DOR
Cipratan darah mengenai wajah Cologne. Dengan tubuh bergetar hebat, Cologne mencoba untuk menatap ke arah depan."Tidak ... tidak ... mungkin .... " Cologne langsung terjatuh begitu mendapati sahabatnya telah merengang nyawa di depan matanya.Cologne yang masih belum bisa menerima kematian sahabatnya terus mengguncang-guncang tubuh sahabatnya tersebut. "HEILIGE POTSDAM! BANGUN … BANGUN … BANGUN!" raungnya. Dia terus mencoba membangunkan sahabatnya yang telah tiada tersebut."Mau dibangunkan, berapa kali pun juga dia tidak akan pernah bangun," bisik seseorang di telinga Cologne.Cologne langsung merinding. Begitu ia mendengarkan suara bisikan tersebut."Lihatlah sahabatmu sudah meninggal dan semua itu berkat ulahmu, kau harus menebusnya," ujar suara misterius itu terdengar semakin nyaring.Cologne yang merasa ketakutan sekaligus kacau benar-benar merasa frustasi. Pada akhirnya dia hanya bisa, meneriaki suara misterius tersebut, "Siapa kau? Keluarlah sekarang juga!" teriak Cologne.Setelah Cologne berteriak. Tiba-tiba saja, muncul sosok ular raksasa dengan sayap seperti seekor naga.Cologne ketakutan setengah mati begitu ia melihat sosok dari suara misterius tersebut."Tidak ingin melarikan diri?" goda monster tersebut sembari menyeringai lebar.Cologne tidak tahu harus berbuat apa. Pada akhirnya ia memutuskan untuk membawa tubuh Heilige bersamanya. Dan ketika, ia akan mencoba membawa tubuh sahabatnya tersebut. Cologne amat terkejut, begitu mendapati tubuh Heilige, kini hanya tersisa bagian tengkoraknya saja."Heiligeeee!" jerit Cologne lemas. Kini semua tenaganya telah lenyap begitu saja, ketika mendapati tubuh sahabatnya tersebut hanya tersisa tulang-belulang saja.Monster itu tertawa puas. Dia lalu turun ke bawah, menapakkan kakinya yang mirip seperti kaki milik manusia normal pada umumnya."Neraka sudah menunggumu. Ikutlah bersama denganku ke neraka!" Monster itu kemudian menangkap Cologne sekaligus mencekiknya dengan menggunakan ekor miliknya.Cologne tidak bisa bergerak dan hanya bisa pasrah. Sebentar lagi, monster itu benar-benar akan membawa jiwanya ke neraka.***"Hei, Manusia Sialan cepat bangun!" sosok bayangan hitam itu melayang-layang di atas tubuh Cologne.Tidak ada balasan dan tampaknya pemuda bernama Cologne itu masih belum terbangun juga. Bahkan laki-laki itu terus meracau tidak jelas dalam tidurnya."Cih. Pantas saja manusia, mudah sekali terkena godaan 'Si Pemalas' itu." Bayangan itu menjentikkan jarinya sekali. Dan tiba-tiba saja muncul kobaran api, membakar selimut milik Cologne."Verdammt, du Teufel!" umpat Cologne. Dia langsung bangun dan melemparkan selimutnya ke sembarang arah."Bangun juga akhirnya, kau pemalas," ujar Bayangan tersebut dengan lega.Cologne menunjukkan jari tengahnya, pada bayangan tersebut. "Kau ingin membangunkanku di neraka! Itu maksudmu, bukan?" Cologne kemudian mengambil selimutnya. Selimut itu tidak benar-benar terbakar. Namun efek panas dan kobaran tadi bukanlah ilusi semata karena dirinya bisa benar-benar merasakan sensasi panas terbakar oleh api."Kalau kau berpikiran seperti itu, aku benar-benar senang. Tapi untuk sementara, aku akan menahan diri." Bayangan tersebut kemudian terbang melewati Cologne. Lalu ia membuka pintu kamar Cologne.Cologne yang melihat aksinya itu, lalu lantas berkata seperti ini padanya, "Cih, makhluk halus sepertimu bisa-bisanya membuka pintu," ledek Cologne.Bayangan itu tampak acuh saja. Dia lalu mendorong tubuh Cologne untuk segera keluar dari kamarnya. "Cepat siapkan sarapan untukku!" perintahnya.Cologne mendecak sebal, "Ck. Pakai saja sihirmu itu!" Dia menunjuk ke arah bayangan tersebut dengan perasaan kesal sekaligus tidak terima.Bayangan itu berputar-putar, lalu