Share

Chap 2 : Ayah

Angin malam yang bertiup lembut itu terasa mengelus kulit putih gadis cantik yang tengah memandangi langit. Pemandangan diatas bukit ini sungguh indah, disertai alunan musik yang begitu merdu menambah keindahan malam.

 Suasana Cafe Langit ini adalah suasana yang paling favorit bagi setiap orang.

Alin terus menerus memandangi langit, ia terus menatap melihat indahnya bintang yang bersinar. Hanya ditempat ini ia bisa melupakan sejenak masalah yang ada di dalam hidupnya yang terus datang silih berganti. Disini ia mendapatkan ketenangan dan kenyamanan yang tidak ia dapatkan dari siapa pun.

“Kenapa sih Sam, kehidupan gue begitu rumit. Padahal keinginan gue sepele, gue cuma minta perhatian bokap sama nyokap gue lagi. Apa itu sulit?”

“Kalau saja saat itu bokap gue gak ngelakuin hal yang menjijikan, mungkin hidup gue gak akan seperti sekarang Sam. “ Keluh Alin pada Samuel, sekarang ia menatap kembali langit dengan pandangan mata yang amat kosong.

 Samuel sepupunya hanya bisa mendengarkan Keluh kesah Alin. Samuel tahu betul kehidupan Alin seperti apa. Kehidupan yang sangat ditakuti oleh setiap anak.

Semenjak orang tuanya berpisah Alin hanya mempunyai Samuel dan Bi Asih tempat untuk mencurahkan seluruh isi hati dan pikirannya.

“Kita gak bisa berharap sama orang Al sekalipun itu orang tua kita sendiri. Lo kan masih punya gue, gue yang akan jaga lo sampai kapan pun. “ ujar Samuel, ia berusaha menghibur Alin.

Alin tidak sadar ia meneteskan air mata. Pikiran tentang masa kecilnya yang indah bersama Ayah dan Ibunya itu tiba – tiba datang menghampirinya. Masa kecil yang dipenuhi oleh kasih sayang dan cinta dari kedua orang tuanya, kini sudah tidak ia dapatkan lagi. Mereka hanya fokus pada keluarga barunya itu.

Mirna dan Anton nama orang tua Alin. Mereka sama sekali tidak pernah menghubungi Alin, hanya untuk sekedar menanyakan kabar pada putri semata wayangnya itu pun tidak.

“Gue cuma butuh mereka Sam, gue gak butuh fasilitas yang mereka kasih ke gue.“

“Apa permintaan gue terlalu berat bagi mereka, sampai mereka gak bisa kabulin itu. “

“GUE CAPE SAM, BUAT MASALAH TERUS DI SEKOLAH CUMA BUAT MEREKA DATANG NEMUIN GUE. SEBEGITU GAK BERARTI NYA GUE KAH DIKEHIDUPAN MEREKA. PLISS GUE PINGIN MEREKA BALIK LAGI. AAARRGGGHHH .” Alin berteriak kemudian menangis dengan kencang, kedua tangannya kemudian menutupi wajah cantiknya itu.

Samuel dengan cepat menarik tubuh Alin ke dalam dekapannya. Berusaha menenangkan Alin yang sekarang sedang menangis.

“Lo boleh nangis sekencang mungkin, keluarin semua yang buat hati lo sakit. Gue Cuma bisa nenangin lo tanpa bisa bantu lo. Maafin gue Al” ujar Samuel dengan nada lemah. Ia merasa dirinya tidak berguna, ia tidak bisa membantu Alin, yang bisa Samuel lakukan hanya menjaganya.

Perlahan tangisan Alin mereda. Dengan perlahan Alin melepaskan tubuhnya keluar dari pelukan Samuel.

Alin mengusap air mata yang jatuh di pipinya, dengan tangannya yang lentik itu.

“Lo gak usah berbuat apa apa buat gue, dengan adanya lo di sisi gue itu udah cukup ko. “ suara Alin yang begitu lemah membuat dada Samuel terasa begitu sesak. Ingin rasanya Samuel menggantikan posisi Alin.

****

Tring... Tring... Tring...

Bel masuk sudah berbunyi. Itu artinya seluruh siswa dan siswi harus segera bersiap untuk mengikuti upacara hari Senin.

Hari ini suasana hati Alin sedang tidak bagus, ia tidak ingin berbicara sedikitpun pada siapa pun. Ia hanya berjalan sendiri menuju lapangan dengan kedua tangan yang disilangkan di depan dadanya.

Di sekolah itu Alin sangat terkenal, cewek si pembuat onar. Bagaimana tidak, gadis itu sangat langganan keluar masuk ruang bk. Setiap hari Alin selalu jadi bahan omongan guru guru. Alin tidak pernah jera, walaupun ia sudah diancam akan dikeluarkan dari sekolahnya itu.

