Shara bangun pagi ini dan tubuhnya masih terasa lemas. Saat menoleh ke samping kanannya, sosok Adam masih tertidur di sampingnya. Tak ingin mengganggu tidur Adam, Shara segera berdiri dan menuju ke kamar mandi. Sambil menggosok gigi, Shara mengingat-ingat kapan kali terakhir ia mendapatkan tamu bulanannya. Saat sadar jika bulan ini dirinya belum mendapatkan tamu bulanannya, Shara segera menuju koper milik Adam dan membuka kotak P3K. Shara tersenyum kala mendapatakan sebuah testpack baru di sana. Segera ia kembali ke kamar mandi dan menggunakannya. Setelah sering mencobanya, Shara menjadi tidak terlalu banyak berharap pada test kali ini. PregnantSaat tulisan itu terlihat, Shara hanya bisa diam dengan mulut sedikit terbuka. Apakah ini benar dan nyata? Jangan-jangan alat ini erorr? Bagaimana bisa dia hamil tanpa menyadarinya? Terlebih ia bahkan melakukan penerbangan dari Berlin ke Dubai tanpa mengalami masalah sama sekali. Tidak, tidak... Ia harus mengeceknya lagi. Siapa tahu alat ini
Adam memperhatikan Shara yang sejak pagi ini lebih banyak diam daripada biasanya. Tidak perlu bertanya tentang penyebabnya, pasti Shara sedang kecewa karena ia harus tinggal di rumah Risnawan dan Kimaya. "Bi, semua demi kebaikan kamu. Kalo kamu di hotel dan ada apa-apa takutnya enggak ada yang bantuin nanti.""Aku itu enggak dekat dengan keluarga pakdhe Risnawan, masa tiba-tiba aku harus tinggal di sana. Sebulan pula. Ah, kamu beneran deh, Nyet.""Kalo kamu enggak mau di sana, kamu bisa tinggal di apartemen Kimaya atau rumah Pakdhe yang lama."Shara tersenyum dan ia memandang Adam dengan tatapan gemas. "Bukannya kalo tinggal sendirian di apartemen atau rumah Pakdhe itu sama aja tinggal di hotel? Kalo cuma kaya gitu mending aku tinggal di sini aja.""Tapi, Bi...""Kamu enggak usah takut, Nyet. Aku bayar kamar hotel pakai uang aku sendiri nanti. Enggak akan pakai uang kamu."Adam menghela napas panjang. Bagaimanapun juga, saat ini ia harus sabar. Meskipun ia tahu jika Shara adalah tip
Sepi. Itulah hal pertama yang Adam temui ketika ia masuk ke rumah yang ia tinggali bersama Shara selama ini. Tidak ia sangka jika kehadiran Shara lebih dari setahun belakangan ini membuat hidupnya lebih berwarna. Tanpa Shara di rumah ini, suasananya menjadi seperti kuburan. Mengingat ia baru saja datang dari bandara, Adam segera menuju ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Selesai melakukan semua itu, ia memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang tempat tidur. Sebelum ia lupa, Adam segera mengambil handphonenya yang ada di atas meja dekat ranjang lalu mengirimkan pesan kepada istrinya. Adam : Bi, aku sudah sampai di rumah. Sekarang aku mau tidur dulu. Nanti kalo sudah bangun, aku telepon ya? Selesai mengetikkan semua itu, Adam menyenggol tombol send di handphone miliknya. Memgingat lelah setelah perjalanan, Adam langsung memejamkan matanya dan berharap esok hari dirinya sudah memiliki cukup kekuatan untuk menyelesaikan pekerjaannya. ***Shara yang baru saja membaca pesan dari
Sejak Shara memberitahukan tentang kabar kehamilannya kemarin melalui sambungan telepon dan rencananya untuk pulang ke Indonesia bersama mertuanya, Ayu dan Sonny semakin tidak sabar menanti kepulangan anak perempuannya itu. Mereka tidak menyangka jika Tuhan sebaik ini kepada keluarga mereka. Shara akhirnya hamil secara alami. Ini benar-bensr mukjizat bagi keluarga mereka. Apalagi mengingat masalah rahim yang dialami Shara kemarin hingga ia harus berobat ke Jerman. "Pa, kita jemput Shara ke Bandara, yuk?" "Papa maunya gitu, tapi enggak bisa, Ma. Soalnya jadwalnya bentrok sama waktu operasi.""Hmm.... Ya sudah, Pa. Tapi kalo Mama ajak Shara tinggal di sini aja selama Adam belum balik ke Indonesia, Papa setuju enggak?""Setuju aja, Ma tapi apa Gendhis sama Suryawan enggak akan iri kalo Shara ikut kita?""Ya harusnya enggak, Pa. Bagaimanapun juga lebih enak ikut orangtua sendiri daripada ikut mertua. Di sisi lain kita ini 'kan dokter, jadi kalo Shara ada keluhan tentang kesehatannya, ki
