Seorang wanita sedang duduk dalam ruangan serba putih. Di depannya seorang dokter sedang membaca hasil tes pemeriksaan kakaknya. Dia –Kiara- sangat gelisah dan khawatir saat mendapat kabar kalau kakaknya pingsan di halaman rumah mereka. Apalagi sang kakak memang memiliki penyakit turunan dari sang ibu yang meninggal karena kanker darah atau leukimia.
“Sel kanker dalam tubuh Fira makin menyebar. Sekarang sudah mencapai stadium tiga,” seru dokter yang selama ini menangani kakaknya.“Ba-bagaimana bisa? Selama ini Kak Fira sudah menjalani kemoterapi dan metode pengobatan lainnya, kenapa sel kankernya masih berkembang?” balas Kiara dengan bibir bergetar menahan tangis.“Karena sel kankernya sudah menyebar pada organ tubuh lainnya, maka dari itu sel kanker makin berkembang. Metode yang selama ini kita gunakan merupakan upaya menghambat perkembangan sel kanker. Dan tingkat keberhasilannya di bawah 50%,” jelas dokter dengan singkat dan jelas.Tubuh Kiara melemas dengan air mata yang menetes di pipinya. “Lalu ... Apa Kakak saya masih punya kemungkinan sembuh, Dok?”“Kemungkinan masih,” sahut dokter tersebut merasa iba pada perempuan di depannya. “Maka dari itu kita harus menemukan sumsum tulang belakang yang cocok untuk Fira. Saya juga sudah berusaha menghubungi kenalan sesama dokter jika ada yang mau mencangkokkan sumsum tulang belakangnya. Namun, belum ada yang cocok sama sekali.”Kiara juga sudah berusaha mencari pendonor, tetapi tidak ada satu pun kenalannya yang mau melakukan itu. Andai saja sumsum tulang belakang Kiara cocok, pasti kakaknya sudah dioperasi dan bisa sembuh.“Selama kita menunggu, Fira masih harus tetap menjalani perawatan. Apalagi ... pembesaran hati dan limpa semakin parah, sehingga perlu dilakukan tindakan operasi splenektomi atau pengangkatan limpa. Operasi itu harus segera dilaksanakan,” jelas dokter laki-laki itu dengan iba.Mendengar kata operasi, Kiara sudah memperkirakan kalau biayanya pasti mahal. Operasi itu termasuk kategori operasi besar, pasti biayanya di atas 100 juta. Sedangkan Kiara tidak punya uang sebanyak itu. Walaupun bekerja di butik besar milik temannya, uang Kiara hanya cukup untuk pengobatan kakaknya dan membayar utang yang masih ada sampai saat ini. Kalaupun harus meminjam, Kiara tidak tahu harus pinjam ke mana. Dia masih punya utang lain, tidak mungkin kalau dia harus menambah utang lagi. Apalagi kepada temannya di tempat kerja, dia malu karena mereka sudah sering membantu.“Kira-kira, biayanya berapa, Dok?”“300 juta!”Deg!!Mata Kiara membelalak tidak percaya. Uang sebanyak itu tentu butuh bertahun-tahun bagi Kiara untuk mendapatkannya. Kalau tidak segera dioperasi, keadaan kakaknya pasti akan memburuk. Kiara pun undur diri dengan pikiran yang kacau untuk mencari uang operasi kakaknya.Begitulah hidupnya selama sang kakak didiagnosa menderita kanker sejak 2 tahun yang lalu. Kiara yang baru bekerja setahun di butik temannya mau tidak mau harus membiayai pengobatan kakaknya yang tidak murah. Sebisa mungkin Kiara tidak menganggapnya beban. Apalagi perjuangan dan jasa Fira yang sudah merawatnya selama ini.