Seharian ini Adam cukup sibuk karena ia harus bertemu dengan beberapa calon investor yang akan ikut menanamkan modal di usaha angkringan miliknya dan Joe. Walau tidak seratus persen calon investor ini berasal dari Jerman, namun menurut Adam tidak ada salahnya juga untuk dicoba menerima mereka. Karena banyak calon investor ini yang berasal berbagai negara di dekat Jerman seperti Belanda, Perancis, Belgia dan Swiss. Tentu saja ini semua berkat Joe yang sudah lebih dulu memiliki koneksi bisnis di negara ini. Tanpa adanya Joe mana mungkin ia bisa memiliki bisnis yang awalnya hanya iseng semata tapi kini cukup bisa menjadi sumber pemasukan rutinnya terlebih ketika ia berada di Jerman. Baru setelah pukul dua siang, Adam baru bisa menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kantornya. Entah kenapa ia mulai merasa merindukan sang Mama dan Papa. Rasanya ia ingin pulang ke Indonesia namun Adam sadar jika kini ia sedang berusaha untuk menikmati hidupnya dengan jauh dari keluarganya bersama istri
Selama hampir satu Minggu Sony dan Ayu berada di Jerman, kini akhirnya mereka akan melanjutkan perjalanan mereka untuk berkeliling Eropa selama satu bulan ke depan. Andai saja Shara tega meninggalkan Adam sendirian di tempat ini, mungkin saja ia akan menerima tawaran dari kedua orangtuanya untuk berlibur bersama. Terlebih orangtuanya akan ke Swiss yang Shara tahu memiliki pemandangan indah. Sudah lama juga Shara ingin pergi ke sana, namun Adam belum memiliki waktu yang senggang dari pekerjaannya. "Kamu serius enggak mau ikut Mama sama Papa ke Swiss? Kita mau ke danau Brienz terus ke jembatan Sigriswil juga lho, Shar," Tanya Ayu kepada Shara yang kini tengah tiduran di atas ranjang kasur kamar orangtuanya. "Kalo ditanya mau apa enggak ya jawabannya mau, Ma. Aku juga pingin ke sana sejak nonton drakor si Riri couple. Sayangnya aku enggak bisa ninggalin monyet sendirian di sini.""Kenapa? Kamu takut dia bakalan selingkuh?""Enggak, Pa. Aku yakin banget kalo monyet itu setia sama aku d
Dua bulan sejak kedua orangtuanya terbang ke Swiss, Shara semakin sering merasa kesepian. Kesibukan suaminya membuatnya sering merasa jenuh di rumah sendirian. Andai ia memiliki anak, pasti tidak akan sesepi ini hidupnya. Mencoba mengisi waktunya yang banyak kosong ini, Shara mencoba belajar merajut kembali. Ia masih ingat jika dulu dirinya pernah mendapatkan keterampilan ini ketika SD. Entah akan menjadi apa, yang pasti ini lumayan bisa mengisi waktu Shara hingga Adam pulang ke rumah. Meskipun Mama dan Papanya tidak pernah saling menyambut ketika mereka pulang bekerja, tapi Shara mencoba melakukan ini kepada Adam karena Shara tahu jika keluarga Adam masih sedikit menganut paham patriaki meskipun para kaum wanita dibebaskan untuk berkarier di luar rumah. Begitu Adam pulang, Shara langsung menyiapkan minuman dan tentunya air untuk mandi. Dulu ia berpikir bahwa hal ini mungkin akan menjadi beban untuknya, namun setelah dijalani nyatanya tidak juga. Ia justru merasa senang menjalani ha
Shara bangun pagi ini dan tubuhnya masih terasa lemas. Saat menoleh ke samping kanannya, sosok Adam masih tertidur di sampingnya. Tak ingin mengganggu tidur Adam, Shara segera berdiri dan menuju ke kamar mandi. Sambil menggosok gigi, Shara mengingat-ingat kapan kali terakhir ia mendapatkan tamu bulanannya. Saat sadar jika bulan ini dirinya belum mendapatkan tamu bulanannya, Shara segera menuju koper milik Adam dan membuka kotak P3K. Shara tersenyum kala mendapatakan sebuah testpack baru di sana. Segera ia kembali ke kamar mandi dan menggunakannya. Setelah sering mencobanya, Shara menjadi tidak terlalu banyak berharap pada test kali ini. PregnantSaat tulisan itu terlihat, Shara hanya bisa diam dengan mulut sedikit terbuka. Apakah ini benar dan nyata? Jangan-jangan alat ini erorr? Bagaimana bisa dia hamil tanpa menyadarinya? Terlebih ia bahkan melakukan penerbangan dari Berlin ke Dubai tanpa mengalami masalah sama sekali. Tidak, tidak... Ia harus mengeceknya lagi. Siapa tahu alat ini
