“Bukankah biasanya makhluk seperti kalian, tidak bisa menyantap makanan buatan manusia?” tanya Cologne yang merasa heran melihat Berlin menyukai makanan buatan manusia.
“Kau hanya dipengaruhi oleh cerita novel. Kami ini pemakan segalanya, bahkan kami bisa memakan satu sama lain,” jelas Berlin.Cologne melirik ngeri ke arah Berlin.
Berlin yang mengerti maksud lirikan mata dari Cologne langsung mengoceh, “Kenapa baru merasa takut sekarang? Bukankah sebelumnya kau tampak meremehkan diriku?” cibirnya.Cologne mendesah menatap Berlin dengan datar kemudian membalas cibirannya, “Sejak awal kehadiranmu itu sangat tidak kuharapkan,” keluhnya kecewa. Setelah mengeluh ia kembali fokus pada menu sarapannya.“Dan dari awal juga aku sangat tidak ingin bertemu dengan manusia bodoh sepertimu!” kata Berlin tidak mau kalah juga. Iblis itu kemudian merampas roti dari piring Cologne dan membuat laki-laki berteriak-teriak seperti orang kesetanan.“KEMBALIKAN SARAPANKU IBLIS SIALAAAAN!” teriak Cologne kesetanan.***
Di Kamar
Cologne mengambil jaketnya dari gantungan baju lalu langsung memakainya dengan cepat. Cologne berencana untuk menemui orang tua dari sahabatnya yang telah tiada. Sudah lama ia tidak menjenguk Tuan Ash.“Kau mau kemana?” tanya Berlin yang tiba-tiba saja muncul dari belakang tubuh Cologne. Tampaknya iblis itu senang sekali untuk menguntit orang lain.Cologne yang sudah terbiasa mendapati Berlin muncul secara tiba-tiba di sekitarannya kini sudah merasa tidak terlalu terganggu lagi dengan kehadirannya. Meskipun jelas Cologne merasa sangat benci dengan kehadiran sosok iblis tersebut yang terkesan mengikutinya kemana saja.“Bukan urusanmu!” kata Cologne dengan acuhnya. Laki-laki itu kembali fokus membenarkan jaketnya sembari memperhatikan penampilannya di pantulan cermin.“Ingin pergi berkencan? Atau ingin menarik wanita-wanita dewasa di luar sana?” goda Berlin pada Cologne.
Mendengar godaan Berlin, Cologne benar-benar ingin sekali melemparkan setumpuk pakaian kotornya yang berada di keranjang ke arah iblis tersebut.“Jaga mulutmu!” seru Cologne kesal.Cologne kemudian pergi meninggalkan Berlin dan keluar dari kamarnya. Dia tahu betul bahwa tidak ada gunanya meladeni mulut iblis bernama Berlin tersebut. Karena jelas setiap perkataan atau pembelaan yang ia lakukan pada dirinya sendiri hanya akan berakhir menjadi ejekan sarkas oleh Berlin yang membuat dirinya menjadi merasa tertindas secara verbal.“Wow dia benar-benar sensitif sekali,” gumam Berlin lalu mulai menghilang secara perlahan-lahan.***
Lingkungan Gereja Santo Borteleus
Saat ini Cologne tengah berkunjung ke rumah ayah angkat dari sahabatnya yang telah tiada. Cologne masih sangat ingat betul bahwa sahabatnya itu dibesarkan di lingkungan gereja. Tidak mengherankan karena itu Heilige tumbuh menjadi pribadi yang sangat santun dan memiliki etika yang sangat bagus. Setiap kali mengingat Heilige, Cologne selalu ingat bahwa sahabatnya itu memang dilahirkan untuk memiliki hati yang baik seperti malaikat. Meskipun naas dirinya telah meninggal dengan cara tragis.Cologne tanpa sadar telah melamun cukup lama di luar sampai-sampai ia nyaris lupa untuk mengetuk pintu rumah.“Tidak berubah rupanya …. ” gumamnya dengan suara pelan. Dia masih mendapati hunian kecil yang berdiri tepat di samping gereja tersebut masih terlihat bagus dan kokoh. Tampaknya Tuan Ash selalu berusaha menjaga kediamaannya dengan sangat baik.TOK TOK TOK“Permisi, Tuan Ash,” panggil Cologne dari luar. Pemuda itu tengah memanggil-manggil sang pemilik rumah.KRIEEETTerdengar deritan suara pintu terbuka dan menampilkan sosok pria berusia 50 tahun dengan pakaian sederhana berwarna hitam. Pria itu memiliki penampilan yang rapi dan sederhana. Tuan Ash selalu terlihat bersahaja meskipun penampilannya terlihat begitu sederhana.Tuan Ash tersenyum. “Cologne, sudah lama kau tidak berkunjung kemari,” ucap Tuan Ash ramah menyambut kedatangan Cologne. “Masuklah nak, tidak baik terlalu lama berada di luar,” ujar Tuan Ash mempersilakan Cologne untuk masuk ke dalam rumahnya.Cologne tersenyum ramah dan mengikuti pria tersebut untuk masuk ke dalam hunian sederhananya.***