“Kiara,” panggil seseorang saat perempuan itu. Wanita cantik dengan pakaian rapi dan modis menghampiri Kiara. “Kak Fira tidak apa-apa ‘kan?”Kiara tersenyum sendu. “Kakak harus operasi pengangkatan limpa, Re. Biayanya 300 juta, aku bingung harus dapat uang dari mana.”Kiara menumpahkan kesedihannya pada sang teman –Tere- yang segera memeluknya. Dia sudah tidak tahu harus bagaimana lagi mendapatkan uang, tetapi dia tidak mau kehilangan kakaknya. Apalagi saat orangtua mereka meninggal, Fira yang baru lulus SMA sudah membiayai sekolahnya sampai bisa kuliah. Kakaknya selalu berusaha memenuhi kebutuhan Kiara, makanya dia tidak mau melihat kakaknya menderita hingga pergi meninggalkannya.“Bagaimana kalau aku bantu kamu?” tawar Tere seperti biasa saat Kiara sedang kesusahan.Namun, Kiara segera melepas pelukan mereka seraya menggelengkan kepala. “Tidak, Re. Aku tidak bisa menerima bantuanmu lagi. Kamu sudah terlalu banyak membantu, Re. Apa kata suamimu kalau aku terus-terusan merepotkanmu."“Ra,” seru Tere seraya menarik lengan Tere untuk duduk di kursi tunggu yang tidak jauh dari sana. “Dulu kamu udah sering bantu aku, sekarang gantian aku yang bantuin kamu.”“Tapi Re-- .”“Oke kalau kamu tidak mau aku bantu secara percuma, aku mau kamu melakukan sesuatu untukku.”Kiara melipat dahinya dengan dalam. “Melakukan apa? Jangan aneh-aneh, Re.”“Tenang saja, aku tidak akan melakukan hal aneh. Justru yang akan kamu lakukan sangat membantuku,” balas Tere dengan senyuman penuh arti. “Nanti malam kamu datang ke restoran dekat butik, oke?”Kiara tidak segera menyahut ataupun menggerakkan kepalanya. Dia masih belum tahu apa yang diinginkan oleh Tere. Meskipun dia sangat percaya kalau wanita itu tidak mungkin meminta hal yang aneh, namun Kiara merasa ada sesuatu yang Tere sembunyikan darinya.Mengetahui kalau Kiara membutuhkan bantuan, Tere selalu siap siaga membantu. Kiara sampai malu sendiri pada temannya yang banyak membantu, bahkan Tere yang sudah memberikannya pekerjaan. Wanita cantik yang menikah dengan CEO sukses itu selalu bersikap loyal dan baik pada Kiara. Padahal jelas kasta mereka berbeda. Namun, tidak sekalipun Tere memandang rendah dirinya.*****Tiba waktu yang Tere tetapkan untuk bertemu dengan Kiara lewat pesan. Saat ini dia sudah berada di depan restoran dan bertanya pada resepsionis meja yang sudah Tere pesan. Kemudian, pelayan pun mengantarkannya ke ruang privasi. Kiara makin merasa tidak nyaman karena Tere mau bicara secara privasi dengannya.Pelayan membukakan pintu, sehingga Kiara tersenyum seraya mengucapkan terima kasih. Di dalam sana ternyata bukan hanya ada Tere, melainkan ada suaminya yang menatap Kiara dengan tajam. Lelaki itu selalu bersikap dingin pada Kiara, apalagi kalau tahu Kiara membutuhkan bantuan Tere. Maka dari itu, perempuan tersebut tidak mau merepotkan temannya lagi.“Hai, Ra,” sapa Tere sembari memberikan kode agar duduk di sebelahnya. “Maaf ya aku tidak bilang kalau datang sama suamiku.”Kiara sudah duduk, lalu tersenyum pada Tere. “Tidak apa, Re. Em, sebenarnya apa yang bisa aku lakukan buat kamu?”“Sebelumnya aku mau mengakui sesuatu padamu, Ra,” seru Tere dengan raut berubah sendu. “Aku ... terkena penyakit parah, Ra.”Mata Kiara melotot dengan bibir sedikit terbuka. “Pe-penyakit parah? Jangan bilang obat-obat yang sering kamu minum itu-- .”Kiara sering melihat Tere minum obat di butik. wanita itu bilang kalau cuma vitamin, ternyata selama ini Tere sudah menyembunyikan penyakitnya dengan sangat baik.