak darinya. Memangnya gampang orang punya anak, menikah langsung bisa jadi.“Bagaimana?” tanya Daren ketika tidak mendapati respon apa pun dari sekretarisnya itu.“Bapak tidak salah makan ‘kan? Atau Bapak sedang sakit?”“Saya serius.”Daren menatap serius pada Danisa yang tak percaya pada ajakan yang telah ia lakukan. Tak tahu Daren harus melakukan apa, maka ia berniat memberikan tawaran sekretarisnya itu untuk menikah dengannya. Danisa bisa melihat wajah serius dari sang atasan. Tapi baginya itu adalah tawaran yang tidak masuk akal. Danisa pun tak berniat untuk menerima tawaran dadakan yang menurutnya itu di luar logika.“Maaf tapi saya tidak bisa, Pak. Saya belum punya planning untuk menikah, lagi pula saya juga tidak ingin punya anak. Apa tidak sayang dengan tubuh saya yang akan menjadi gemuk d
Sesuai dengan janji yang Danisa miliki. Saat jam kerja berakhir, Danisa buru-buru berkemas, mengabaikan Daren yang baru saja keluar dari ruang kerjanya bersama dengan Leo yang mengekor di belakang sang atasan. “Pak, saya ada urusan yang penting. Semua pekerjaan saya sudah selesai. Jadi saya pulang dulu ya,” pamit Danisa menampilkan deretan gigi putihnya pada dua orang yang menjadi atasannya itu.Daren bergeming, sama sekali tidak menanggapi apa yang danisa lakukan. Hanya Leo yang membalas senyum rekan kerjanya yang terlihat sudah rapi dan akan meninggalkan ruangannya itu.“Hati-hati. Kamu nggak mau ikut ketemu Mr. Mark malam ini,” jawab Leoo pada Danisa.“Bapak saja. Saya ada yang lebih penting, lagi pula urusannya kan sama Pak Leo dan Pak Bos,” balas Danisa, melirik pada Daren yang masih fokus dengan benda pipih di tangannya.Danisa melambaikan tangan ketika tak mendapat tanggapan lagi dari Leo. Ia ingin bersiap dengan rencana seratus juta yang akan ia dapatkan dalam semalam. Tak sa
BAB 4Sebuah bogeman berhasil melumpuhkan dari sebuah paksaan seorang pria yang menolak untuk mendapatkan ciuman paksa dari lawan jenisnya. Merasa tak senang melihat pemaksaan yang terjadi, membuat diri seorang pria berjas hitam pekat yang digunakannya itu naik pitam. Suara wanita yang terus meronta, berteriak untuk dilepas membuat diri pria itu tidak bisa tinggal diam. Pria bajingan itu terus memaksa, mengabaikan keinginan wanitanya yang menolak untuk disentuh paksa yang malah semakin bertindak semakin beringas pada wanitanya. Teriakan dan tangisan yang terus meronta, membuat langkah seorang pria yang baru saja mengakhiri pertemuan dengan seorang klien yang mengadakan jamuan di tempat itu berhenti di sana.Di sebuah lorong night club, Daren Raynald Abraham memicing pada kejadian tak senonoh yang mengusik hati nuraninya. Bertambah ia yang kenal dengan pria yang tak lain adalah rival bisnis yang tak pernah akan keberhasilannya, semakin membuat hati nurani pria itu tertarik untuk m
BAB 5Danisa tak menyia-nyiakan kesempatan. Niat diri yang memang ingin mencari penerbangan malam ini menuju ke negaranya segera pun membuat langkahnya itu terburu karena ingin segera sampai ke unitnya. "Bahkan aku lupa meminta izin pada Pak Daren untuk cuti dadakan. Besok saja sama Pak Leo, yang ada aku kena marah sama Pak Daren." Danisa sadar, jika ia meminta izin langsung pada bosnya yang bertemu dengannya dalam keadaan tak bagus itu akan semakin memicu amarah. Berada dalam satu mobil dalam suasana mencekam saja sudah membuat diri Danisa begitu sesak. Apa lagi jika Daren tadi meluapkan kemarahan padanya. Danisa tak mampu membayangkannya. Setiba di kamarnya, Ia mengeluarkan ponsel untuk menghubungi kenalannya untuk mengurus penerbangan. Baik untuk dirinya ketika tugas kerja, maupun untuk Leo dan Daren jika ada pekerjaan ke luar negeri. "Apa ada penerbangan malam ini juga ke Indonesia?" Tanya Danisa langsung yang tidak ingin membuang waktunya. "Kamu telat, barusan berangkat sat
Daren terdiam saat mendengar kalimat yang Danisa ucapkan kepadanya. Bahkan sama sekali tak menyangka jika wanita yang ia beri tawaran sebelumnya menolak keras itu tiba-tiba menerima. Daren berpikir, pasti Danisa akan mengambil kesempatan padanya. Sedikit banyak dia tahu rumor jika sekretarisnya itu memiliki sikap hiddon dan pasti akan butuh banyak uang untuk memenuhi gaya hidupnya. Di samping itu, Danisa berdebar-debar setelah mengatakan keputusannya untuk menerima tawaran dari sang atasan. Dia semakin gelisah saat menunggu jawaban dari sang atasan. Bahkan Daren yang hanya bereaksi datar atas tatapan lekat mengarah tepat padanya. Hal itu semakin membuat Danisa diam mematung, bingung harus memberikan sikap. "Apa kau serius dengan keputusan yang sudah kau ambil?" Tanya Daren dengan tatapan datar dan suara serius yang khas. Danisa menelan ludahnya, di saat biasa ia mampu bersikap banyak bicara. Tiba-tiba mendadak kaku karena merasa cemas. Tapi Danisa tetap harus melakukan ini karena