Semua tidak seperti yang Pak Kades harapkan, ternyata masih ada warga yang menolak kehadiran mereka di sana.
Malah ada salah satu Rt yang menolak tegas, beliau sampai mendatangi rumah Pak Edi. Karena berpikir kalau Pak Edi turut andil membuat warga untuk menyetujuinya.“Saya bisa jelaskan, Pak,” ucap Pak Edi.“Mau menjelaskan apa? Sudah jelas-jelas tadi saya melihat Mang Edi setuju, bahkan warga terpaksa untuk setuju,” jawab Pak Rt dengan raut wajah tidak suka.“Sepertinya, Bapak salah paham,” ujar Pak Edi. Dia kembali mencoba menjelaskan inti masalahnya.Namun, Pak Rt masih tetap pada pendiriannya. Dia masih yakin bahwa Pak Edi andil besar dalam keputusan warga yang setuju dengan kegiatan KKN di sana.Nilam yang mendengar keributan dari depan rumah, langsung menghampiri asal suara itu. Dia terkejut saat melihat Pak Rt berada di sana bersama suaminya dan terlihat sedang bersitegang.“ada apa Ayah?” tanya Nilam seraya menghampiri keduanya.Pak Edi menoleh saat mendengar suara istrinya, begitu juga dengan Pak Rt.“Ini, Bu, Pak Rt. Menuduh Ayah yang menghasut warga agar setuju dengan kegiatan mahasiswa yang datang,” jawab Pak Edi.“Saya tidak menuduh, Mang Edi jangan salah paham,” ujar Pak Rt. Dirinya tidak suka dengan ucapan yang barusan Pak Edi lontarkan.“Lebih baik, kita bicarakan di dalam saja Pak,” pinta Nilam. Merasa tidak enak jika membicarakan hal itu di pelataran rumah.“Tidak usah, karena saya sudah selesai bicaranya,” jawab Pak Rt.Pak Edi yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepala, dia sungguh tidak habis pikir mengapa dirinya yang disalahkan padahal warga setuju setelah mendengar penjelasan Pak Kades.Pak Rt langsung pergi begitu saja, tanpa sengaja Inez berpapasan dengannya. Namun, saat di sapa sama sekali tidak di tanggapi olehnya. Hingga membuat Inez heran.“Kenapa Pak Rt menyalahkan Ayah?” tanya Nilam.“Ayah juga bingung Bu,” jawab Pak Edi. Dia merasa bingung mengapa Pak Rt bisa menuduhnya seperti itu.Inez yang baru kembali dari warung segera menghampiri keduanya seraya berkata. “Pak Rt, kenapa aku sapa malahan cuek saja,”“Sudah tidak usah di hiraukan Neng, lebih baik kita masuk,” ajak Nilam kepada putrinya itu.Mereka segera melangkah masuk ke dalam rumah, karena hari sudah menjelang sore.Keesokan paginya, Pak Rt, yang tidak suka dengan kehadiran Anak-anak muda itu. Sengaja mengumpulkan warga untuk berdemo di rumah Pak Kades.“Apa kalian ingin Anak-anak kita terbawa oleh gaya orang kota? Saya pribadi tidak ingin hal itu terjadi,” ungkapnya.Warga yang hadir mulai berbisik, mereka tentu saja mulai terhasut oleh Kata-kata Pak Rt. Mereka tidak ingin jika pengaruh kota mempengaruhi Anak-anak mereka serta warga di desa.Pak Rt yang berhasil meyakinkan warga, memutuskan untuk datang ke rumah Pak Kades untuk menyuarakan penolakan. Terhadap kegiatan mahasiswa yang tadi pagi datang ke desanya.Mereka mulai menyuarakan penolakan hingga membuat seluruh kampung menjadi ramai, sebagian warga yang tidak ikut merasa bingung saat melihat itu.Di halaman rumah Pak Kades sudah banyak warga berkumpul, mereka mulai berteriak menolak tentang adanya kegiatan KKN di sana. Melihat suasana yang sudah sangat ramai membuat Pak Kades segera mengambil tindakan tegas.“Ada apa ini Bapak-bapak?” tanya Pak Kades. Dirinya kaget melihat warga yang datang sambil berteriak lantang menolak kegiatan yang akan di lakukan mahasiswa di sana.“Kami minta, Pak Kades, segera meminta mereka untuk kembali ke kota. Karena kami semua menolak kehadiran mereka disini,” seru salah seorang warga.“Tenang, semuanya bisa kita bicarakan Baik-baik. Lebih baik kita bicara dengan kepada dingin bukan dengan emosi seperti ini,” pinta Pak Kades yang berusaha menenangkan warga.