Share

Bab 4 Ayah

Ika berjalan menyusuri lorong, tempat dimana ia akan menjemput ayahnya. Lapas Pekanbaru. Suasana terasa suram. Sore ini, ayah Ika sudah bisa bebas setelah menjalani masa hukuman selama lima tahun. Mereka kehilangan sebagian besar kekayaan akibat kasus pidana itu. Awal-awal ayahnya di penjara, Ika tidak bisa menemaninya karena masih berada di Teluk Kuantan. Untungnya dia bisa masuk Universitas di Pekanbaru lewat jalur undangan. Ika kuliah dengan uang simpanan dan pemberian dari neneknya. Dia juga harus bekerja untuk mencukupi uang makan dan membayar uang kos. Kehidupan yang berbanding terbalik dengan dulu sebelum ayahnya menjadi tersangka.

Ika sudah sangat sering ke tempat ini. Masih jelas di ingatannya pertama kali dia berkunjung kesini. Bagaimana sedihnya mereka waktu itu. Semakin lama waktu berlalu mereka mulai menerimanya dan sudah pasrah. Sekarang akhirnya ayah bisa bebas. Ika merasa sangat lega. Harapannya adalah agar Ayah bisa berubah setelah menjalani hukuman ini. Walaubagaimanapun, dia sayang dengan ayahnya.

Ika sangat takjub dengan memori manusia. Kilasan kenangan berputar di pikirannya seperti lembaran-lembaran yang terhubung, saat dia berjalan menyusuri lorong ini. Hal Itu terjadi tepat di saat terakhir kali kunjungannya kesini. Mudah-mudahan dia tidak akan menginjakkan kaki lagi di tempat ini.

Terlihat dari kejauhan ayahnya menunduk menghadap meja. Kemudian mengangkat kepalanya. Ika melihatnya dengan senyuman. Ayahnya berdiri dan berjalan menuju Ika.

"Ayah, ayo pulang!" Ika menggandeng ayahnya berjalan keluar.

"Sendirian saja Ika? Mana Mama sama dua adikmu?"

"Mereka menunggu di rumah. Beres-beres, memindahkan barang-barang."

"Bagaimana rumahnya? Bagus?"

"Lumayan. Ayah akan suka."

Ayahnya menyuruh mereka mengontrak rumah. Mama dan dua adiknya baru tiba di Pekanbaru minggu kemaren. Tempatnya tidak jauh dari kos Ika, dia akan mudah mengunjungi ayahnya nanti.

"Kau tidak tinggal dengan kami?"

"Aku akan menginap satu dua hari ini, setelah itu aku akan kembali ke kos."

"Masih bekerja di toko bunga itu?"

"Aku tidak bekerja disana Ayah, hanya membantu teman."

"Lalu kenapa tidak mencari pekerjaan?"

"Mau santai dulu. Baru juga tiga bulan lulus." Ika tersenyum manis.

"Ayah akan bantu carikan pekerjaan nanti."

"Ayah sudah dapat pekerjaan?"

"Sudah."

Perasaan Ika tidak enak. Jangan-jangan ayah terpaksa menerima tawaran pekerjaan yang tidak baik lagi. Wajahnya cemas.

"Jangan khawatir. Kita pasti bisa melewati masa-masa kritis ini."

"Ya. Kita bisa."

Mereka sudah berada di luar sekarang, di pinggir jalan. Ika menghentikan taksi, kemudian mereka melanjutkan perjalanan.

"Ika," panggil ayahnya.

"Ya, Ayah. Kenapa? Apa ada masalah?"

"Kau sudah cukup dewasa sekarang, berapa umurmu?"

"Dua puluh tiga. Ada apa Yah?"

"Kau sudah cukup umur untuk menikah. Apa kau punya pacar?"

"Tidak, aku tidak pandai pacaran." Ayahnya sedikit aneh sekarang. Tidak biasanya dia bertanya hal pribadi. Ika melihat wajah stres ayahnya, seperti sudah terjadi sesuatu sebelumnya. Ika tidak mau mengorek lebih dalam, biarlah ayahnya mengatakan sendiri padanya. Gadis itu mencoba tersenyum.

"Karena anak ayah sudah dewasa sekarang, ayah bisa bicara lebih terbuka. Kalau ada masalah, kita bisa diskusi, sama-sama mencari jalan keluar. Ayah tahu kan? Aku akan selalu berada di pihak Ayah."

"Ayah akan memberitahumu nanti, mungkin kali ini ayah akan membuatmu dalam masalah lagi. Walaupun sudah bebas, itu tidak berarti kita sudah lepas dari pengaruh perbuatan yang lalu. Untuk bisa bertahan, kita harus mengambil keputusan yang beresiko." Ayah Ika teringat pertemuan dengan mantan bosnya yang mungkin akan menjadi bosnya lagi. Malangnya, Ika akan terseret lagi dalam urusan mereka.

"Sepertinya ayah banyak pikiran. Tidak perlu terlalu dipikirkan, ayah harus banyak istirahat setelah ini. Kesampingkan dulu semua masalah ya Yah?"

"Kau benar, otak ayah bisa pecah memikirkan semuanya sekaligus. Mungkin kita bisa tenang dulu untuk beberapa hari ke depan."

Ika sangat sedih melihat ayahnya menerima banyak tekanan bahkan setelah dia keluar dari penjara.

