Share

bab 5

“Tidak!” teriak Irwan.

“Ada apa?” tanya Adit. Saat mendengar teriakan yang membuat dirinya kaget.

Begitu juga yang lain langsung berhamburan keluar saat mendengar teriakan Irwan, mereka tampak heran melihat Irwan yang sedang memegang tas ransel miliknya.

“Kenapa Wan?” tanya Romi.

“Iya ada apa?” sambung kedua sahabatnya.

Irwan langsung menoleh saat mendapat begitu banyak pertanyaan, dirinya sontak berteriak karena lupa membawa peralatan mandi.

“Gue lupa bawa peralatan mandi,” jawab Irwan.

Seketika mereka menjadi kesal, karena awalnya dikira telah terjadi sesuatu hingga Irwan berteriak seperti itu.

“Jadi karena itu doang?” ucap Adit dengan sedikit kesal.

Irwan hanya membalas  dengan senyuman, bahkan tanpa merasa bersalah telah berteriak hingga membuat mereka panik.

“gak perlu pakai teriak, lo udah bikin kita semua kaget,” sahut Romi.

“Iya benar,” ungkap kedua sahabatnya.

“Kalian gak tahu, itu barang penting,” ucap Irwan. Dirinya panik karena tidak bisa mandi tanpa peralatan pribadinya.

“Nanti bisa beli lagi kan? Jadi gak usah terlalu lebay,” sahut Romi.

Adit hanya terdiam melihat keduanya berbicara, dia merasa heran mengapa Irwan bisa sampai bersikap berlebihan seperti itu karena hal sepele.

Tidak begitu suara orang mengucapkan salam, membuat mereka menoleh ke arah pintu secara bersamaan.

“Assalamualaikum,” ucap Pak Kades. Dirinya sengaja datang bersama Pak Edi pagi-pagi, karena harus memberi tahu perihal mereka yang harus pindah. 

“Waalaikumsalam,” seru semuanya.

Romi bergegas berjalan ke arah pintu, dia langsung membuka pintu. Dan di sambut senyuman oleh kedua pria paruh baya yang sudah berdiri di depan pintu.

“Silakan masuk Pak,” ucap Romi kepada keduanya.

“Tidak usah, disini saja,” jawab Pak Kades.

Adit yang mendengar suara Pak Kades bergegas menghampiri begitu juga dengan Irwan.

“Ada apa Pak?” tanya Adit. Saat melihat ternyata yang datang Pak Kades bersama Pak Edi.

“Iya Pak, apa ada sesuatu yang penting? Hingga membuat Pak Kades datang ke sini?” sambung Irwan.

“Begini, sebelumnya saya minta maaf. Karena rumah ini akan ada perbaikan, jadi terpaksa kalian akan pindah,” tutur Pak Kades. Sebenarnya dia merasa tidak enak harus meminta mereka pindah.

“Bapak, tidak usah minta maaf. Kami tentu tidak keberatan, tapi saya dan teman-teman minta waktu untuk membereskan barang bawaan kami terlebih dahulu,” ucap Adit.

“Iya silahkan! Karena saya ada urusan. Nanti Pak Edi yang akan mengantar kalian,” jawab Pak Kades.

“Baik Pak,” sahut Adit.

Mereka  bergegas masuk ke dalam  untuk membenahi semuanya, Pak Kades langsung berpamitan kepada Pak Edi karena beliau ada urusan.

Inez serta ibunya sedang sibuk, membersihkan rumah yang akan di tempati oleh mereka. Sebenarnya Inez lebih suka pergi ke ladang di bandingkan membersihkan rumah seperti ini.

“Bu, aku capek,” ucap Inez.

“Gak boleh begitu, sebentar lagi juga selesai,” jawab Nilam.

“Tapi aku benaran capek, mendingan kita tadi pergi ke ladang saja,” sambung Inez seraya menyekat keringat di keningnya.

Nilam tersenyum mendengar keluhan dari putrinya, dia sungguh heran padahal lebih capek bekerja di ladang di bandingkan membersihkan rumah seperti ini.

“sudah! Jangan mengeluh terus. Cepat nanti mereka keburu datang,” pinta Nilam.

Mendengar ucapan ibunya membuat Inez semakin kesal, dia segera merapihkan pekerjaan agar cepat selesai dan bisa kembali ke rumah.