mendarat tepat di hadapan Cologne. "Dagingmu itu tampaknya terlihat enak juga, meskipun aku lebih suka menyantap jiwa manusia tapi tampaknya, aku sama sekali tidak bisa membiarkan daging sedap sepertimu untuk tetap terus mengoceh di depanku."Cologne menelan air liurnya sendiri dengan paksa. Ia lalu berbalik dan segera pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan.Melihat Cologne telah pergi. Bayangan tersebut tertawa puas, "Hahaha … senang sekali rasanya, mengerjai Manusia Sialan itu, hahahaha .... " Setelah puas mentertawakan Cologne, bayangan tersebut lantas menghilang begitu saja.***Di Ruang Makan
“Begini-begini juga, aku itu sangat membantumu rupanya,” ujar Bayangan itu sembari melayang-layang di depan mata Cologne. Dia memainkan sebuah apel busuk di tangannya.“Kau selalu membuatku merasa rugi,” keluh Cologne sembari mengoleskan mentega ke atas roti tawar miliknya.“Rugi? Kenapa? Hei aku sudah berbaik hati, mau membantumu,” katanya tidak merasa bersalah sama sekali. Bayangan itu masih melayang-layang di atas sana dan sesekali tersenyum nakal. Dia sama sekali tidak mau memikirkan, mengenai kesulitan yang dialami oleh lawan bicaranya tersebut.BRUAK“Inilah alasan mengapa aku tidak mau, bernegosiasi dengan iblis! Kepalaku itu hampir pecah karena ulahmu!” Pria itu benar-benar merasa marah. Dia mengomel sembari mengacung-acungkan pisau roti miliknya.“Santai saja. Hei, kau terlalu berlebihan! Buktinya kepalamu tidak bocor.” Bayangan itu tampak santai dan tidak mempermasalahkan kejadian tempo hari.Mendengar ucapan lawan bicaranya seperti itu, benar-benar membuat Cologne naik pitam. “Kau buta?! Lihat kepalaku ini!” tunjuk Cologne ke arah kepalanya sendiri yang kini tengah terbalut dengan perban.“Santai … toh buktinya, kau tidak mati juga.” Bayangan itu kemudian, merubah apel busuk yang berada di tangannya menjadi segar kembali. Setelah merubah apel itu menjadi segar kembali, ia lalu memakannya dengan sangat lahap.“Cih dasar, makhluk asal neraka,” sarkas Cologne. Setelah melontarkan bahasa sarkasnya Cologne melirik sebentar ke arah bayangan. “Hei Pembuat Onar! Sebaiknya aku memanggilmu dengan nama panggilan apa?” Cologne merasa penasaran dengan panggilan apa yang bisa ia berikan untuk bayangan yang merupakan jelmaan iblis di depannya saat ini. Lagi pula sudah tidak terasa ia tinggal bersama iblis ini selama dua minggu lebih. Dan sampai sekarang juga, dirinya tidak pernah memanggil dengan jelas nama dari si iblis.Bayangan itu memandang datar ke arah manusia yang tengah bertanya nama panggilan dirinya tersebut. “Panggil saja aku Berlin,” katanya dengan acuh.Cologne mengerutkan dahinya. “Kenapa, kau memilih nama seperti itu? Seharusnya kau bisa, menggunakan nama yang lebih merujuk pada eksistensimu saat ini. Kau bisa menggunakan panggilan seperti Lucifer, Devil, atau semacamnya?""Karena sekarang aku tinggal di Jerman. Dan kebetulan juga sekarang aku tinggal di Berlin. Jadi aku mau, kau memanggilku dengan nama panggilan Berlin," ucap iblis itu santai.Cologne benar-benar tidak menyangka, bahwa iblis memiliki pemikiran seperti itu. Dia pikir, iblis yang satu ini akan menamai dirinya dengan nama yang sangat menyeramkan. Namun yang ia dapatkan malah justru kebalikannya. Apakah iblis yang satu ini adalah tipekal iblis yang tidak mau repot atau semacamnya Cologne benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikirnya yang terkesan sederhana tersebut. Dengan malas dirinya menatap ke arah iblis tersebut. "Terserah kau saja," ujarnya malas. Cologne kemudian menyodorkan sepiring Pretzel untuk Berlin. "Makanlah ini, aku lihat kau sangat menyukai kue ini bukan?" katanya menawarkan kue tersebut pada Berlin.Berlin tersenyum senang. Memang benar bahwa kue ini merupakan kue terenak yang pernah ia santap karena itu ia terlihat sangat gembira. "Hei manusia, ternyata kaum kalian juga cukup pandai untuk membuat makanan dengan rasa yang pas untuk iblis," puji Berlin kesenangan mendapatkan Pretzel dari Cologne.