Kehidupan Inez mulai membaik setelah dirinya bekerja, bahkan dia merasa bersyukur memiliki bos seperti Nia. Yang selalu memerhatikan apa pun tentang dirinya hingga membuat dia tidak merasa sendirian lagi.
Tetapi semuanya berbanding terbalik dengan kehidupan yang Adit jalani, semenjak lulus kuliah dia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, hal itu membuat kedua orang tuanya berniat untuk mengajarkan Adit mengelola perusahaan yang kelak akan menjadi miliknya.Beberapa bulan berlalu. Namun, sikap Adit masih dingin bahkan dia cenderung lebih suka mengurung diri di kamar, hal itu membuat kedua orang tuanya memikirkan rencana untuk mencarikan calon istri untuk Adit.Hendra tahu bahwa putranya belum bisa lepas dari bayang-bayang wanita itu, memutuskan untuk mengajak membantunya di perusahaan.Adit menolak permintaan Papinya karena dia merasa tidak cocok bekerja di sana, terlebih dia tidak tertarik dengan dunia bisnis.Leli yang memang sudah mengatur pertemuan untuk Adit dan Keyla, meminta agar putranya itu bersiap-siap karena mereka akan pergi ke rumah keluarga Wiguna. Yang tidak lain orang tua dari Keyla.“Kenapa harus secepat ini?” tanya Adit. Dia tidak pernah mengira bahwa perjodohan yang di usulkan oleh Maminya begitu cepat.“Bukannya lebih cepat itu lebih baik,” ucap Leli.“Benar, lagian apa yang kamu tunggu?” Sambung Hendra. “Aku belum siap,” ujar Adit. Keduanya langsung kaget saat mendengar hal itu, tentu mereka tidak menyangka kalau Adit akan mengatakannya. “Apa?” tanya Leli. Seraya menatap dengan tatapan kesal kepada Adit. “Aku memang setuju untuk bertemu dengan wanita pilihan kalian, tetapi tidak secepat ini,” ucap Adit. “Jangan membuat masalah,” sahut Hendra.Dia segera beranjak dari duduknya saat merasa kalau Adit sedang mempermainkan mereka berdua. “Pokoknya. Mami tidak mau dengar apa pun, kita akan pergi malam ini,” ucap Leli.Sungguh Adit semakin tidak habis pikir, mengapa ora
Inez mulai tampak lelah karena sekarang kandungannya sudah memasuki usia 9 bulan. Namun, dia masih semangat bekerja. Sering kali Nia mengingatkan agar dia mengambil cuti supaya tidak terlalu lelah, tetapi Inez masih masih semangat dan kuat untuk tetap bekerja. “Apa kamu belum mau ambil cuti?” tanya Nia. “Belum Mbak, lagian aku masih kuat,” jawab Inez. “Tapi aku sangat khawatir,” ucap Nia. “Gak usah khawatir Mbak, aku baik-baik saja,” jawab Inez. “Ya sudah. Tapi kalau kamu capek istirahat, jangan terlalu di paksakan,” sahut Nia. “Iya Mbak,” jawab Inez. Sebenarnya Nia sudah merasa tidak tega saat melihat Inez, tetapi karena semangat dan keras kepalanya membuat dia tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan sering kali dia meminta Inez untuk sering beristirahat tapi tidak pernah di dengarkan. Nia menatap Inez dengan tatapan yang sulit di artikan, mungkin kalau dirinya ada di posisi seperti Inez saat ini dia pasti sudah menyerah. Tidak terasa matanya langsung berkaca-kaca saat mengingat k
Satu Minggu berlalu Inez yang merasa bosan berada di rumah terus memutuskan untuk berkunjung ke toko. Namun, saat hendak melangkah tiba-tiba dia merasakan perutnya sakit. “Aduh,” ucap Inez sambil memegangi perutnya. Inez langsung menyandarkan diri sambil menarik napas supaya rasa sakit di perutnya mereda, setelah merasa lebih baik dia segera mengambil tas dan bergegas pergi. Selama perjalanan menuju toko sesekali dia merasakan kontraksi yang tidak terlalu sering. Namun, masih bisa di tahan. Dia langsung menarik napas lega setelah sampai di depan toko setelah perjuangan berjalan ke sana sambil merasakan perutnya yang sesekali terasa sakit. Dia menunggu sebentar setelah melihat masih banyak pembeli di sana, sambil sesekali mengelus perutnya yang terasa kencang.“Nez. Kenapa kamu di sini?” tanya Nia. Tanpa sengaja dia melihatnya berada di dekat toko. “Aku mau main Mbak, Cuma tadi lagi rame jadi menunggu di sini,” jawab Inez sambil berjalan menghampiri Nia. Wajah Nia begitu sangat b
Nia membantu merawat Inez dan juga bayinya, mengingat dia hanya seorang diri bahkan ini pengalaman pertama baginya, walau tidak memiliki pengalaman. Namun, Nia telaten dalam mengurus bayi membuat Inez semakin kagum dengan sosoknya.Tetapi di sisi lain Inez semakin merasa berhutang budi banyak kepada Nia, karena rela menutup tokonya sementara demi membantu dirinya. “Mbak, terima kasih banyak. Maaf kalau aku jadi merepotkan,” ucap Inez. “Kamu jangan ngomong gitu, aku senang bisa bantu kamu,” jawab Nia. Dia langsung memberikan Devano kepada Inez untuk di beri asi, setelah semua selesai karena hari sudah sore Nia berniat untuk berpamitan karena dia harus segera pulang. “Nez. Kamu gak apa-apa kalau aku tinggal?” tanya Nia. “Iya Mbak,” jawab Inez. Nia sekarang lebih tenang setelah mendapatkan jawaban seperti itu, dia langsung bersiap-siap tidak lupa menggendong Devano terlebih dahulu sebelum dirinya pulang. Waktu terus berjalan tanpa terasa kini Devano berusia 6 bulan, Inez memberika
