"Kamu mau kan, sayang?"
"Tolong Oma ya sayang, Oma gak pengen punya cucu menantu selain Kamu. Oma cuman mau Kamu jadi cucu menantu Oma," kata Amara dengan memegang tangan Celindia.
Amara lalu terbatuk karena merasa lehernya yang kering, makin lama batuk wanita itu makin tak terkontrol. Keindra yang melihat itu dengan sigap keluar, lalu tak lama Keindra kembali dengan dokter di belakangnya.
Keluarga Pratama menyingkir termasuk Celindia, memberikan ruangan untuk dokter memeriksa kondisi Amara.
Setelah beberapa menit kemudian, dokter itu menatap Keindra dengan lamat. Keindra dan keluarga Pratama memang tidak keluar dari ruangan itu, dokter itu lalu mendekat dan memegang pundak Keindra.
"Maaf, tapi Saya enggak sengaja dengar pembicaraan Kalian tentang pernikahan. Saya pikir, tolong turuti saja permintaan terakhir Nyonya Amara."
"Permintaan terakhir?" tanya Rio, ada nada tak suka yang terselip di pertanyaan itu.
Dokter itu lalu menatap ke arah Rio, lalu mengangguk.
"Enggak ada yang tahu umur Nyonya Amara termasuk Saya, mungkin ini bisa jadi adalah permintaan terakhir Beliau."
****
Sekarang Rio, Alges, dan Keindra sedang berada di depan ruangan Amara, Celindia dan Kalana pergi ke kantin rumah sakit untuk membeli minuman.
"Di dunia ini, hanya Oma yang Saya punya." tiba-tiba Keindra bersuara.
Rio dan Alges masih diam, menunggu pria itu kembali bersuara.
"Orang tua Saya meninggal, Kakek pergi entah ke mana. Saya hidup dengan Oma dari kecil," lanjut Keindra.
"Saya mohon, bujuk Anak Om untuk mau menikah dengan Saya. Saya akan menjamin hidup Celindia, Saya sudah mempunyai perusahaan besar yang Saya dirikan sendiri. Om pasti tahu perusahaan Saya, Saya hanya ingin Oma Saya pergi tanpa beban."
Keindra menghela napas dengan kepala menatap lurus ke ruangan Amara, kondisi Wanita itu berstatus kritis. Dokter bahkan sudah angkat tangan tentang Amara.
"Dari dulu, Oma Saya selalu menyuruh Saya menikah. Tapi saat itu umur Saya masih terlalu muda untuk menikah, dan saat itu Saya juga masih sibuk dengan perusahaan Saya."
Keindra lalu menatap Rio. "Kalau Celindia setuju untuk menikah dengan Saya, Saya akan memberikan lima belas persen saham perusahaan Saya yang ada di Indonesia." kata Keindra serius.
Rio dan Alges saling menatap dengan raut terkejut, Alges menelan salivanya. Mereka tentu tahu bagaimana kejayaan perusahaan yang di dirikan oleh Keindra, mendapatkan saham dari perusahaannya tentu akan sangat menguntungkan.
Keindra Genanta Aldres, Ia lahir di Amerika. Wajahnya yang tidak sama sekali menggambarkan wajah asia sudah cukup jelas untuk membuktikan bahwa Ia bukan anak asia, namun saat peristiwa yang merenggut nyawa kedua orang tuanya, Ia harus tinggal di Indonesia bersama Amara.
Mereka tinggal di Indonesia dalam waktu yang cukup lama, setelah Keindra berusia cukup matang, pria itu memutuskan untuk membuka usaha di negara kelahirannya, Amerika. Amara sempat tinggal bersamanya di Amerika, namun kembali ke Indonesia.
Sampai Keindra yang terlalu sibuk, Ia tidak mengetahui kondisi Amara yang sudah sering sakit-sakitan. Ia memang mengirim beberapa orang terpercaya untuk menjaga Amara, namun Ia selalu saja lupa untuk menanyakan kabar Amara secara langsung.
Ia hanya menanyakan kabar Amara lewat anak buahnya, anak buahnya yang menjaga Amara hanya dari luar rumah tentu tidak tahu bagaimana kondisi wanita itu. Sampai beberapa bulan kemudian, Amara jatuh sakit dan di rawat di rumah sakit.
Sakitnya Amara membuat Keindra kembali ke Indonesia dan tinggal dalam waktu yang cukup lama, Ia juga mempunyai cabang perusahaan di Indonesia. Perusahaannya yang di Amerika Ia amanahkan kepada sahabat sekaligus orang kepercayaannya.