Ruang Tamu
Tuan Ash menyajikan teh hitam serta beberapa camilan kue kering sederhana untuk ia sajikan pada tamunya tersebut.“Kau sehat-sehat saja nak?” tanya Tuan Ash ragu begitu mendapati luka di bagian kepala Cologne.Cologne tersenyum masam. “Ah iya mungkin ... tapi sejujurnya ada sedikit bagian tubuhku yang terasa masih sedikit sakit. Tuan tahu, tempo hari aku mengalami sedikit kecelakaan yang kurang menyenangkan,” jawabnya dengan jujur.Tuan Ash melirik ke arah kepala pemuda tersebut dan menemukan kapas serta plester yang menempel di ujung dahi pemuda tersebut. Terlihat juga sedikit bekas luka yang sudah mengering di sana."Jangan memaksakan dirimu kalau kau masih merasa sakit nak. Tapi aku bersyukur lukamu tampaknya sudah mulai memulih dengan baik.” Tuan Ash kemudian duduk di sofa yang saling berhadapan dengan Cologne.Cologne tersenyum kecut. Sejujurnya luka di kepalanya itu masih tergolong parah sebelumnya. Hanya saja ia sudah meminta bantuan secara paksa pada Berlin untuk membantunya mengobati sedikit lukanya itu. Dan beginilah hasilnya saat ia meminta bantuan pada iblis, lukanya itu benar-benar tidak disembuhkan dengan benar.“Tuan sendiri bagaimana?” tanya Cologne. Dia sedikit mengkhawatirkan bagaimana keadaan serta kesehatan pria berusia 50 tahun itu setelah kehilangan putra angkatnya tersebut.Tuan Ash menghela nafas panjang lalu menatap lurus ke depan kemudian sedikit terlihat raut wajahnya yang sedih. “Aku tidak bisa berbohong bahwa aku merasa sangat kehilangan putraku. Dan ada beberapa bagian dalam diriku yang menjadi sedikit berubah sekarang.”Cologne meneguk air liurnya dengan paksa. Jelas ia merasa bersalah atas kematian sahabatnya tersebut. “Aku benar-benar ingin minta maaf soal itu,” cicit Cologne. Dia tahu tujuannya kemari bukan karena ingin mengungkit-ungkit kembali soal kematian sahabatnya itu melainkan untuk mengunjungi Tuan Ash sekaligus menghiburnya.Tuan Ash tertawa, “Hahaha ... kenapa harus minta maaf, Cologne? Kau sudah melewati banyak hal yang lebih berat dariku. Aku tahu betul 6 bulan, kau terus mengurung dirimu dan menjauhi dunia luar karena rasa bersalahmu pada Jo. Nak, dengar aku sama sekali tidak akan pernah menyalahkanmu atas kematian Jo, justru akulah yang merasa sangat berterima kasih padamu karena kau adalah orang yang selalu terus bersama dengan Jo sampai akhir hayatnya. Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri,” pinta Tuan Ash dengan tulus. Pria tersebut kemudian merangkul Cologne penuh dengan kasih sayang, pria itu berharap rangkulannya tersebut dapat memberi sedikit rasa tenang untuk pemuda tersebut.Cologne tersenyum tipis. Setelah rangkulan Tuan Ash lepas, pemuda itu kemudian mengeluarkan sebuah toples berisikan kacang almond yang merupakan kudapan ringan kesukaan dari almarhum sahabatnya tersebut.“Aku harap Tuan sedikit menyukainya.” Cologne memberikan toples tersebut pada Tuan Ash.Tuan Ash menerima Tople tersebut dengan senang hati. Melihat isi toples tersebut, membuat Tuan Ash kembali teringat bagaimana putra angkatnya tersebut akan tersenyum sumringah saat menerima bingkisan kacang almond seperti ini.