Salma Yuniar tak pernah merasa sedikitpun curiga kepada adiknya, bahkan dia ikhlas membiarkan adiknya menumpang di rumahnya dengan sang suami. Namun, malam itu, Salma tak sengaja mendengar suara aneh dari kamar adiknya sendiri. Tak hanya itu, beberapa hari kemudian, dia mendapati adiknya juga hamil! Apa yang akan dia lakukan selanjutnya?
View MoreNadya tak membalas sapaan dari Haris. Ia lebih memilih untuk menyalami bu Anis. Nadya sedikit terkejut saat bu Anis memeluknya."Tolong maafkan anak saya jika ucapannya menyakiti hati kamu ya, Nak. Perempuan yang kemarin tak sengaja telinganya kena catokan di salon," ucap bu Anis.Bu Anis melepaskan pelukannya. Melihat wajah Nadya yang masih sedikit murung. Lingkaran hitam di bawah matanya dan juga mata yang sedikit sembab menandakan gadis itu masih suka menangis di malam hari."Seharusnya saya yang meminta maaf. Anak Ibu tidak salah jika dia marah-marah padaku, karena memang aku yang salah.""Jangan terlalu diambil hati ucapan kakakku, gadis kecil. Dia memang begitu, tapi sebenarnya hatinya baik, kok," sahut Haris yang mendapatkan tatapan heran dari sang mama."Jangan panggil aku gadis kecil, aku sudah dewasa meskipun tubuhku sedikit mungil," ucap Nadya yang mulai keluar sisi cerewet dalam dirinya.Salma mengulas senyum tipis. M
Perempuan bernama Maya dan adiknya yang bernama Haris itu kini telah sampai di sebuah restoran ternama. Kedatangan mereka telah dinantikan oleh kedua orang tua mereka meskipun salah satunya hanyalah orang tua sambung."Kenapa lama sekali? Dan kenapa wajah kamu begitu, May?" tanya bu Anis yang mendapati anak perempuannya datang dengan wajah masam.Maya menyibak rambut panjangnya yang tergerai, memperlihatkan daun telinga yang ditutupi perban kecil. Bu Anis langsung khawatir mendapati anaknya terluka."Astaghfirullah, kenapa itu?""Ini gara-gara anak trining, Ma. Tadi aku ke salon, eh gak tahunya si pemilik salon malah nyuruh anak trining buat ngehandel aku. Dan ini hasilnya, kuping aku kena catokan.""Tapi itu gak apa-apa, kan?" tanya bu Anis masih tampak khawatir."Gak apa-apa, Ma. Tadi cuma dikasih salep sama dokternya dan ditutup perban biar salepnya gak nempel di rambut." Bukan Maya yang menjawab, melainkan Haris.Har
"Hei, Mas! Kamu ngapain sih, disini?"Amar nyaris saja memukul Ayu karena sudah berhasil mengagetkannya."Kamu ngagetin aja! Hampir aja aku ketahuan."Amar menarik tangan Ayu menjauh dari restoran. la tak ingin Salma menyadari keberadaannya."Lagian, kamu ngapain nungging-nungging disitu ?""Aku mau cari bukti dan aku sudah mendapatkannya. Nih!" Amar menyodorkan ponsel jadul milik sang ibu kepada Ayu."Mbak Salma kenapa bisa sama dokter ganteng?" pekik Ayu terkejut. Ia memang belum tahu jika Salma dekat dengan Rega. Dokter ganteng yang sempat mencuri perhatiannya."Dokter ganteng, dokter ganteng. Gantengan juga aku."Ayu mencebikkan bibirnya. Memang, jika dilihat, Amar tak kalah tampan dari Rega. Tapi tentu saja Ayu tak hanya melihat rupa tapi juga harta."Ganteng kalau kere juga buat apa, Mas? Inget, ya, pokoknya setelah ini kamu harus cari kerja lagi. Yang gajinya gede pokoknya. Aku gak mau hidup
Rega dan Salma membiarkan Nadya untuk beristirahat. Mereka berdua kini sedang berbincang di teras rumah Salma."Kasihan Nadya. Satu-satunya keluarga yang dia punya sekarang hanyalah mas Amar. Tapi, melihat dia memperlakukan Nadya dengan kasar, aku merasa sangai jika harus menyerahkan Nadya kembali padanya ," ucap Salma merasa sedih."Laki-laki bernama Amar itu memang sudah tak waras mungkin. Sudah berselingkuh, berani menyakiti kamu, dan sekarang adiknya pun disakiti.""Itu semua sudah menjadi pilihannya. Dulu,pernikahan kami baik-baik saja. Dia adalah laki-laki penyayang. Tapi, semua berubah saat aku tahu dia bermain curang di belakangku dengan adikku sendiri. Dan dari kejadian itu pula aku baru mengetahui jika aku bukan saudara kandungnya. Ibu yang selama ini aku anggap ibu kandungku, ternyata bukan. Pasntas saja perlakuannya padaku dan jug adikku itu begitu berbeda." Salma menundukkan kepalanya. Memandangi kuku-kukunya yang telah dicat berwarn
Tanpa dipersilakan, Amar kemudian membuka pintu gerbang rumah Salma. Salma merasa sedikit was-was, namun tidak mencegah Amar untuk masuk semakin dalam ke halaman rumahnya. Ja ingin memberikan kesempatan bagi Amar jik ingin berbicara dengan sang adik.Kalaupun Nadya menolak untuk ikut bersama Amar, Salma tentu tak bisa memaksa. Dan jika Nadya memutuskan untuk kembali bersama Amar, Salma jug akan dengan senang hati melepasnya."Dimana dia?"Amar hendak menerobos masuk, tapi tanganSalma buru-buru mencegah tubuh Amar untuk terus melangkah."Tunggu disini saja, aku akan panggilkan."Di dalam, Salma mendapati Nadya hanya duduk di atas ranjang sembari memeluk lututnya. Sejak kemarin, anak itu hanya terus mengurung diri di kamar. Keluar hanya untuk membersihkan diri dan makan, lalu mencuci bekas piringnya sendiri."Nad, ada mas Amar di depan. Katanya mau ketemu kamu," ucap Salma hati-hati.Nadya mendongakkan kepalanya.