"Silakan bicarakan ini dengan Celindia, Saya mohon pertimbangkan omongan Saya tadi." kata Keindra menatap Rio dan Alges.
Tak lama Celindia dan Kalana datang dengan tas plastik yang berisi beberapa minuman botol, Kalana menyuruh Celindia membagikan minuman itu kepada ketiga pria yang hanya duduk diam di depan ruangan Amara. Celindia membagikan dua botol kepada Ayah dan Kakaknya, Ia lalu membagikan satu botol kepada Keindra.
Keindra menatap lama botol itu, lalu menerimanya dengan tatapan mengunci mata Celindia. Celindia yang salah tingkah akhirnya mengalihkan pandangannya.
"Celin udah bilang kalau Celin gak mau, Celin belum mau nikah, Pa, Ma." kata Celindia saat mereka memasuki rumah. "Celin," panggil Rio kepada anak gadisnya yang akan masuk ke kamarnya. "Sini, Papa mau ngomong." dengan gerakan malas, Celindia melangkah lalu duduk di samping Rio. Yang duduk di sofa itu adalah Celindia, Rio, dan Alges. Kalana pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam, Rio menghela napas lalu membuka suara. "Kamu gak heran kenapa Papa sama Abang pulang cepat?" Celindia mengerutkan keningnya, benar juga. Padahal tidak biasanya Ayah dan Kakaknya pulang di sore hari, paling cepat mereka pulang saat hari menjelang malam. "Emangnya kenapa, Pa?" "Perusahaan udah di ujung tanduk, saham Papa turun drastis." jawab Rio membuat Celindia terdiam kaku. "Klien-klien Papa banyak yang batalin kerja sama, Kita hampir bangkrut." "Ya terus apa hubungannya sama Ce
"Mama tunggu di meja makan ya, udah waktunya makan malam." Kalana lalu pergi dari kamar anaknya. Celindia terdiam setelah mendengar semua perkataan Kalana, sebenarnya bisa saja Ia hidup sederhana. Tapi mungkin keluarganya tidak bisa, dan perusahaan Papanya juga sudah hampir jatuh. Celindia tidak ingin menjadi anak dan saudara yang egois, tapi tidak dengan menikah. "Kenapa harus nikah juga sih," gumamnya pelan. Ia menghela napas, selama ini Rio dan Kalana tidak pernah memaksanya melakukan sesuatu. Mereka bahkan sangat memanjakan Celindia, kedua orang tuanya bahkan setuju saat Celindia memutuskan untuk bekerja di cafè dari pada membantu Alges di perusahaan. Ia lalu keluar dari kamarnya, saat sudah di ruang makan, Celindia melihat mereka sudah berkumpul tapi masih belum mulai makan. Mereka menunggu Celindia, ini juga salah satu hal yang Celindia sukai tapi kadang membuatnya kesal. Itu membuatnya yang te
Keindra mengecup dahi perempuan yang kini sudah berstatus istrinya, Keindra berkata bahwa ijob qobul tidak di buat meriah karena mengingat kondisi Amara yang semakin memburuk. Rio dan Kalana memaklumi, walau pun ada sedikit rasa sakit saat tahu pernikahan anak mereka tidak akan semeriah pernikahan orang lain. "Celin," panggil Amara dari brankarnya. Kini yang di ruangan itu tinggal keluarga Pratama, Keindra, dan Celindia yang sudah sah menjadi anggota keluarga Aldres. Celindia yang sedang duduk di sofa ruangan itu beranjak dan duduk di samping Amara, Amara memegang tangan cucu menantunya. "Makasih ya sayang, kamu udah mau kabulin permintaan terakhir oma." Celindia menggeleng, mendengar kata-kata Amara membuat perempuan itu sedikit emosional. "Bukan permintaan terakhir oma, karena oma akan sembuh." Amara tersenyum tipis. "Enggak salah oma pil
Celindia bangun dengan badan yang segar, walaupun terbilang kaya, Ia tidak pernah sekali pun menginap di hotel. Rio memang selalu mengajarkan anaknya hidup hemat, tidak ada yang tahu takdir akan membuat mereka jatuh atau terbang. Gadis itu mengedarkan pandangannya, Keindra tidak ada. Masih mengumpulkan nyawanya yang masih tertinggal di alam mimpi, Celindia memutuskan untuk bersandar di kepala kasur. CEKLEK Pintu terbuka menampilkan Keindra yang sudah mengganti pakaiannya dengan jaket hitam, Celindia menatap Keindra yang juga menatapnya datar. "Siap-siap, sedikit lagi kita berangkat." kata Keindra dingin. "Ha?" beo Celindia yang masih belum sadar. Keindra menatap tajam, Ia mendekati Celindia. Celindia yang akhirnya menyadari keadaan tersadar, Ia menatap awas Keindra yang berada di depannya.