Mereka sudah tiba di depan kontrakan. Mereka keluar dari taksi. Hal pertama yang Ika lihat adalah Mama, dua adiknya, dan seorang pria kekar berdiri di depan pintu. Ayah Ika menatap lelaki itu.

"Ada keperluan apa kau kesini?"

"Ada yang akan kuberitahu." Pria itu mendekat kepada ayah. Sementara Ika memilih berdiri di samping adik bungsunya.

"Tapi pertama-tama, selamat atas keluarnya anda dari penjara, Pak Prawiga." Pria itu bersalaman dengan ayahnya. Wajahnya menyeringai.

"Apa yang mau kau bicarakan, ayo kesini!" Ayahnya mengambil tempat agak jauh dari kami. Kami bertiga yang masih berdiri di depan pintu merasa cemas.

"Kita masuk saja, biarkan mereka bicara." Kata Mama. Kami masuk ke rumah. Duduk di ruang tengah. Rumah tersebut masih terasa kosong. Baru beberapa perabot yang tersedia.

"Kak Ika menginap disini?" Tanya adiknya, Diana.

"Iya mungkin dua hari."

"Baguslah, Diana mau tanya-tanya soal kuliah kak."

"Boleh." Ika tersenyum. Diana baru lulus SMA dan ingin mendaftar di kampus yang sama dengannya. Adiknya yang satu lagi sibuk dengan ponselnya, Ayra, masih duduk di bangku SMP. Diana dan Ayra meninggalkan kami masuk ke kamar. Ika berdua dengan mama disana, menunggu ayah selesai bicara.

"Kira-kira apa yang mereka bicarakan?" Mama memegang kepalanya. "Kau tahu Ika, dari kemarin ada beberapa pria berbadan besar yang memperhatikan kami. Mama takut. Apa ayahmu melakukan hal bodoh lagi? Kenapa masalah tidak selesai-selesai?"

"Jangan takut Ma, mungkin ayah hanya menyelesaikan beberapa urusan."

Ayahnya masuk ke rumah dengan tertunduk. Mama tidak bisa menahan emosinya.

"Apa lagi sekarang Pa? Apa dia menagih hutang?"

"Aku capek, nanti saja kita bahas."

"Ceritakan saja sekarang, aku tidak akan terkejut, sudah banyak...." Kata-kata Mama terhenti karena Ayah memandangnya tajam dan marah.

"Sudah kubilang nanti saja!" Suara Ayah meninggi. Suasana hening sejenak.

"Nanti malam akan kita bicarakan, aku ingin tidur sekarang." Ayah berusaha mengendalikan amarahnya.

Mama hanya memasang muka kesal dan masuk ke dalam kamar. Ayah mengikutinya. Ika hanya berdiri disana sambil menghela napas. Ayahnya tahu apa yang harus dia lakukan, Ika tidak perlu khawatir.

_____________________

    Malam telah tiba. Ika dan keluarganya sedang berkumpul makan malam. Semuanya diam. Setelah selesai barulah ayahnya berbicara.

"Aku akan bicara sekarang, kalau ada yang tidak terima atau membantah, silahkan!"

"Aku akan mulai bekerja di perusahaan Hartama."

Pernyataan itu langsung membuat muka Mama berubah.

"Apa aku salah dengar? Mereka sudah membuat kita menderita selama ini, apa masih belum cukup? Tolong berikan alasan masuk akal padaku." Mama emosi.

"Diana dan Ayra, masuk ke kamar. Kalian tidak perlu mendengarkan ini."

Kedua adiknya menurut. Kini tinggal mereka bertiga.

"Kenapa Ayah? Apa mereka mengancam lagi?" Ika memulai bertanya.

"Sepertinya mereka ingin kita tutup mulut selamanya. Mungkin mereka ingin memanfaatkan kita lagi."

"Lalu kenapa mau bekerja disana?" Emosi masih terdengar di suara Mama.

"Itu satu-satunya cara yang membuat kita bisa tetap dalam pengawasan mereka. Tidak ada kata ancaman. Tapi kalau kita menolaknya, apa kita siap dengan resikonya?"

     Mama terdiam. Ayah benar. Kalau Ayah menolak tawaran mereka, mungkin mereka akan bertindak lebih jahat.

"Kenapa ini terjadi kepada kita? Kita tidak punya kuasa, mereka mengendalikan kita. Kita bahkan tidak bisa melarikan diri dari mereka." Mama mulai terisak.

"Ini salahku. Kita seperti ini karena keserakahanku." Ayah mengepalkan tangannya.

"Ayah sudah menerima hukuman karena kesalahan ayah. Jadi jangan cemas ayah, kita akan menemukan cara. Kita tidak boleh membiarkan mereka bertindak sesuka hati. Pasti ada jalan keluar." Ika berusaha memberi semangat pada keluarganya.

"Ada satu hal lagi Ika." Ayahnya menatap Ika lekat. Ika mulai merasa ada kejanggalan dengan tatapan ayahnya. Dia merasa seperti dejavu.

"Mereka menginginkan perjodohan."

Ika tidak bisa berkata-kata. Mama pun terkejut. Ayahnya masih menatap dengan serius. Tidak mungkin ini main-main. Ika berusaha mencerna kata itu.

Perjodohan? Lagi?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status