“Dia benar-benar akan merasa senang dan bisa melupakan jadwal makannya sendiri jika ia mendapatkan bingkisan seperti ini,” kenang Tuan Ash. Dia ingat Heilige atau yang kerap kali ia panggil Jo sebagai nama panggilan kesayangannya itu, selalu nyaris melewatkan waktu-waktu makannya hanya karena kacang almond yang selalu terisi penuh di dalam mulutnya. Bisa dibilang kacang almond itu seperti candu untuk Jo.Setelah mengobrol hampir selama dua jam, Cologne ingin pamit untuk pulang ke rumahnya.“Ah, benar-benar sangat menyenangkan setiap kali mengobrol dengan Anda. Rasanya sedikit beban di hatiku ini telah terangkat,” ucap Cologne dengan jujur.Tuan Ash tersenyum. “Kalau begitu sering-seringlah datang kemari. Aku juga sangat berterima kasih karena kau sudah mau datang kemari untuk mengunjungi orang tua yang kesepian ini,” kata Tuan Ash yang menyelipkan sedikit candaan di sana.“Akan aku usahakan.” Cologne bangkit berdiri dari sofa yang diikuti juga oleh Tuan Ash yang mengetahui bahwa pemuda itu sebentar lagi akan pulang. “Terima kasih, Tuan Ash untuk jamuannya. Aku akan pulang,” ucap Cologne sembari meraih jaketnya yang ia sampirkan di sofa milik Tuan Ash.Tuan Ash mengangguk dan mengantarkan pemuda tersebut sampai di depan pintu rumahnya. Namun sebelum melihat pemuda itu benar-benar p
Berlin yang mendengarkan suara tersebut langsung mendongkak. Dan setelah berhasil melihat sosok tersebut lebih jelas, Berlin merasa semakin kesal. "Kenapa baru muncul sekarang?" tanyanya ketus. Sosok tersebut yang tak lain tak bukan adalah arwah dari Heilige Potsdam atau Jo yang merupakan sahabat Cologne yang telah tiada. "Hahaha ... kau terlihat sangat frustasi hanya karena berbicara dengannya." Jo tidak bisa menahan tawanya saat mendapati Berlin terlihat begitu frustasi hanya karena menghadapi sahabatnya tersebut. "Sialan kau!" maki Berlin. Jo menghentikan tawanya lalu menatap Berlin dengan tatapan sendu khas miliknya. "Kau, apakah kau bisa menyanggupi janjimu untuk menjaga Cologne?" tanyanya dengan suara yang kecil. Tentu saja dia tahu ini merupakan pilihan buruk ketika menitipkan sahabatmu pada sesosok iblis. Berlin mendengus,
Cologne ingin protes namun dirinya langsung sadar bahwa saat ini ia melihat banyak kerumunan orang seperti di kantor pada umumnya.Apa-apaan ini? jerit Cologne dalam hatinya. Pemuda itu takut kalau Berlin benar-benar sudah mengirimkan dirinya ke kantor saat ini juga.“Oh, Cologne kau datang cepat sekali. Apa kau baru saja menggunakan jasa terbang Superman? Hahaha … kawan aku tahu kau pasti sudah sangat merindukan pekerjaanmu,” ujar seseorang yang tiba-tiba muncul di samping pemuda tersebut.Cologne nyaris terkena serangan jantung. Saat menyadari bahwa dirinya benar-benar dikirimkan ke kantornya oleh Berlin. Pemuda itu langsung memukul-mukulkan kepalanya sendiri ke lantai.“Astaga Cologne, apa kau baik-baik saja?” tanya Eden yang merupakan senior Cologne di kantornya sekaligus orang yang menelepon dirinya sebelumnya.Tidak hanya Eden saja yang merasa heran sekaligus terkejut dengan aksi beringa
Tidak,” jawabnya dengan singkat.Eden mengerutkan keningnya. Apa dia tidak salah dengar? Cologne yang sebelumnya selalu sukses dalam menangani beberapa kasus sulit. Tiba-tiba saja menjadi berubah drastis seperti ini. Terlihat sama sekali tidak ada niat untuk bekerja.“Kau ini kenapa jadi seperti ini? Apa sekarang kau benar-benar berpikir untuk resign?” keluh Eden. Laki-laki itu merasa putus asa saat melihat kelakuan Cologne yang tampak ogah-ogahan dalam menangani kasus.“Ck. Sifat pesimismu itu selalu saja terlihat menyebalkan. Ambil ini!” Cologne melemparkan catatan ke arah Eden dengan wajah kesal. “Sekarang giliran timmu yang bekerja!” tandasnya.Eden mengambil catatan tersebut lalu membaca isinya. Laki-laki itu kemudian mencoba untuk menghubungi timnya dan meminta untuk melacak sebuah tempat yang sesuai dengan catatan diberikan oleh Cologne.Cologne melirik sinis ke arah Eden. “Kalau kau p