Tok.... Tok.... Tok..... Sebuah ketukan pintu membuat Akshara menoleh ke sisi pintu kamarnya. "Bi, buka pintunya. Sudah tiga hari lo ngedekem di kamar aja. Emang Lo nggak lapar?" "Pulang aja ke Jogja, Nyet. Gue bisa hadapin ini sendiri," kata Aksara di sela-sela tangisannya. "Ya nggak bisa gitu, terus kalo emak bapak Lo tanya kondisi Lo, gue jawab apa?" "Jawab aja suruh siapin liang lahat," jawab Shara dengan sedikit berteriak. Mendengar jawaban Shara, Adam memilih kembali turun ke lantai satu rumah Shara. Sudah tiga hari ini dirinya terpaksa ijin dari kantor dan mengerjakan pekerjaannya dari jauh. Sebagai seorang sahabat, Adam bisa memahami reaksi Shara ini. Bagaimana tidak, sudah berpacaran lebih dari satu dasawarsa dengan Dion namun semua berakhir sia-sia setelah Dion mengatakan jika keluarganya tidak bisa menerima pernikahan beda keyakinan. Shara yang selama ini berharap banyak atas hubungan ini menjadi shock dan tentunya hancur bagai butiran debu. Shara memang tidak beran
Adam masih tertawa cekikikan ketika melihat angka-angka penurunan drastis aset crypto currency yang terjun ke jurang beberapa hari ini. "Mabok, mabok deh Lo yang investasi nggak pakai uang dingin," suara Adam yang sedang berbicara sendiri dengan laptopnya membuat Shara yang baru saja turun dari lantai dua tersenyum. "Lo ngapain sih, Nyet?" Suara Shara sukses membuat Adam menoleh. Seketika tawa itu hilang begitu saja ketika melihat Shara yang sudah kehilangan rambut panjangnya. Adam mengucek matanya berkali-kali. Apakah yang ada di hadapannya adalah Shara, sahabatnya yang sangat mencintai rambut panjangnya? Jika benar lalu kemana perginya rambut panjangnya? Segera saja Adam bangkit berdiri dari kursi di ruang makan yang sejak tadi ia duduki. Ia berjalan cepat mendekati Shara dan memegang kedua pipi Shara dengan tangannya. Lalu ia pindahkan tangan kanannya untuk memegang dahi Shara yang ternyata tidak demam. "Nyet, Lo kenapa sih pegang-pegang gue. Najis mughaladhah tau nggak," kata
Sepanjang jalan Shara hanya bisa melirik Adam beberapa kali tanpa memiliki keinginan untuk mengomentari setiap kata yang keluar dari bibir Adam. Bagi Shara Adam bukanlah laki-laki sejati, namun ia adalah wanita yang terjebak dalam tubuh pria karena Adam tergolong laki-laki yang julidnya tidak ketulungan, bahkan ia termasuk laki-laki yang suka bergosip. "Bi, Lo kenapa diam aja dari tadi?" Tanya Adam ketika mobil mereka terjebak kemacetan. "Gue lagi mikir kapan Siwon bakal ketemu sama gue terus nikahin gue." Adam berusaha untuk tidak tertawa namun gagal. Kini mau tidak mau Shara menoleh menatap Adam. "Lo kenapa ketawa sih, Nyet. Gue serius. Setelah hubungan gue sama Dion kandas, gue rasa memang jodoh gue itu Siwon." "Bi...Bi... babiku sayang yang hoby berkhayal, tolong bangun karena ini bukan negri dongeng." "Eh, siapa tau aja Siwon jodoh gue, Nyet. Siapa tau juga gue bakalan nikah pas usia 40 tahun kaya Son Ye Jin pas dinikahin Hyun Bin." Adam menghela nafasnya. Tidak perlu bert
Bagi wanita tidak ada masalah kecil ataupun besar, semua masalah dianggap adalah masalah besar, itu pemikiran Adam selama ini. Apalagi ia yang hidup lebih dari tiga puluh tahun bersama sang Mama dan Papa. Adam memilih tetap tinggal di rumah orangtuanya karena adiknya tinggal bersama sang suami, kini hanya ia saja tempat kedua orangtuanya mencurahkan perhatian dan sekaligus juga meluapkan rasa jengkelnya jika tingkah Adam membuat mereka mengelus dada. Tiada hari tanpa omelan dari Mama. Tiga hari bersama Shara pun walau tidak mendapatkan omelan dari sang Mama, namun Adam tetap mendapatkan omelan dari Shara. "Sumpah ya, Nyet Lo bikin gue jadi malu," omel Shara berkali kali sejak mereka memasuki mall sejam yang lalu. "Emang kenapa sih, Bi? Cuek ajalah, lagian kita makan juga bayar, bukan minta." Shara menghela nafasnya dan memutar kedua bola matanya. "Nyet, tiap gue angkat kedua tangan gue buat makan, ketiak gue juga ikutan mangap." "Bagus, tinggal Lo suapin aja sekalian, biar kenyan