“Iya, itu obat untuk penyakitku. Tapi ... sayangnya penyakit yang aku derita sudah tidak bisa disembuhkan, bahkan aku-- .”“Honey,” panggil suami Tere yang bernama Andra. “Kita masih bisa usaha untuk menyembuhkan kamu.”Tere menggelengkan kepala dengan raut sendu. “Dokter bilang kemungkinannya sedikit, Bang. Penyakitku sudah menyebar ke organ lain.”“Kalau boleh tau, kamu sakit apa, Re? Kenapa sampai tidak bisa disembuhkan?” Kiara masih belum menyangka kalau Tere yang selama ini bersikap ceria dan baik-baik saja menderita penyakit yang tak kalah parah dari kakaknya.Tere mendesah panjang. “Dari sejak 2 tahun yang lalu aku baru tahu kalau aku mengidap penyakit Endrometreosis, penurunan fungsi hati, dan gula darah. Penyakit itu sudah menyerang fungsi organku yang lain. Semua itu karena kenakalan waktu sekolah. Kamu tau sendiri ‘kan bagaimana nakalnya aku saat itu. Kalau bukan karena kamu yang menolongku, mungkin saat ini aku sudah benar-benar hancur atau mungkin bunuh diri.”Dulu saat sekolah menengah atas, Tere adalah primadona yang memiliki pacar tidak kalah tenar. Namun, pacar Tere cukup nakal, karenanya wanita itu sering datang ke club dan mengkonsumsi barang haram. Suatu ketika, Tere hampir dilecehkan oleh oleh pacar dan teman-temannya. Untung ada Kiara yang saat itu teman kelas Tere tahu rencana mereka, sehingga Kiara bisa membantu menyelamatkan temannya. Sedangkan orang-orang yang mau melecehkan Tere dikeluarkan dari sekolah. Sejak saat itu Kiara dan Tere berteman dekat.“Lalu, apa hubungannya dengan sesuatu yang kamu inginkan dariku?” tanya Kiara merasa iba dan tidak tega pada temannya. "Apa ... kamu mau aku mendonorkan organku?"Tere menggelengkan kepala seraya mengambil tangan sang suami dan tangan Kiara yang diletakkan di pangkuannya. “Aku sudah tidak bisa memberikan anak untuk suamiku, Ra. Maka dari itu, tolong menikah dengan suamiku dan berikan anak untuknya.”“Apa yang kamu bicarakan, Honey!” sentak Andra melepas tangannya dari sang istri. Dia tidak percaya kalau Tere akan melakukan hal itu. Tadi wanita itu hanya ingin ditemani ke restoran favorite mereka, tidak disangka ternyata sang istri merencanakan untuk menjodohkannya dengan Kiara, teman baik istrinya.Tere menatap sendu sang suami dan dengan lirih dia berkata, “Aku cuma mau kamu punya anak dari darah dagingmu sendiri, Bang. Dan dari sekian wanita, aku percaya pada Kiara yang bisa menggantikan peranku saat sudah tiada di dunia ini.”“Tere!” seru Kiara dan Andra secara bersamaan.“Kamu ngomong apa sih, Re?!” lanjurt Kiara yang tidak pernah menduga permintaan teman baiknya. “Tidak ada satu pun wanita yang lebih dari kamu untuk menjadi istri Mas Andra, termasuk aku! Lagian mana mungkin aku menikahi suami temanku sendiri, Re! Sama saja aku mengkhianati kamu dan aku tidak mau seperti itu!”Meski membutuhkan banyak uang, Kiara tidak akan pernah mau kalau harus menikah dengan suami teman ba