Adam memperhatikan Shara yang sejak pagi ini lebih banyak diam daripada biasanya. Tidak perlu bertanya tentang penyebabnya, pasti Shara sedang kecewa karena ia harus tinggal di rumah Risnawan dan Kimaya. "Bi, semua demi kebaikan kamu. Kalo kamu di hotel dan ada apa-apa takutnya enggak ada yang bantuin nanti.""Aku itu enggak dekat dengan keluarga pakdhe Risnawan, masa tiba-tiba aku harus tinggal di sana. Sebulan pula. Ah, kamu beneran deh, Nyet.""Kalo kamu enggak mau di sana, kamu bisa tinggal di apartemen Kimaya atau rumah Pakdhe yang lama."Shara tersenyum dan ia memandang Adam dengan tatapan gemas. "Bukannya kalo tinggal sendirian di apartemen atau rumah Pakdhe itu sama aja tinggal di hotel? Kalo cuma kaya gitu mending aku tinggal di sini aja.""Tapi, Bi...""Kamu enggak usah takut, Nyet. Aku bayar kamar hotel pakai uang aku sendiri nanti. Enggak akan pakai uang kamu."Adam menghela napas panjang. Bagaimanapun juga, saat ini ia harus sabar. Meskipun ia tahu jika Shara adalah tip
Sepi. Itulah hal pertama yang Adam temui ketika ia masuk ke rumah yang ia tinggali bersama Shara selama ini. Tidak ia sangka jika kehadiran Shara lebih dari setahun belakangan ini membuat hidupnya lebih berwarna. Tanpa Shara di rumah ini, suasananya menjadi seperti kuburan. Mengingat ia baru saja datang dari bandara, Adam segera menuju ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Selesai melakukan semua itu, ia memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang tempat tidur. Sebelum ia lupa, Adam segera mengambil handphonenya yang ada di atas meja dekat ranjang lalu mengirimkan pesan kepada istrinya. Adam : Bi, aku sudah sampai di rumah. Sekarang aku mau tidur dulu. Nanti kalo sudah bangun, aku telepon ya? Selesai mengetikkan semua itu, Adam menyenggol tombol send di handphone miliknya. Memgingat lelah setelah perjalanan, Adam langsung memejamkan matanya dan berharap esok hari dirinya sudah memiliki cukup kekuatan untuk menyelesaikan pekerjaannya. ***Shara yang baru saja membaca pesan dari
Sejak Shara memberitahukan tentang kabar kehamilannya kemarin melalui sambungan telepon dan rencananya untuk pulang ke Indonesia bersama mertuanya, Ayu dan Sonny semakin tidak sabar menanti kepulangan anak perempuannya itu. Mereka tidak menyangka jika Tuhan sebaik ini kepada keluarga mereka. Shara akhirnya hamil secara alami. Ini benar-bensr mukjizat bagi keluarga mereka. Apalagi mengingat masalah rahim yang dialami Shara kemarin hingga ia harus berobat ke Jerman. "Pa, kita jemput Shara ke Bandara, yuk?" "Papa maunya gitu, tapi enggak bisa, Ma. Soalnya jadwalnya bentrok sama waktu operasi.""Hmm.... Ya sudah, Pa. Tapi kalo Mama ajak Shara tinggal di sini aja selama Adam belum balik ke Indonesia, Papa setuju enggak?""Setuju aja, Ma tapi apa Gendhis sama Suryawan enggak akan iri kalo Shara ikut kita?""Ya harusnya enggak, Pa. Bagaimanapun juga lebih enak ikut orangtua sendiri daripada ikut mertua. Di sisi lain kita ini 'kan dokter, jadi kalo Shara ada keluhan tentang kesehatannya, ki
Tok.... Tok.... Tok..... Sebuah ketukan pintu membuat Akshara menoleh ke sisi pintu kamarnya. "Bi, buka pintunya. Sudah tiga hari lo ngedekem di kamar aja. Emang Lo nggak lapar?" "Pulang aja ke Jogja, Nyet. Gue bisa hadapin ini sendiri," kata Aksara di sela-sela tangisannya. "Ya nggak bisa gitu, terus kalo emak bapak Lo tanya kondisi Lo, gue jawab apa?" "Jawab aja suruh siapin liang lahat," jawab Shara dengan sedikit berteriak. Mendengar jawaban Shara, Adam memilih kembali turun ke lantai satu rumah Shara. Sudah tiga hari ini dirinya terpaksa ijin dari kantor dan mengerjakan pekerjaannya dari jauh. Sebagai seorang sahabat, Adam bisa memahami reaksi Shara ini. Bagaimana tidak, sudah berpacaran lebih dari satu dasawarsa dengan Dion namun semua berakhir sia-sia setelah Dion mengatakan jika keluarganya tidak bisa menerima pernikahan beda keyakinan. Shara yang selama ini berharap banyak atas hubungan ini menjadi shock dan tentunya hancur bagai butiran debu. Shara memang tidak beran