“Tidak perlu Pak, kami hanya perlu jawaban dari Pak Kades,” ucap Pak Rt.Suasana semakin memanas bahkan membuat Pak Kades hampir kesulitan untuk mengontrol keadaan, Tapi dia berusaha untuk meyakinkan kembali bahwa kegiatan KKN tidak akan mempengaruhi apapun sekaligus mematahkan ketakutan warga.“Bagaimana Pak Kades bisa seyakin itu?” geram Pak Rt, “mereka baru saja datang, tapi Pak Kades sudah sangat percaya bahkan merasa sangat yakin.”Sejak tadi Pak Kades berusaha bersikap santai menghadapi penolakan sebagian warga, tetapi saat Kata-kata itu keluar dari Pak Rt membuat dia kehilangan kesabaran.“Maksud, Pak Rt apa?” tanya Pak Kades.“Pak Kades tentu sudah tahu, maksud saya dan warga yang ada di sini. Kami mau kalau mereka segera pergi dari desa kita,” jawab Pak Rt dengan suara lantang.“Apa Bapak tidak malu? Bukannya memberi contoh dan jadi panutan untuk warga, justru malah membuat kegaduhan seperti ini,” kata Pak Kades. Dia tersenyum melihat tingkah Pak Rt yang justru memprovokasi warga bukanya mengayomi, dia sudah tahu sejak awal dirinya tidak di sukai oleh Pak Rt.Pak Rt langsung diam seribu bahasa, ucapan yang keluar dari Pak Kades mampu membuatnya tidak bisa Berkata-kata. Kini sebagian warga yang ikut menolak kegiatan KKN mulai berbisik saat mendengar ucapan yang ditunjukkan Pak Kades kepada Pak Rt.Merasa malu membuat Pak Rt langsung pergi dari sana, bahkan dia tidak memperdulikan warga yang tadi datang bersamanya. Untuk kedua kalinya Pak Kades meyakinkan warga bahwa semuanya akan Baik-baik saja dan tidak akan ada yang berubah di sana.Akhirnya warga yang tadinya menolak kini berbalik setuju, tidak lupa mereka meminta maaf karena telah terhasut oleh Kata-kata dari Pak Rt mengenai kegiatan KKN yang bisa membawa pengaruh bagi desa.“Bu, Ayah ingin bicara,” ucap Pak Edi.“Mau bicara apa Ayah?” tanya Nilam seraya melihat ke arah suaminya yang tengah duduk di ruang tamu.“Nanti saja Bu, ibu sekarang selesaikan dulu pekerjaannya,” jawab Edi. Dirinya ingin meminta pendapat tentang permintaan Pak Kades tadi pagi.Nilam segera mengangukan kepala, dari dalam kamar Inez segera menghampiri ayahnya dan langsung duduk tepat di sampingnya. “Ayah, kenapa tadi tidak menyusul kami ke ladang?” tanya Inez. Yang merasa penasaran mengapa Ayahnya tidak datang ke ladang hari ini. “Tadi ada urusan di balai desa, pas selesai sudah sore dan kalian juga sudah pulang,” jawab Ayahnya.“Memang ada apa Ayah? Tumben Ayah di minta datang ke balai desa?” tanya Inez. Yang penasaran akan hal itu. “Ada pertemuan dengan Pak Kades, nanti akan diadakan kegiatan KKN. Oleh sebab itu Ayah dan warga lain untuk hadir,” jelas Pak Edi.“Kegiatan apa itu Ayah?” tanya Inez. Dia semakin ingin tahu karena baru pertama mendengar hal itu.“Itu kegiatan mahasi
“Tidak!” teriak Irwan.“Ada apa?” tanya Adit. Saat mendengar teriakan yang membuat dirinya kaget.Begitu juga yang lain langsung berhamburan keluar saat mendengar teriakan Irwan, mereka tampak heran melihat Irwan yang sedang memegang tas ransel miliknya.“Kenapa Wan?” tanya Romi.“Iya ada apa?” sambung kedua sahabatnya.Irwan langsung menoleh saat mendapat begitu banyak pertanyaan, dirinya sontak berteriak karena lupa membawa peralatan mandi.“Gue lupa bawa peralatan mandi,” jawab Irwan.Seketika mereka menjadi kesal, karena awalnya dikira telah terjadi sesuatu hingga Irwan berteriak seperti itu.“Jadi karena itu doang?” ucap Adit dengan sedikit kesal.Irwan hanya membalas dengan senyuman, bahkan tanpa merasa bersalah telah berteriak hingga membuat mereka panik.“gak perlu pakai teriak, lo udah bikin kita semua kaget,” sahut Romi. “Iya benar,” ungkap kedua sahabatnya.“Kalian gak tahu, itu barang penting,” ucap Irwan. Dirinya panik karena tidak bisa mandi tanpa peralatan pribadinya.