Kiara mengerjapkan matanya berulang kali setelah mendengar perkataan lelaki yang duduk di sebelahnya. Andra yang merupakan lelaki tampan, mapan, dan tidak pernah tergoda dengan wanita mana pun, bisa-bisanya mengajak Kiara menikah. Walaupun alasannya demi Tere, tetapi Kiara tidak serta-merta percaya dengan perkatan lelaki tersebut.“Mas Andra sadar ‘kan apa yang Mas ucapkan?” tanya Kiara memastikan. “Aku tidak mau jadi orang ketiga atau duri dalam rumah tangga kalian Mas. Kakakku juga pasti tidak akan setuju kalau dia tau aku melakukan itu.”Bahkan mungkin Fira akan semakin merasa bersalah karena sudah membuat Kiara menjadi istri kedua. Hal tersebut bisa memicu penurunan kesehatan sang kakak. Tentu Kiara tidak mau kalau penyakit kakaknya semakin memburuk. “Aku sadar dengan keputusan yang sudah aku buat, Kiara. Lagipula aku yakin kalau kamu tidak mungkin menusuk Tere dari belakang. Dan soal kakakmu, kita bisa mengatakannya saat dia sudah menjalani operasi. Aku sendiri yang akan menjela
Di dalam ruang rawat Tere, Kiara sudah mengenakan kebaya putih khas untuk akad. Pagi hari tepatnya jam delapan pagi ini, dia akan menikah dengan Andra yang sudah mempersiapkan semua keperluan pernikahan, termasuk saksi pernikahan mereka.“Kamu tenang saja, Ra. Aku akan pastikan kalau Bang Andra bersikap adil pada kita,” ucap Tere yang merias Kiara dengan tipis. “Cantik sekali. Kamu terlalu cuek dengan penampilanmu. Nanti aku akan mengajarimu merias seperti saat ini.”Kiara memperhatikan wajahnya yang dirias oleh Tere dari cermin yang dia pegang. Wajah yang putih pucat biasanya hanya dipoles sedikit bedak padat dan pelembab bibir, itu pun kalau Kiara ingat dan tidak malas menggunakannya. Kini wajahnya dipoles tipis, sehingga lebih cerah dan berwarna.Tanpa kedua wanita itu sadari, Andra masuk ke dalam ruangan bersama penghulu dan saksi yang dia siapkan. Pandangannya begitu dalam pada kedua wanita itu, terutama pada istrinya yang terlihat berbinar bahagia. Kalau umumnya, tidak ada wanit
“Ka-kakak bicara apa sih? Aku benar-benar dapat pinjaman dari Tere kok,” ucap Kiara berusaha bersikap seperti biasanya. “Sebenarnya Tere tuh lagi sakit, Kak. Dia minta aku hendle butik selama dia rehat. Sebagai gantinya dia akan gaji aku dua kali lipat, tapi akan dipotong buat bayar utang.”Kiara terpaksa menggunakan penyakit Tere, walaupun tidak menjelaskan penyakit temannya dengan spesifik. Semoga saja kakaknya percaya dengan alasan yang Kiara berikan. Sebisa mungkin dia juga bersikap bisa dengan senyum manisnya.“Kakak tidak perlu khawatikan apa pun. Fokus pada operasi dan pengobatan Kakak biar sel kankernya tidak makin menyebar,” kata Kiara meyakinkan kakaknya.Fira belum bisa percaya begitu saja. Saat melihat senyum adiknya, dia mencoba untuk percaya sembari berucap, “Baiklah, kakak percaya. Kamu harus ingat untuk tidak melakukan hal yang merugikan demi kakak. Lagian kakak sudah pasrah kalau memang sudah waktunya untuk-- .”“Kakak!” sela Kiara dengan cepat seolah tahu lanjutan per
"Kenapa kamu terlihat gugup?" tanya Andra pada perempuan di depannya. Kiara berdehem untuk memenangkan diri. "A-aku tidak gugup. Hanya saja ... aku tidak terbiasa dekat dengan laki-laki seperti ini."Selama ini Kiara hanya fokus pada sekolah dan ingin membahagiakan kakaknya. Tidak ada waktu untuk dekat, bahkan dia tidak pernah memikirkan sama sekali. Walaupun Kiara yang cantik, pintar, dan humble pada siapapun banyak disukai oleh teman laki-lakinya, tetapi Kiara selalu menolak untuk menjalin hubungan agar pikirannya tetap fokus pada tujuan."Oh ya?" seru Andra seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Baguslah kalau begitu."Dahu Kiara mengerut. "Apanya yang bagus?"Andra tidak menjawab pertanyaan istri keduanya. Dia membuka laci yang ada di samping ranjang, lalu mengeluarkan sebuah map berwarna hijau yang segera diberikan pada Kiara. "Itu surat perjanjian selama kita menikah!" "Su-surat perjanjian?"Andra mengangguk. "Hm, aku tidak mau memberikan harapan atau janji palsu pada