Tidak ada yang bisa Ayu dan Amar lakukan di rumahnya. Mereka berdua sama-sama tak memiliki uang. Berbaring bersama di atas ranjang dengan dengkuran halus dari mulut Amar yang sedikit terbuka.Ayu kesal. Jika tahu begini, lebih baik ja kabur ke rumah ibunya saja yang ada di kampung. la lapar, tapi saat mengecek ke dapur, ia hanya menemukan beras yang hanya tinggal satu kaleng kecil dan juga sayuran yang sudah layu di dalam kulkas."Sial! Punya suami kere begini, mimpi apa aku!" gerutunya. Ia pun bangkit dan mau tak mau harus memasak beras yang mungkin hanya cukup untuk mereka makan berdua satu kali.Untuk lauknya, Ayu punya ide bagus agar ia tak hanya makan dengan sayuran layu saja. Setelah memasak nasi dengan bantuan penanak nasi otomatis, ia bergegas pergi ke warung nasi dekat rumah mertuanya itu."Mbak, saya pesan ayam bakarnya satu potong sama telur dadar, ya. Dibungkus."Si penjual pun tanpa curiga langsung membungkus lauk yang Ayu mi
"Bu Anis?"Suara Salma menarik kembali bu Anis dari lamunan. Memori kelam ketika ia kehilangan suaminya dan juga memori indah saat ia pertama kali masuk ke dalam kehidupan seorang Suseno Atmadja bercampur jadi satu."Ini silakan diminum, Bu. Apa anda baik-baik saja? Maaf, karena sedari tadi saya melihat Bu Anis sepertinya tengah melamun," ucap Salma lagi.Mendengar tutur lembutnya, mata bu Anis kembali terasa panas. Sekuat tenaga ia berusaha agar air matanya tak meluncur bebas meski sedari tadi rasanya sudah menggenang di pelupuk mata."Jeng Anis baik-baik saja? Apa sedang kurang sehat?" timpal bu Lina. Ia juga melihat teman baiknya seperti tengah tak baik-baik saja.Bu Anis mencoba menampilkan senyuman agar semuanya tak curiga terhadapnya. Ia juga tak ingin terlihat rapuh di depan orang-orang."Ah, saya tidak apa-apa, Jeng Lina, Salma. Mungkin hanya kelelahan karena tadi pagi harus menemani suami saya menemui beberapa kolega,"
Bu Anis mengerjap-ngerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Bau menyengat khas rumau sakit menggelitik hidungnya hingga ia buru-buru membuka mata.Benar saja, kini dirinya tengah berada di dalam sebuah bilik. Ia berbaring di atas brankart sempit dengan punggung tangan yang tertusuk jarum infus. Bu Anis mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum ia kehilangan kesadaran.Seketika ia terlonjak saat memori buruk tentang kejadian beberapa saat lalu kembali berputar dalam ingatan. Pipinya tiba-tiba tersa basah. Badan bu Anis sedikit bergetar.Ia terkejut saat gorden yang mengelilingi tempat tidurnya disibak perlahan. Rupanya seorang perawat masuk untuk menghampirinya."Syukurlah anda sudah sadar, Bu. Apa ada keluhan, Bu?" tanya perawat yang usianya sepertinya tak jauh dari bu Anis."Suami saya dimana, Sus? Saya tadi ditabrak mobil dengan suami saya. Dimana dia sekarang?"Sebenarnya bu Anis masih merasa pusing dan tubuhnya pun terasa lemas. Tapi satu y
"Jeng Anis, ayo! Kenapa jadi bengong disitu?" tegur bu Lina yang melihat temannya itu justru terdiam sembari menatap ke belakang, tepatnya ke arah bu Asih tadi pergi."Eh, iya Jeng Lina."Rega yang lebih dulu mengucap salam. Salma yang tadi hendak masuk ke dalam kamar pun urung. la kembali ke depan untuk menemui ketiga tamunya."Mas Rega? Ada Tante Lina sama Bu Anis juga?" Salma menyalami satu persatu tamunya. la pun mempersilahkan ketiganya untuk duduk di atas sofa meski di ruang tamu itu sudah terbentang karpet halus bermotif untuk persiapan acara tahlilan nanti."Salma, kami turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas kepergian mertua kamu, ya," ucap bu Lina membuat obrolan.Salma sendiri sebenarnya heran, bagaimana mereka bisa tahu jika ibu mertuanya baru saja meninggal. Padahal, ia juga tak memberitahu Rega akan hal ini. Sedangkan bu Anis yang lebih dulu tahu dari dua orang lainnya masih terdiam.Bu Anis masih meyakinkan diri jika yang dilihatnya tadi memang benar-benar bu Asih
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.