“Bukankah biasanya makhluk seperti kalian, tidak bisa menyantap makanan buatan manusia?” tanya Cologne yang merasa heran melihat Berlin menyukai makanan buatan manusia.“Kau hanya dipengaruhi oleh cerita novel. Kami ini pemakan segalanya, bahkan kami bisa memakan satu sama lain,” jelas Berlin.Cologne melirik ngeri ke arah Berlin.Berlin yang mengerti maksud lirikan mata dari Cologne langsung mengoceh, “Kenapa baru merasa takut sekarang? Bukankah sebelumnya kau tampak meremehkan diriku?” cibirnya.Cologne mendesah menatap Berlin dengan datar kemudian membalas cibirannya, “Sejak awal kehadiranmu itu sangat tidak kuharapkan,” keluhnya kecewa. Setelah mengeluh ia kembali fokus pada menu sarapannya.“Dan dari awal juga aku sangat tidak ingin bertemu dengan manusia bodoh sepertimu!” kata Berlin tidak mau kalah juga. Iblis itu kemudian merampas roti dari piring Cologne dan membua
Setelah mengobrol hampir selama dua jam, Cologne ingin pamit untuk pulang ke rumahnya.“Ah, benar-benar sangat menyenangkan setiap kali mengobrol dengan Anda. Rasanya sedikit beban di hatiku ini telah terangkat,” ucap Cologne dengan jujur.Tuan Ash tersenyum. “Kalau begitu sering-seringlah datang kemari. Aku juga sangat berterima kasih karena kau sudah mau datang kemari untuk mengunjungi orang tua yang kesepian ini,” kata Tuan Ash yang menyelipkan sedikit candaan di sana.“Akan aku usahakan.” Cologne bangkit berdiri dari sofa yang diikuti juga oleh Tuan Ash yang mengetahui bahwa pemuda itu sebentar lagi akan pulang. “Terima kasih, Tuan Ash untuk jamuannya. Aku akan pulang,” ucap Cologne sembari meraih jaketnya yang ia sampirkan di sofa milik Tuan Ash.Tuan Ash mengangguk dan mengantarkan pemuda tersebut sampai di depan pintu rumahnya. Namun sebelum melihat pemuda itu benar-benar p
Berlin yang mendengarkan suara tersebut langsung mendongkak. Dan setelah berhasil melihat sosok tersebut lebih jelas, Berlin merasa semakin kesal. "Kenapa baru muncul sekarang?" tanyanya ketus. Sosok tersebut yang tak lain tak bukan adalah arwah dari Heilige Potsdam atau Jo yang merupakan sahabat Cologne yang telah tiada. "Hahaha ... kau terlihat sangat frustasi hanya karena berbicara dengannya." Jo tidak bisa menahan tawanya saat mendapati Berlin terlihat begitu frustasi hanya karena menghadapi sahabatnya tersebut. "Sialan kau!" maki Berlin. Jo menghentikan tawanya lalu menatap Berlin dengan tatapan sendu khas miliknya. "Kau, apakah kau bisa menyanggupi janjimu untuk menjaga Cologne?" tanyanya dengan suara yang kecil. Tentu saja dia tahu ini merupakan pilihan buruk ketika menitipkan sahabatmu pada sesosok iblis. Berlin mendengus,
Cologne ingin protes namun dirinya langsung sadar bahwa saat ini ia melihat banyak kerumunan orang seperti di kantor pada umumnya.Apa-apaan ini? jerit Cologne dalam hatinya. Pemuda itu takut kalau Berlin benar-benar sudah mengirimkan dirinya ke kantor saat ini juga.“Oh, Cologne kau datang cepat sekali. Apa kau baru saja menggunakan jasa terbang Superman? Hahaha … kawan aku tahu kau pasti sudah sangat merindukan pekerjaanmu,” ujar seseorang yang tiba-tiba muncul di samping pemuda tersebut.Cologne nyaris terkena serangan jantung. Saat menyadari bahwa dirinya benar-benar dikirimkan ke kantornya oleh Berlin. Pemuda itu langsung memukul-mukulkan kepalanya sendiri ke lantai.“Astaga Cologne, apa kau baik-baik saja?” tanya Eden yang merupakan senior Cologne di kantornya sekaligus orang yang menelepon dirinya sebelumnya.Tidak hanya Eden saja yang merasa heran sekaligus terkejut dengan aksi beringa