Semenjak pertemuan diantara mereka berdua, Inez selalu memikirkan Adit. Bahkan setiap kali membantu ibunya untuk menyiapkan semua untuk mereka dirinya selalu bersemangat.“nanti sore kita masak untuk mereka lagi kan, Bu,” tanya Inez. “Iya Neng, tumben kamu setiap kali menanyakan hal itu?” Jawab Nilam. Dia merasa heran dengan tingkah putrinya yang selalu antusias, padahal sebelumnya Inez sangat tidak suka saat di minta membantu dirinya. “Memangnya tidak boleh Bu?” Sahut Inez. “Tentu saja boleh, justru ibu senang karena kamu sekarang sudah mau membantu,” ujar Nilam.“Selama ini. Aku suka membantu Ayah dan Ibu,” jawab Inez.“Iya ibu tahu, tapi kan sebelumnya kamu mengeluh saat membantu ibu. Kenapa sekarang semangat sekali?” tanya Nilam dengan raut wajah penuh rasa penasaran.Inez menyadari jika ibunya pasti sekarang curiga mengapa tiba-tiba dia bersemangat, tentu saja alasannya tidak lain agar bisa bertemu dengan Adit.“Semangat salah, mengeluh juga salah,” keluh Inez sambil menghela
Nilam begitu cemas karena Inez tak kunjung pulang, Pak Edi yang melihat istrinya berjalan mondar-mandir bergegas menghampiri."Ibu kenapa? Ayah perhatikan dari tadi kelihatan cemas sekali," ucap Pak Edi."Ayah gimana sih! Ibu tentu saja cemas. Inez belum juga pulang," jawab Nilam."Mungkin terjebak hujan," ucap Pak Edi. Dia mencoba menenangkan istrinya yang terlihat begitu cemas serta panik."Tapi biasanya Inez, tidak pernah seperti ini. Apalagi ini udah hampir sore," jawab Nilam.Pak Edi langsung menoleh ke arah jam yang berada di dinding, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Bahkan di luar cuaca sedang hujan membuat dia khawatir takut terjadi sesuatu."Sudah Ayah bilang, jangan izinkan. Tetapi ibu tidak mau dengar," kesal Pak Edi. Mengingat sebelumnya dia melarang tapi sang istri malahan memberikan izin."Kenapa Ayah menyalahkan Ibu? Biasanya dia tidak pergi selama ini," ucap Nilam. Dirinya sangat tahu kalau Inez tidak pernah pergi lama."Iya sudah! Biar Ayah menyusulnya k
Pak Edi pulang dalam keadaan begitu sangat marah, hingga membuat Nilam terkejut saat mendengar suara pintu yang di banting.“Ada apa Ayah? Mana Inez?” tanya Nilam. Dia segera melihat ke arah suaminya sambil mencari sosok Inez. “Anak itu, sudah keterlaluan,” ucap Pak Edi dengan penuh kemarahan.“Maksud Ayah apa?” tanya Nilam. Dia tidak mengerti, mengapa suaminya sampai semarah itu.Pak Edi melangkah masuk, dia tidak habis pikir mengapa putrinya berbohong. Padahal selama ini dia tidak pernah mengajarkan hal itu. Nilam mengikuti langkah suaminya, sambil bertanya-tanya dalam hati. Dia masih penasaran mengapa Inez tidak ikut kembali. “Ayah,” panggil Nilam kembali. Karena dia belum mendapatkan jawaban.“Ibu mau tahu? Anak kita telah berbohong,” ucap Pak Edi. Hatinya merasa hancur, saat mengetahui putri mereka telah berbohong.“Apa?“ ucap Nilam yang begitu terkejut.“Iya, ayah tadi bertemu dengan Mang Ujang. Dan dia bilang bahwa Inez sudah tidak pernah bermain ke rumahnya lagi,” jawab Pak