Celindia turun dari mobil, Ia kembali mengagumi pemandangan di depannya. Sedari tadi, saat di mobil, gadis itu selalu berdecap kagum dengan kota Chicago. Ia sekarang tengah berdiri di depan rumah yang menjulang tinggi, sangat besar dan memiliki halaman yang luas.Tidak perlu bertanya lagi, Ia tahu ini pasti adalah rumah suaminya. Ia melangkah mengikuti Keindra memasuki rumah besar itu, sama seperti saat di rumah sakit, Ia kembali melihat orang-orang besar berpakaian hitam dan alat pendengar berkabel di telinga mereka.Bahkan ini lebih banyak dari yang di rumah sakit, lagi-lagi Celindia berdecap kagum. Ada sekitar sepuluh orang pelayan yang berpakaian rapi dan sama, berdiri di samping-samping diantara pintu besar rumah itu."Selamat Datang Tuan Aldres," sambut mereka dengan kompak.Melihat mereka yang membungkuk, spontan Celindia ikut membungkuk. Itu karena Celindia tidak biasa
Pagi harinya, Celindia sudah berkutat dengan perabotan dapur. Gadis itu berencana membuatkan sarapan untuknya dan untuk Keindra, omong-omong soal Keindra, ia belum melihat pria itu sejak kemarin saat Celindia di antar Meri ke kamar barunya.Beberapa pelayan sempat menghentikan Celindia untuk memasak, namun Gadis itu tetap memaksa untuk memasak sendiri. Ia bahkan tidak membiarkan Meri ikut membantunya, Celindia sekarang sedang mencoba menjadi Istri yang baik."Astaga!" ujarnya terkejut.Celindia di kejutkan oleh minyak kelapa yang memancar ke segala arah, Ia jadi lebih waspada. Rencananya Ia mau membuat nasi goreng khas Indonesia, makanan yang selalu Kalana masakkan untuknya dan keluarganya."Kenapa, Non?" Meri datang dengan terbirit-birit.Ia melihat Celindia yang maju-mundur di depan kompor elektronik berwarna putih itu, di atasnya terdapat wajan ya
Keindra turun ke lantai bawah rumahnya, karena hari libur, Pria itu memutuskan untuk bersantai di rumah saja. Ia mengedarkan pandangannya, tidak melihat keberadaan Celindia.Tidak mau memusingkan hal itu, Keindra melangkah ke samping rumahnya. Ia menggeser pintu kaca yang terdapat kolam berukuran cukup besar, Keindra yang sudah melepas kausnya yang hanya menyisakan celana pendek itu lalu menceburkan diri di dalam kolam itu.Ia berenang ke kanan dan ke kiri, para pelayan sekali-kali mencuri pandangan ke arah tuan mereka yang tampak masih betah di dalam kolam renang. Ada sekitar sepuluh orang pelayan yang berada di dalam rumah besar Keindra, tujuh dari mereka merupakan perempuan yang masih muda, dan sisanya adalah perempuan yang sudah berumur dan berkeluarga.Munafik jika mereka tidak mengakui kegagahan tuan mereka, melihat ketampanan Keindra saat pertama kali mereka bekerja saja sudah hampir membuat mere
"Air yang masuk ke dalam tubuhnya lumayan banyak, tapi untungnya enggak sampe ke paru-paru. Keadaannya juga udah membaik, tinggal nunggu dia sadar terus kasih dia makanan sama obat." Keindra mengangguk sebagai respon."Dia siapa sih?" tanya seorang pria yang tadi menjelaskan kondisi seseorang yang Ia periksa.Keindra menatap sekilas lalu beralih menatap Meri yang juga berada di kamarnya. "Buatin dia makanan," titahnya yang di angguki oleh Meri.Setelah kepergian Meri, pria yang tadi bertanya berdecap."Lo tuli apa gimana, ndra?""Bukan urusan lo," kata Keindra datar."Mending lo keluar, Jordan," suruh Keindra menatap tajam pria yang bernama Jordan yang tak kunjung keluar."Jawab dulu pertanyaan gue."Keindra menghela napas, pria kurang ajar di depannya ini merupakan sahabatnya. Mereka mulai menjalin pertemanan saat Keindra memutuskan untuk menetap di Amerika, Jordan adalah warga n