“PERSETAN AKU TIDAK PERCAYA DENGANMU!”Cologne yang sudah kehabisan rasa kesabarannya kemudian langsung melancarkan pukulan Oi-Zuki-Chudan yaitu pukulan yang mengarah ke perut atau ulu hati. Katakanlah saja bahwa pemuda itu memang berada di level pemula dalam bela diri taekwondo namun tidak berlaku dalam bela diri karate.Begitu mendapatkan serangan tersebut Tuan Margot langsung mengalami muntah-muntah selayaknya ibu hamil. Pria itu jatuh terkapar di atas lantai dan langsung membuat anak buahnya menjadi merasa ketakutan sekaligus panik.Filip yang merupakan salah satu anak buah Tuan Margot langsung mendatangi pria tersebut dan membantunya.Dengan wajah masam Cologne kembali bertanya pada pria tersebut, “Apa kau masih belum ingin memberikan informasinya padaku?” tanyanya dengan wajah seram.“Uhuk … uhuk … uhuk … baiklah aku akan memberitahukanmu. Sebenarnya ada seorang pria yang
Di Dalam Mobil PenculikCologne yang sebelumnya berada di mobilnya sendiri kini telah berpindah ke dalam mobil si pelaku penculikan anak.Berlin rupanya telah memindahkan Cologne ke dalam mobil Si Penculik. Iblis itu sebenarnya merasa gemas karena melihat Cologne terlalu lama untuk mengejar si pelaku penculikan karena itu ia berniat untuk membantunya sekaligus guna mendapat hiburan.“Hah? Siapa kau?!” jerit Si Penculik yang terkejut mendapati seorang pria asing masuk ke dalam mobilnya secara tiba-tiba.“Kau tidak perlu tahu itu!” seru Cologne sembari melancarkan serangan ke arah Si Penculik. Dengan cepat pemuda itu melumpuhkan Si Penculik dan membuatnya langsung tak sadarkan diri. Setelah melumpuhkan Si Penculik, Cologne langsung mengambil alih setir mobil yang ia rasa aneh.Berlin yang melihat aksi dari Cologne tersebut merasa tidak terlalu terpukau.“Kau benar-benar terlihat tidak keren
Cologne dengan langkah terburu-buru mencoba menghindari Eden dan pergi meninggalkan begitu saja. Dan sementara itu Eden yang masih berdiri di tempatnya merasa heran dengan sikap aneh yang ditunjukkan oleh juniornya tersebut.“Apa ini memang pertanda bahwa aku harus melakukan pembersihan (penyucian) di kantor?” gumam Eden pada dirinya sendiri. Laki-laki itu berpikir bisa saja kantornya akhir-akhir ini menjadi tempat perkumpulan dari berbagai arwah gentayangan sehingga membuat orang-orang yang bekerja di sana menjadi ‘ketempelan’.***Halte BisSetelah menyadari uangnya tidak cukup untuk membayar taksi. Mau tidak mau Cologne terpaksa menggunakan bis untuk pulang ke rumahnya.“Kalau kau menolak tawaran Eden. Kenapa kau juga masih menolak tawaranku? Kau hanya merepotkan dirimu sendiri bodoh. Aku bisa langsung memindahkanmu ke rumah,” omel Berlin yang kini berdiri tepat di samping tubuh Cologne.
Hujan saat ini turun dengan sangat deras. Cologne yang baru saja keluar dari kantornya langsung membuka payung miliknya. “Bukankah ini sangat menyebalkan, cih aku benci hujan,” keluh Cologne berbicara pada dirinya sendiri. Laki-laki itu kemudian berjalan melewati tetesan air hujan yang membasahi payungnya.***Sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya. Cologne sama sekali tidak tertarik dengan keadaan sekitarnya. Pemuda itu hanya sibuk menatap lurus ke depan dan di kepalanya pun hanya terpikirkan rumah dan kasur yang hangat.Dan di tengah rasa ketidakpedulian pada sekitarannya itu. Cologne tiba-tiba saja berhenti berjalan. Pemuda itu menemukan seekor kucing kecil berwarna putih yang kebasahan.Apa peduliku soal ini? Toh kalau tidak ada yang memungutnya paling dia juga ujung-ujungnya akan mati, kata Cologne dalam hatinya.Dia benar-benar bersikap acuh dan sama sekali tidak peduli pada keberadaan makhluk malang yang ber