Share

BAB 2

BAB 2

Danisa terdiam beberapa saat dengan apa yang diminta oleh sang atasan untuknya tiba-tiba.

Tidak ada angin dan tak ada hujan. Tiba-tiba saja atasannya itu mengajak menikah dan minta anak darinya. Memangnya gampang orang punya anak, menikah langsung bisa jadi.

“Bagaimana?” tanya Daren ketika tidak mendapati respon apa pun dari sekretarisnya itu.

“Bapak tidak salah makan ‘kan? Atau Bapak sedang sakit?”

“Saya serius.”

Daren menatap serius pada Danisa yang tak percaya pada ajakan yang telah ia lakukan. Tak tahu Daren harus melakukan apa, maka ia berniat memberikan tawaran sekretarisnya itu untuk menikah dengannya.

Danisa bisa melihat wajah serius dari sang atasan. Tapi baginya itu adalah tawaran yang tidak masuk akal. Danisa pun tak berniat untuk menerima tawaran dadakan yang menurutnya itu di luar logika.

“Maaf tapi saya tidak bisa, Pak. Saya belum punya planning untuk menikah, lagi pula saya juga tidak ingin punya anak. Apa tidak sayang dengan tubuh saya yang akan menjadi gemuk dan tidak akan menarik lagi pastinya,” jawab Danisa jujur. Tak ada satupun yang iia tutupi dari apa yang Daren tawarkan untuknya.

“Saya tawarkan pernikahan dengan kamu melahirkan anak untuk saya. Dan saya akan kasih uang dalam jumlah yang cukup besar. Bukankah itu bayaran yang setimpal.”

Daren kembali buka suara. Ia sangat tahu jika sekretarisnya itu sangat suka dengan uang. Bahkan setiap kali Daren meminta pekerjaan tambahan, Danisa selalu mengukur dengan uang sebagai ganti atas apa yang telah ia lakukan.

Danisa menghela nafas beratnya, ia menatap pada sang atasan yang masih bersikukuh meminta dirinya untuk menikah dan melahirkan anak.

“Bapak kenapa nggak terima tawaran ibu bapak saja. Bukankah Ibu Riana sering jodohkan anda?”

“Saya tidak mengenal mereka. Dan kamu tahu, saya tidak pernah ingin terikat pernikahan seumur hidup dengan mereka. Saya hanya ingin menikah dan wanita itu mau melahirkan. Jika sudah, maka dia bebas pergi ke mana pun dia mau. Dan uang jaminan sebagai gantinya,” ujar Daren kagi.

Danisa tak habis pikir dengan jalan pikiran sang bos itu. Masih dengan kesabaran yang ia punya, meski jujur ia butuh uang, dan yakin jumlah yang akan Draen tawarkan sangat fantastik, tapi Danisa tetap tidak ingin semakin membuat keluarganya terutama ibunya akan kecewa padanya.

“Tapi saya tidak bisa Pak. Saya belum ingin menikah, apa lagi punya anak. Saya harap bapak tidak memaksa saya. Karena saya tidak akan melakukan itu,” jawab Danisa lagi.

Daren bergeming, tidak mengeluarkan sepatah kata pun atas penolakan yang Danisa lakukan atas dirinya.

“Jika sudah tak ada yang Bapak butuhkan, saya permisi,” pamit Danisa.

“Saya kasih waktu untuk kamu pikirkan lagi,” ujar Daren ketika Danisa mulai meninggalkan ruang kerjanya.

Danisa menghentikan langkah, kembali berbalik demi bisa menatap sang atasan.

“Saya tetap pada pendirian saya, Pak,” kukuhnya. Keputusan yang ia ambil tidak akan goyah, meski tawaran yang akan Daren berikan pasti besar baginya.

Karena bagi Danisa, keperawanan yang ia punya akan ia berikan untuk calon suaminya nanti. Meski ia suka uang, tetap ia akan menjaga harga diri dan tidak akan membuat sang ibu kecewa di negaranya.

Ia melenggang keluar dari ruang kerja sang atasan. Di depan ruangannya ia bertemu dengan Leo dan memukul dada pria yang tak tahu apa-apa dengan begitu kesal.

“Kau kenapa? Datang-datang main pukul saja,” omel Leo dengan tingkah Danisa.

“Bos kamu itu. Ngimpi apa tiba-tiba ajak aku nikah dan minta anak.”

Leo yang mendengar jawaban Danisa terdiam, hingga akhirnya ia tertawa terbahak-bahak dengan kabar yang Danisa beri.