Tidak,” jawabnya dengan singkat.Eden mengerutkan keningnya. Apa dia tidak salah dengar? Cologne yang sebelumnya selalu sukses dalam menangani beberapa kasus sulit. Tiba-tiba saja menjadi berubah drastis seperti ini. Terlihat sama sekali tidak ada niat untuk bekerja.“Kau ini kenapa jadi seperti ini? Apa sekarang kau benar-benar berpikir untuk resign?” keluh Eden. Laki-laki itu merasa putus asa saat melihat kelakuan Cologne yang tampak ogah-ogahan dalam menangani kasus.“Ck. Sifat pesimismu itu selalu saja terlihat menyebalkan. Ambil ini!” Cologne melemparkan catatan ke arah Eden dengan wajah kesal. “Sekarang giliran timmu yang bekerja!” tandasnya.Eden mengambil catatan tersebut lalu membaca isinya. Laki-laki itu kemudian mencoba untuk menghubungi timnya dan meminta untuk melacak sebuah tempat yang sesuai dengan catatan diberikan oleh Cologne.Cologne melirik sinis ke arah Eden. “Kalau kau p
“PERSETAN AKU TIDAK PERCAYA DENGANMU!”Cologne yang sudah kehabisan rasa kesabarannya kemudian langsung melancarkan pukulan Oi-Zuki-Chudan yaitu pukulan yang mengarah ke perut atau ulu hati. Katakanlah saja bahwa pemuda itu memang berada di level pemula dalam bela diri taekwondo namun tidak berlaku dalam bela diri karate.Begitu mendapatkan serangan tersebut Tuan Margot langsung mengalami muntah-muntah selayaknya ibu hamil. Pria itu jatuh terkapar di atas lantai dan langsung membuat anak buahnya menjadi merasa ketakutan sekaligus panik.Filip yang merupakan salah satu anak buah Tuan Margot langsung mendatangi pria tersebut dan membantunya.Dengan wajah masam Cologne kembali bertanya pada pria tersebut, “Apa kau masih belum ingin memberikan informasinya padaku?” tanyanya dengan wajah seram.“Uhuk … uhuk … uhuk … baiklah aku akan memberitahukanmu. Sebenarnya ada seorang pria yang
Di Dalam Mobil PenculikCologne yang sebelumnya berada di mobilnya sendiri kini telah berpindah ke dalam mobil si pelaku penculikan anak.Berlin rupanya telah memindahkan Cologne ke dalam mobil Si Penculik. Iblis itu sebenarnya merasa gemas karena melihat Cologne terlalu lama untuk mengejar si pelaku penculikan karena itu ia berniat untuk membantunya sekaligus guna mendapat hiburan.“Hah? Siapa kau?!” jerit Si Penculik yang terkejut mendapati seorang pria asing masuk ke dalam mobilnya secara tiba-tiba.“Kau tidak perlu tahu itu!” seru Cologne sembari melancarkan serangan ke arah Si Penculik. Dengan cepat pemuda itu melumpuhkan Si Penculik dan membuatnya langsung tak sadarkan diri. Setelah melumpuhkan Si Penculik, Cologne langsung mengambil alih setir mobil yang ia rasa aneh.Berlin yang melihat aksi dari Cologne tersebut merasa tidak terlalu terpukau.“Kau benar-benar terlihat tidak keren
Cologne dengan langkah terburu-buru mencoba menghindari Eden dan pergi meninggalkan begitu saja. Dan sementara itu Eden yang masih berdiri di tempatnya merasa heran dengan sikap aneh yang ditunjukkan oleh juniornya tersebut.“Apa ini memang pertanda bahwa aku harus melakukan pembersihan (penyucian) di kantor?” gumam Eden pada dirinya sendiri. Laki-laki itu berpikir bisa saja kantornya akhir-akhir ini menjadi tempat perkumpulan dari berbagai arwah gentayangan sehingga membuat orang-orang yang bekerja di sana menjadi ‘ketempelan’.***Halte BisSetelah menyadari uangnya tidak cukup untuk membayar taksi. Mau tidak mau Cologne terpaksa menggunakan bis untuk pulang ke rumahnya.“Kalau kau menolak tawaran Eden. Kenapa kau juga masih menolak tawaranku? Kau hanya merepotkan dirimu sendiri bodoh. Aku bisa langsung memindahkanmu ke rumah,” omel Berlin yang kini berdiri tepat di samping tubuh Cologne.