Kiara tidak segera menyahuti pertanyaan suaminya. Kalau dibilang siap, tentu Kiara tidak siap haris melepaskan mahkota yang selama ini dijaga. Di sisi lain, Kiara ingin melakukan tugasnya sebagai seorang istri dan demi memenuhi keinginan Tere. "Aku akan tidur di sofa," kata Andra beranjak dari ranjang tanpa melihat pada Kiara. "Tidurlah, aku tidak akan menyentuhmu."Ucapan Andra yang terkesan santai membuat Kiara mengira kalau lelaki itu memang tidak mau menyentuhnya. Andra pasti berat harus tidur bersama wanita yang tidak dicintai. Kalau bukan karena keinginan Tere, pasti Andra tidak akan di kamar ini bersamanya. Kiara tiduran sambil menatap langit-langit kamar. Entah sampai kapan dia dan Andra akan menahan diri untuk tidak saling menyentuh. Padahal, mereka harus segera melakukan hubungan intim agar bisa mewujudkan keinginan Tere untuk agar Andra punya keturunan. "Kamu belum tidur, Kiara?" tanya Andra tanpa melihat pada Kiara yang ada di atas ranjang. Perempuan itu menoleh pada s
Butik sedang ramai karena musim menikah, banyak calon pengantin serta keluarganya yang minta dibuatkan pakaian. Butik milik Tere cukup terkenal di kalangan pengusaha, sehingga yang datang rata-rata dari keluarga berada dan terpandang. Apalagi Andra cukup berpengaruh di dunia bisnis. "Aku tidak ingin model seperti ini! Jelek! Buat model lain!" kata seorang wanita berpakaian modis pada teman Alea yang mengurus desain pakaian wanita tersebut. "Ini sudah desain ketujuh, apa tidak ada sekalipun yang cocok dengan anda, Nyonya?" tanya Alea membantu temannya yang sudah terlihat kesal. Wanita itu memindai tubuh Alea, lalu berkata, "Memang tidak ada yang cocok! Desain-nya jelek semua! Pokoknya aku mau desain yang lain atau aku akan membuat butik ini tidak laku!"Andai saja ada Tere, pasti wanita di depannya saat ini sudah diusir dan dilarang kembali ke butik. Namun, Kiara tidak berani mengambil sikap seperti itu, apalagi kalau sikapnya membuat butik rugi. "Anda bisa kembali lagi besok, saya
Laki-laki yang datang mengajak Kiara makan bukan Andra. Lagipula mana pernah lelaki itu mengajaknya makan berdua saja. Palingan hanya makan berdua dengan Tere, meski kadang mentraktir semua karyawan butik. Tetap saja, Andra mempersiapkan privasi untuknya dan Tere. "Ehem, Kiara. Kamu sedang memikirkan apa?" tanya laki-laki yang duduk di depan Kiara dan bernama Arya. "Tidak memikirkan apa-apa kok, cuma-- .""Takut suamimu marah?" balas Arya terkekeh pelan. "Memangnya dia akan peduli kalai kamu makan denganku atau laki-laki lain?"Kiara menghembuskan napas pelan. Arya memang tahu tentang pernikahannya dengan Andra karena menjadi saksi saat akad. Sebelumnya Kiara juga sudah kenal dengan Arya yang sering ke butik untuk memesan pakaian ataupun ikut dengan Andra. Dan dia pun membenarkan ucapan Arya bahwa Andra tidak mungkin cemburu padanya kalaupun jalan dengan laki-laki lain. Apalagi pernikahannya dengan Andra cuma sebatas perjanjian dan keinginan Tere saja. "Lagian, kenapa kamu mau-mau