Inez bangun pagi, dia segera bersiap-siap dengan memakai baju yang biasa di gunakan untuk ke ladang. Akan tetapi hari ini ada yang berbeda, karena sejak tadi dirinya belum melihat sang Ayah. Hingga rasa penasarannya muncul, dia bergegas mencarinya ke belakang. Sampai di sana dia hanya mendapati ibunya yang tengah sibuk menyiapkan bekal untuk mereka.“Ibu, Ayah ke mana?” ucap Inez seraya melangkah mendekat ke arah ibunya.Mendengar pertanyaan putrinya dia segera menoleh seraya berkata. “Ayah sedang di panggil Pak Kades. Jadi tadi pagi sudah berangkat.” “Pantas saja, aku tidak melihat Ayah,” ujar Inez sambil mendudukkan dirinya. “Apa kamu tidak lelah?” tanya Nilam sambil menatap anaknya penuh rasa tidak tega. Dirinya sangat berharap Inez bisa melanjutkan pendidikan. Akan tetapi karena terhalang biaya hingga membuatnya harus putus sekolah. Inez langsung memasang raut penuh tanya. Dirinya tentu bingung dengan apa yang diucapkan ibunya beberapa saat lalu.“Maksud Ibu apa?” tanya Ine
Warga sudah berkumpul di balai desa termasuk pak Edi, yang tidak lain adalah Ayah Inez. Semua begitu antusias karena sekarang desa mereka akan kedatangan orang dari kota. "Mang, apa tidak masalah jika orang kota tinggal di desa kita?" tanya salah satu warga yang kebetulan hadir di sana. "Saya juga tidak tahu, Kang. Tetapi mudah-mudahan dengan kedatangan anak-anak muda itu. Bisa membuat desa kita lebih dikenal lagi," sahut Pak Edi. Dia sangat berharap jika kelak desanya bisa maju. "Saya hanya merasa takut, bisa saja nanti dengan kehadiran mereka justru membuat desa kita tidak nyaman," pungkasnya. Pak Edi mengerti apa yang dirasakan oleh tetangganya itu, mereka pasti merasa takut jika adat di kota justru akan mempengaruhi desa mereka. Namun, dirinya justru berharap dengan kedatangan mereka akan membuat desa semakin maju. Ketika mereka sedang mengobrol tiba-tiba Pak Kades datang beserta beberapa orang anak muda. Membuat keduanya langsung terdiam. "Assalamualaikum, Bapak-bapak."
Semua tidak seperti yang Pak Kades harapkan, ternyata masih ada warga yang menolak kehadiran mereka di sana.Malah ada salah satu Rt yang menolak tegas, beliau sampai mendatangi rumah Pak Edi. Karena berpikir kalau Pak Edi turut andil membuat warga untuk menyetujuinya.“Saya bisa jelaskan, Pak,” ucap Pak Edi. “Mau menjelaskan apa? Sudah jelas-jelas tadi saya melihat Mang Edi setuju, bahkan warga terpaksa untuk setuju,” jawab Pak Rt dengan raut wajah tidak suka.“Sepertinya, Bapak salah paham,” ujar Pak Edi. Dia kembali mencoba menjelaskan inti masalahnya.Namun, Pak Rt masih tetap pada pendiriannya. Dia masih yakin bahwa Pak Edi andil besar dalam keputusan warga yang setuju dengan kegiatan KKN di sana.Nilam yang mendengar keributan dari depan rumah, langsung menghampiri asal suara itu. Dia terkejut saat melihat Pak Rt berada di sana bersama suaminya dan terlihat sedang bersitegang.“ada apa Ayah?” tanya Nilam seraya menghampiri keduanya.Pak Edi menoleh saat mendengar suara istrinya
“Bu, Ayah ingin bicara,” ucap Pak Edi.“Mau bicara apa Ayah?” tanya Nilam seraya melihat ke arah suaminya yang tengah duduk di ruang tamu.“Nanti saja Bu, ibu sekarang selesaikan dulu pekerjaannya,” jawab Edi. Dirinya ingin meminta pendapat tentang permintaan Pak Kades tadi pagi.Nilam segera mengangukan kepala, dari dalam kamar Inez segera menghampiri ayahnya dan langsung duduk tepat di sampingnya. “Ayah, kenapa tadi tidak menyusul kami ke ladang?” tanya Inez. Yang merasa penasaran mengapa Ayahnya tidak datang ke ladang hari ini. “Tadi ada urusan di balai desa, pas selesai sudah sore dan kalian juga sudah pulang,” jawab Ayahnya.“Memang ada apa Ayah? Tumben Ayah di minta datang ke balai desa?” tanya Inez. Yang penasaran akan hal itu. “Ada pertemuan dengan Pak Kades, nanti akan diadakan kegiatan KKN. Oleh sebab itu Ayah dan warga lain untuk hadir,” jelas Pak Edi.“Kegiatan apa itu Ayah?” tanya Inez. Dia semakin ingin tahu karena baru pertama mendengar hal itu.“Itu kegiatan mahasi