Adit telah menyelesaikan semua kegiatan kampusnya, itu berarti dia harus segera kembali ke Jakarta. Namun, dirinya bingung dengan kembali ke Jakarta berarti dia akan berpisah dengan Inez. Dia tidak mau sampai hal itu terjadi, Karena perasaan cintanya sudah begitu dalam. Apalagi hubungan keduanya sudah sangat jauh.Teman-teman Adit, memutuskan untuk liburan satu hari lagi di sana, sebelum mereka kembali. Apalagi selama di sana tidak ada waktu untuk melakukan hal itu. “Lo yakin tidak ikut?” tanya Romi.“Gak, kalian aja,” jawab Adit.“Baiklah, kalau begitu kita jalan dulu. Jangan menyesal nanti,” ucap Romi. Dia mengatakan hal itu sebelum dirinya pergi meninggalkan Adit.Adit masih bermalas-malasan di atas tempat tidur, dia sengaja tidak ikut karena ingin menghabiskan waktu dengan Inez. Sebelum mereka berdua bertemu, Adit masih mempunyai waktu untuk bersantai. Inez merasa heran karena kali ini ibunya belanja hanya sedikit, hingga membuatnya bertanya-tanya. “Bu, tumben sekali belanjan
Keduanya begitu terkejut dengan kedatangan teman-teman Adit, membuat mereka panik. Romi yang mengetuk pintu merasa heran karena lama sekali Adit tidak membukakan pintunya.“Adit ke mana?” tanya Irwan.“Mana gue tahu,” jawab Romi. Sambil terus mengetuk pintu. Namun, kali ini lebih kencang dari sebelumnya. Inez segera merapihkan penampilannya, dia langsung berlari ke arah pintu yang terus di gedor. Mereka semua langsung menatap penuh heran saat pintu terbuka, di mana memperlihatkan sosok Inez.“Kalian udah balik?” tanya Adit. Yang datang dari arah belakang. Inez langsung memundurkan langkahnya, membiarkan teman-teman Adit untuk masuk. Mereka silih bergantian melihat ke arah keduanya, dengan tatapan penuh curiga.“Lama sekali buka pintunya?” kesal Romi. “Gue tidak dengar,” jawab Adit.“Kan ada Inez,” ujar Irwan. Seraya menunjuk ke arah Inez yang berdiri di samping pintu.“Memang kalian gak ada yang dengar?” tanya Iqbal.“Sudah, kenapa jadi bahas itu,” ucap Rama. Yang tidak terlalu mem
Adit yang masih fokus menatap langit yang begitu indah dihiasi bintang, tetapi semua itu berbanding terbalik dengan perasaannya saat ini. Irwan menepuk bahu Adit, hingga membuat dia terkejut."Bikin kaget aja," ucap Adit seraya memegang dadanya."Sorry," jawab Irwan."Ngapain lo ke sini?" tanya Adit seraya membalik badannya menghadap ke arah Irwan."Gue hanya ingin memastikan, kalau lo baik-baik saja" ucap Irwan.Adit menatap penuh tanya kepada Irwan, tentunya dia bingung mengapa bisa sahabatnya itu berkata seperti itu. Walau dia sadar sudah seharian ini dia lebih suka menyendiri, itu semua agar membuat hatinya lebih tenang."Kenapa?" tanya Irwan. Saat sadar Adit memberikannya tatapan seperti itu."Lo yang kenapa?" jawab Adit seraya memalingkan pandangannya."Gue bertanya, kenapa lo jadi balik tanya," sahut Irwan."Gak usah dibahas. Lebih baik Lo kembali ke dalam, gue ingin sendiri," tutur Adit. Dia kembali membelakangi Irwan yang masih berdiri di tempatnya.Irwan yang memang sangat m