Share

4. Penyesalan

Happy Reading

*****

Seminggu berlalu sejak kejadian di villa. Hanum belum mendapat kabar sama sekali dari Aryan. Sosok lelaki itu seperti menghilang ditelan bumi. Berpuluh-puluh chat serta panggilan telah dilakukan oleh si gadis. Namun, tak satu pun yang dijawab atau dibaca oleh sang pujaan.

Mengaduk jus alpukat yang baru saja dipesannya, bayangan penyatuan mereka di hari itu terlintas begitu saja. Hanum merasa kotor dan tidak berguna sama sekali. Semua janji yang diucapkan ketika akan merantau ke pulau ini pada ibunya lenyap sudah. Gadis itu kehilangan satu-satunya hal yang sangat berharga dalam hidup. Menyesal, sungguh dia sangat menyesal.

Berdiam diri di kantin membuat Hanum mendengar beberapa bisik-bisik negatif tentang dirinya lagi. Semua orang telah tahu bagaimana hubungannya dengan Aryan apalagi seminggu yang lalu secara terang-terangan lelaki itu menggandeng tangannya mesra.

"Ih, ternyata begitu triknya. Pantas saja dia menjadi model kesayangan garment padahal muka sama body sama sekali tidak mendukung," kata salah satu dari mereka.

Cukup pelan perkataannya, tetapi karena jarak duduk yang berdekatan membuat Hanum mendengar bisik-bisik itu.

"Ya kali tidak menyodorkan tubuh bisa dapat job yang banyak kayak gitu," tambah yang lain.

"Kita yang lebih lama dari dia sebagai model saja kalah. Job kita cuma segitu-gitu saja. Lha, dia baru juga beberapa bulan sudah banyak job-nya. Didekati Pak Aryan lagi," sambung yang lain.

Sesak dan panas rasanya mendengar berita tidak benar tentang hal itu. Apakah mereka tak mengetahui bahwa jalan Hanum sangatlah terjal. Tidak semulus yang mereka lihat sekarang ini.

Pernahkah mereka tahu bahwa dia sempat terancam PHK karena gonjang-ganjing di perusahaan yang terancam bangkrut serta tingkat produktivitas para pekerja semakin menurun. Belum lagi masalah lain yang berkaitan dengan tamu serta pelanggan-pelanggan garment.

Hanum sudah melalui masa sulit itu bahkan sebelum menjadi model, dia juga ikut training. Sungguh, jika sekarang dia berhasil semua berkat usahanya yang tak kenal lelah. Hanum mengusap air mat yang perlahan meleleh tanpa disadari.

"Jangan dengarkan ucapan mereka. Kamu yang paling tahu bagaimana perjuangan untuk meraih hal besar seperti sekarang." Seorang lelaki berperawakan tinggi dengan badan dempak duduk di sebelah Hanum.

Lelaki itu adalah Dirga. Seorang kepala bagian produksi yang telah memberikan kepercayaan serta semangat bahwa Hanum bisa menjadi model untuk perusahaan mereka. Lelaki itu pulalah yang mendorong Hanum untuk tetap semangat meraih gelar sarjana yang hampir saja putus di tengah jalan.

Si wanita yang menjadi perbincangan cuma menatap sekilas pada Dirga dengan senyuman. Lalu, meminum kembali jusnya. Melegakan tenggorokannya yang sempat tercekat akibat perkataan tidak benar para rekannya.

"Tumben makan siang di kantin, Mas?" tanya Hanum basa-basi sekedar mengalihkan perkataan sang lelaki tadi.

"Pas turun sempat lihat kamu jalan ke sini, jadi sekalian saja makan siang menemanimu. Gimana kerjaannya? Lancar?" Tangan Dirga melambai memanggil pegawai kantin.

"Ya, gitu, deh." Hanum menunduk, malu sekali jika lelaki di depannya ini sampai mendengar gosip buruk tadi.

"Kok, jawabannya lemes gitu? Kmu lagi sakit?" Setelah menuliskan pesanan, Dirga menyerahkan kertas tersebut pada sang pelayan. "Kamu sakit, Num? Mukamu pucet banget? Mau Mas antar ke rumah sakit buat periksa? Kebetulan setelah ini, Mas ada acara keluar ketemu sama supplier kain."

Hanum menggelengkan kepala. "Aku nggak sakit, Mas. Cuma sedikit capek saja. Tugas akhir kuliah cukup menyita waktu apalagi job sebagai model makin banyak saja."

"Semangat, dong, Num. Lagian bentar lagi kalau sudah lulus, kamu pasti dapat pekerjaan yang lebih baik." Dirga memegang telapak tangan Hanum. Namun, perempuan itu dengan cepat menepisnya. Tak ingin lagi mendengar kata-kata buruk dari rekan sekitar.

"Mas, jangan celamitan, deh. Tangannya itu lho dikondisikan. Mau aku marah seperti dulu lagi?"

Dirga diam tak membuka suaranya, tetapi garis bibirnya terangkat seolah meminta maaf. Sang pelayan datang membawa pesanan Dirga. Hanum menatap pesanan itu dengan liur yang hampir menetes. Sepertinya dia juga ingin mencicipi hidangan tersebut.

Namun, beberapa saat kemudian, ketika pegawai kantin menyajikan makanan berisi bakso dengan bau bawang goreng yang begitu menyengat, perut Hanum bergejolak. Perasaan ingin menikmati hidangan tersebut ambyar seketika. Tanpa dapat dicegah mulut perempuan itu dengan lancang menyuarakan suara khas orang muntah.

Hanum segera berlari ke arah toilet mengabaikan pertanyaan Dirga. Beruntung suasana di toilet sepi. Jadi, dia bisa mengeluarkan semua isi perut tanpa menggangu pengguna lainnya.

Dari tempat duduknya, Dirga menatap aneh pada Hanum. Berbagai pertanyaan muncul dalam pikirannya. Walau bagaimanapun, Hanum masihlah berstatus karyawan di bawah kepemimpinannya. Meski bekerja tidak setiap hari karena harus berbagi waktu dengan profesi model.

"Ada apa dengannya? Apakah benar gosip yang beredar selama ini? Tidak mungkin, Hanum perempuan baik. Aku yakin Aryan tidak bisa melakukannya pada gadis itu." Salah satu pertanyaan yang mulai menggelitik pikiran Dirga.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status