Untuk seluruh siswa dan siswi kelas 10, 11, dan 12 diharapkan segera menuju lapang upacara, karena upacara sebentar lagi akan segera dimulai

Alin dengan santai berjalan, disaat siswa yang lain berlarian. Mata Alin melirik ke arah kanan dan kiri melihat seluruh siswa yang berhamburan berlari menuju lapangan. 

Alin dengan sengaja tidak memakai atribut seperti topi dan dasi, agar ia dipulangkan.

Setelah sampai lapangan Alin berbaris paling belakang. Baru saja ia diam di barisan, ada salah seorang osis yang menariknya ke belakang dan langsung menyerahkannya pada guru yang ada dibelakang.

“Alin! Ini sudah yang ke 4 kalinya kamu tidak menaati peraturan! “

“Sekarang kamu ambil atribut kamu atau saya pulangkan kamu! “ Bu Ani sangat marah sekali pada Alin. Guru itu sudah muak sekali dengan kelakuan Alin.

“Saya pulang aja Bu, lagian saya gak niat belajar” ujar Alin dengan nada yang lemah sembari menundukkan kepalanya.

“YA SUDAH SEKARANG KAMU PULANG, BESOK IBU TUNGGU DIRUANG BK!“ Bentak Bu Ani pada Alin.

Sontak semua murid menoleh ke belakang, mereka memperhatikan Alin yang sedang di marahi oleh Bu Ani. Alin tidak menghiraukan mereka, sekarang yang ada di pikirannya adalah Taman. Walaupun pemandangannya tidak seindah malam hari, namun itu akan cukup untuk menenangkan dirinya sejenak.

Tanpa berbicara sedikit pun pada Bu Ani, Alin meninggalkan lapangan dengan wajah yang datar melihat lurus ke arah depan.

Saat Alin melewati ruang guru, ia melihat Ayahnya masuk ke dalam sana. Ekspresi Alin berubah drastis, ia senang sekali Ayahnya berkunjung ke sekolah, baru pertama kali Ayahnya ke sekolah tanpa Alin membuat masalah.

Ia begitu senang, gadis itu dengan cepat berlari menuju ruang guru menghampiri Ayahnya.

“Ayahhhh” teriak gadis itu, mood nya tiba tiba berubah menjadi sangat senang. Raut wajah yang sedari tadi ia tekuk kini berubah menjadi cantik dengan senyuman yang menghiasi wajahnya nya.

“Ayah tumben datang ke sekolah tiba tiba, makasih Yah Alin senang banget” gadis itu langsung memeluk Ayah nya. Anton, Ayah Alin hanya diam tanpa kata. Ia datang ke sekolah Alin, karena ada urusan, ia tidak berniat untuk menemui Alin. Makanya Anton datang saat upacara, agar Alin tidak melihat nya.

“Iya Ayah kangen sama kamu, makanya Ayah datang. “

“Ko kamu gak ikut upacara Al? “ Anton bertanya pada Alin.

“Iya Yah Alin sedang tidak enak badan, makanya Alin keluar dari barisan. “ balas Alin.

“Bapak Anton silakan masuk” Tiba tiba ada seorang guru yang memanggil Anton.

“Ayah ke dalam dulu ya. “

Alin hanya menganggukan kepalanya, sembari menatap Ayahnya yang berjalan masuk menuju ruang guru.

 Ada apa yah ko tumben sih Ayah kesini, padahal dari semalem aku chat ia bilang sedang sibuk, atau mau bayar uang spp ya? Ah tidak Ayah selalu transfer gak pernah langsung ke sekolah.

Belum beres Alin berfikir Ayah nya kemudian memberikan sebuah surat.

“Al mulai minggu depan kamu pindah sekolah, kamu akan satu sekolah dengan Freya dan Samuel. “

Alin langsung menatap Ayahnya dengan sinis dan bingung.

“Kenapa harus satu sekolah sama Freya sih Yah? Alin gak mau pindah sekolah! “ Alin membuang surat yang diberikan oleh Ayah nya itu ke lantai. Setelah mendengar kan pernyataan dari Ayahnya Alin mematung di tempat.

Alin sangat tidak mau satu sekolah dengan Freya anak tiri Anton, ia adalah anak yang paling Ayah sayang di banding anak kandung nya sendiri.

“Ayah kenapa sih jahat banget sama Alin.  Hiks... Hiks... “ Tangis Alin, ia sekarang benar benar merasa kecewa pada Ayah nya sendiri.

Bagaimana tidak? Setiap Alin dan Freya sedang bersama Ayahnya selalu membanding bandingkannya. Alin merasa seperti sampah yang tidak berguna.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status