Adit dan teman-temannya sudah siap, mereka segera mengikuti Pak Edi. Selama perjalanan tidak ada pembicaraan sama sekali bahkan Irwan sesekali mengeluh hingga membuat teman-temannya merasa kesal melihat tingkahnya.

“Kalau Lo, mengerek terus seperti itu. Lebih baik kembali saja,” celetuk Romi.

“Siapa yang merengek? Gue hanya heran. Apa di sini tidak ada kendaraan?” ucap Irwan. Karena jarak yang lumayan jauh hingga membuatnya lelah berjalan kaki.

Pak Edi yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan keduanya, lalu berkata. “maaf, Dek. Di sini memang susah kalau kendaraan, karena kebanyakan kami ke mana-mana berjalan kaki.”

Adit merasa tidak enak karena perkataan Irwan membuat Pak Edi mungkin tersinggung.

“Tidak apa-apa Pak, teman saya hanya asal bicara saja” ujar Adit.

“Iya betul Pak, Irwan memang suka asal bicara,” sambung Romi.

“Kenapa jadi gue,” ungkap Irwan. Dia tidak suka saat Romi menyalahkan dirinya.

“Gak apa-apa, mudah-mudah kalian betah selama di sini,” jawab Pak Edi. Yang memaklumi jika orang kota pasti akan mengeluh dengan hal itu.

“Pasti Pak, saya senang di sini masih sangat asri,” sahut Adit.

Irwan masih kesal langsung memasang wajah kesal, hingga membuat Iqbal dan Rama. Ingin sekali mengerjainya.

“Sabar Wan, sepertinya Lo harus terbiasa hidup di sini,” ejek Iqbal.

“Benar apa yang di bilang Iqbal, jadi Lo harus berhenti jadi anak Mami,” ledek Rama sambil menahan tawanya.

Romi yang berada di depan mereka bertiga langsung tertawa kecil, mengingat memang Iqbal dan Rama. Sangat senang bila mengejek Irwan seperti itu.

Nilam segera berlari ke depan saat melihat dari kejauhan mereka sudah datang, Inez langsung menarik nafas lega karena akhirnya pekerjaan mereka telah selesai.

“Neng, sini,” pinta Nilam dari depan pintu.

“Aku di sini aja, Bu,” jawab Inez.

“gak boleh gitu,” ucap Nilam.

Inez langsung menghampiri ibunya, walau dengan sedikit kesal karena dia sudah sangat lelah.

“Sekarang kita sudah sampai,” ucap Pak Edi. Setelah mereka sampai di halaman rumah yang akan mereka tempati.

“Maaf Pak, kalau mereka itu siapa?” tanya Adit. Dia merasa penasaran dengan dua wanita yang berada tidak jauh dari mereka.

“Itu istri serta anak saya, nanti saya kenalkan,” sahut Pak Edi.

Adit mengangguk, sedangkan yang lainnya terus saja mengejek Irwan karena selama perjalanan tadi tidak berhenti mengeluh membuat mereka kesal.

“Assalamualaikum,” ucap Pak Edi.

“Waalaikumsalam,” jawab Nilam dan juga Inez.

Mereka semua hanya terdiam, bahkan lupa mengucapkan salam karena terpesona akan kecantikan wanita yang tidak jauh dari mereka. Bahkan Adit seperti terhipnotis olehnya.

“Jadi ini adik-adik, yang akan tinggal di sini?” tanya Nilam sambil melihat ke arah mereka.

“Iya Bu,” jawab Pak Edi.

Pak Edi langsung menoleh ke arah samping, dia sadar bahwa pandangan para pemuda itu tertuju kepada putrinya. Membuatnya sedikit tidak suka akan hal itu.

“Kenalkan, ini istri saya. Kalian bisa panggil Bu Nilam dan itu putri saya namanya Inez,” ucap Pak Edi yang langsung memperkenalkan keduanya.

Mereka langsung tersadar dan merasa malu, tentunya mereka sadar kalau Pak Edi menyadari jika mereka terpesona akan kecantikan dari putrinya.Inez langsung tertunduk malu karena mereka semua terus memandang ke arahnya.

Mereka mulai bergantian memperkenalkan diri satu persatu, kini giliran Adit yang berkenalan dengan Inez. Keduanya saling bertatapan, entah mengapa ada getaran yang aneh di hati keduanya saat mereka berjabat tangan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status