Waktu bergulir.Jhon berhasil membujuk Ibunya segera pergi dari acara pernikahan anak temannya itu usai dirinya berbohong jadi tak sabar ingin menikah juga.Ibunya sangat senang, hingga sepulang dari sana mereka langsung mampir ke kantor catatan sipil guna mendaftarkan pernikahan Jhon bersama Aleta minggu depan.Lebih bagus lagi, Jhon berhasil merayu Ibunya tidak pergi ke pasar karena jika wanita itu sudah pergi ke pasar maka kaki Jhon bisa dibuat bergetar saking lelahnya berkeliling.Sekarang mereka berada di rumah.Ibunya Jhon menikmati secangkir teh di lantai dua yang berhadapan dengan bukit-bukit, sedang Jhon bersama Aleta berhadap-hadapan secara serius."Mereka dalam perjalanan ke sini," ungkap Jhon sungguh-sungguh.Aleta mengangguk tak kalah serius. "Lalu bagaimana?""Kedatangan mereka pasti akan membuat kekacauan," tebak Jhon, "jadi kita harus pergi dari sini setelah menikah nanti."Aleta mengangguk sekali lagi. "Setuju!""Kamu punya tempat rekomendasi?""Moskow," jawab Aleta m
Dorrr!Tarr!Peluru berdesing. Kaca belakang mobil Jhon pecah. Meski serpihan kaca tidak lari ke depan tapi Jhon reflek melindungi Aleta dengan satu tangannya, sedang tangan lain tetap memegang kendali setir."Kamu tidak terluka, hah?" Jhon bertanya khawatir.Aleta melihat ke depan. "Fokus saja ke depan! Biar aku yang menghadapi mereka!"Jhon tak yakin tapi dia tahu Aleta tak bisa diremehkan. "Jika merasa tak aman, kamu harus segera sembunyi!"Aleta seolah tak menghiraukan. Gadis yang beberapa jam lalu mengucapkan janji suci pernikahan di hadapan Pendeta, Jhon dan banyak orang itu, kini mengeluarkan senjata api dari saku jok lalu berpindah ke belakang walau sulit sekalipun."Dua mobil!" seru Aleta.Jhon melirik kaca spion. Dia yakin mobil paling depan ditumpangi Sky dan Markus, sedang mobil di belakangnya mungkin anak buah Sky.Dorrr!Tak mau kalah, melalui celah pecahan kaca mobil, Aleta menembakkan senjata apinya.Tarrr!Bidikkan Aleta berhasil menembus kaca mobil depan mobil yang d
Hello, guys.Support me, please!Kiss ❤️____________
Dum … tak … Dum … tak Suara musik klasik khas, mengantarkan para pasangan berdansa di atas marmer putih mengkilap. Gerakan mereka apik dan beraturan; seirama dengan nada musik. "Aleta … lihat ke sini!" seru wanita muda bergaun silver tanpa lengan. Dalam genggaman tangannya ada sebuah kamera kecil yang ia gunakan untuk memotret setiap gerakan cantik Aleta. "Ya Tuhan, tersenyum sedikit …!" teriaknya bernada memerintah. Sembari menggerakkan kakinya ke kanan dan kiri, Aleta menarik sudut-sudut bibirnya hingga wajah gadis itu memamerkan senyum badut. "Apa kau tidak bahagia, Aleta?" Giliran pria pasangan dansanya angkat bicara. &
Pukul 03:00 dini hari.Ruangan dingin serta dipenuhi keluarga nyamuk telah menjadi tempat persinggahan Aleta. Gadis itu meringkukan tubuh di pojokan dengan tatapan lekat ke besi-besi pembatas dirinya.Satu jam sudah berlalu semenjak ia memasuki neraka dunia, ia pun telah menghitung lebih dari 20 angka. Namun, sosok berkumis tebal yang ia tunggu tak kunjung tiba.
Langit mulai redup, sedang jarum pendek jam baru melalui setengah putaran. Pertanda hujan memberi aba-aba kedatangannya. Beberapa orang mulai berlarian, terkecuali Jhon. Selepas bermandikan keringat bersama tiga pelatih bela diri sekaligus. Jhon memutuskan keluar membeli sesuatu, tentu sebagai pengganjal kekosongan perutnya. Ia menyusuri setiap toko, berharap ada makanan yang bisa diterima lambung Indonesianya. Akan tetapi perjalanan hampir 15 menit, tak satupun isi toko memuaskan pencarian Jhon. Kedua bola matanya memutar kesal. "Apa Aku harus makan mie setiap hari," gerutunya, sambil berjalan. Tetiba Jhon berhenti. Ia yang sudah melewati tiga langkah dari satu toko ke toko lain. Pun berjalan mundur, kepala
Lantunan musik Ballerina bergema di setiap sudut kamar Aleta. Bermodal dress hitam kesukaannya, sepatu balet serta rambut tergerai. Gadis itu berjinjit, melompat dan memutar mengikuti nada irama.Gerakannya begitu luwes dan rapi, seakan-akan ia penari balet sungguhan."Pieter …" panggil Aleta di sela tarian.
Jarum jam masih berputar satu arah, pergerakannya pelan tapi pasti merubah detik menjadi menit dan menit menjadi jam.Semua berlalu begitu cepat hingga lima hari sudah Pieter bekerja dibawah keluarga Louison.Mulanya Pieter tak begitu menggubris segala keanehan tuannya, lantaran ia sudah sering mendengar tentang Aleta yang seringkali bolak-balik masuk Hotel Torpedo. Tapi berbeda dengan hari