“Pasti Nyonya Bos maksa lagi,” jawab Leo, yang kemudian terdiam dengan tatapan penuh tanya pada Danisa.

“Lalu, apa kamu mau?” tanya Leo dengan tatapan menyelidik nya.

“Tidak. Saya memang senang uang, tapi saya tidak akan ambil jalan pintas dengan sewakan rahim saya,” jawab Danisa dengan begitu yakinnya.

Dia menyilangkan kedua tangan di depan dada, semakin menambah keyakinan yang terjadi pada dirinya.

“Saya masih sayang dengan diri saya Pak,” ucapnya lagi, kemudian berlalu menuju ke ruang kerjanya.

“Tapi biasanya Pak Darren akan kasih imbalan yang menarik. Apa kamu yakin akan sia-siakan kesempatan itu?” tanya Leo melongokkan kepala pada ruang kerja Danisa.

“Saya tidak peduli. Saya akan uang lebih dari yang lain,” jawab Danisa penuh percaya diri.

Leo bisa melihat keyakinan yang terjadi pada diri Danisa, ia pun tak bisa membujuk lagi meski ia sendiri yakin dengan imbalan yang akan Daren berikan pasti bernilai fantastis. Dan Danisa melewatkan begitu saja.

Denisa yang kembali disibukkan dengan pekerjaan di depan layar PC-nya, dibuyarkan oleh suara ponselnya yang berbunyi. Danisa mengalihkan tatapannya dari layar PC ke ponsel yang tergeletak di atas meja tak jauh darinya. Melihat nama yang tertera, ia menyunggingkan sebuah senyum dengan harapan akan ada kabar baik yang akan didapatkan olehnya hari ini.

Segera menempelkan benda pipih tersebut pada samping telinga. Danisa menjawab panggilan yang masuk dengan tak sabar.

“Bagaimana?” tanya Danisa langsung ketika panggilan yang ia jawab itu terhubung dari si penelpon.

“Aku ada kabar bagus untukmu.”

“Apa? Jangan kelamaan, aku sedang sibuk ini.”

“Kamu yang sela, aku juga belum selesai bicara,” balas seorang wanita yang ada di seberang panggilan yang Danisa angkat tersebut.

Danisa terkekeh, atas protes yang dilakukan oleh temannya itu. “Oke, sorry,” jawabnya.

“Seratus juta. Tapi kamu harus temani dia semalaman hingga pagi. Apa kamu bisa? Gila, ini tawaran yang menggiurkan, kamu bakal menyesal jika sampai menolaknya,” ucap teman Danisa mengingat tawaran yang begitu besar yang ditawarkan olehnya.

Danisa tak langsung menjawab, ia sedang terkejut dengan nilai fantastis yang akan didapatkan olehnya nanti jika setuju.

“Danis? Apa kau masih ada di sana?” tanya sang teman ketika panggilan tak kunjung mendapat jawaban dari Danisa.

“Eh, aku masih ada. Aku mau, kamu atur saja. Share loc alamat, nama, foto, dan seperti biasa. Kirim nomor rekening untuknya,” jawab Danisa dengan begitu semangat.

Dia tidak akan menyiakan kesempatan emas yang datang padanya malam ini. Meski yang diminta hingga pagi, ia kana tetap melakukan pekerjaan yang selalu menguntungkan untuknya itu. Soal urusan kerja, yang penting ia bisa mengatur dan akan ia pikirkan nanti.

“Oke. Aku akan kirimkan fotonya padamu. Dan lokasi di mana kamu bisa menemuinya,” ujar si Penelpon yang kemudian menutup panggilan yang berlangsung.

Tak lama panggilan itu tertutup, sebuah notif pesan pun terkirim dan Danisa langsung membuka pesan tersebut.

Dilihatnya sebuah foto dan alamat yang harus ia kunjungi. Melihat wajah pria yang ada dalam pesan yang terkirim, Danisa pun menyunggingkan sebuah senyum.

“Tampan. Siapa takut.”

Danisa merasa tertantang, ia kembali meletakkan ponselnya dengan hati yang semakin bersemangat karena Danisa mendapatkan pekerjaan sampingan yang bernilai fantastis yang baru didapatkan selama ini.

Komen (8)
goodnovel comment avatar
yuyunitaa
Danisa sukanya kerja sampingan
goodnovel comment avatar
Megarita
wah danisa, dia sgt menyukaimu
goodnovel comment avatar
Its Me
Xixixi, seru dan ada manis2nya gituuu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status